07. Lima Detik (by deowny)

Background color
Font
Font size
Line height

Gwangju, Desember 2019

Hujan malam mulai reda. Embun pagi mulai menyapa. Matahari mulai berakjak keluar dari tempat persembunyiannya. Cahaya yang masuk melalui cela jendela memperlihatkan seseorang yang tengah tidur nyenyak di atas kapuk.

Suara alarm berbunyi nyaring di atas nakas. Mengusik seorang pria yang tengah tidur. Dengan hempasan tangan yang kuat, alarm di atas nakas terjatuh dan berhenti memunculkan dering suara yang memekakkan. Mungkn alarmnya telah kehilangan fungsi akibat kibasan tangannya yang terlampau berenergi.

Si empunya menggosok mata perlahan dan mngecek sumber suara pengganggu tidur. Dengan tangan gontai, ia berusaha menggapai benda berbahan logam yang naasnya telah tak berbentuk lagi.

Mengusap mata sipit milknya berulang kali ketika indranya menangkap jarum jam. Dia memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia tertidur sampai jam segini? Ini sangat berlebihan! Dia menyibak rambut dengan kanan tangan yang setia memegang alarm. Teringatnya jika kemarin ia tidur terlalu malam karena sedang menyelesikan projeknya.

Tersadar dari lamunannya, dengan malas ia pun melirik jam yang ada di tangan kanannya. Matanya membulat kala melihat jarum jam tersebut. Dia teringat jka hari ini ia harus membuka toko bukunya yang sudah libur selama seminggu untuk mengerjakan projeknya.
Tanpa babibu ia langsung menegakkan badannya menjadi terduduk lalu menyambar handuk yang menggantung di tepian kasurnya. Bahkan ini sudah lebih dari sekadar telat. Mungkin ia bisa kena maki dari para pembelinya yang sudah menunggu sedari tadi.

Selesai dengan acara mandinya, dengan cepat ia memakai pakaiannya dengan rapi. Mau disituasi seperti apapun, outfit adalah hal yang sangat penting baginya. Karena ia harus terlihat rapi di depan para pembelinya.

Ia mengenakan hoodie army yang dipadupadankan dengan jeans berwarna biru dongker. Ia berkaca sebentar untuk memastikan bahwa tampilannya tidak ada yang aneh. Agar para pembelinya tidak mengkritiknya.

"Baiklah, mari kita mulai hari yang sangat telat ini dengan senyuman." ucapnya sebelum berlari terbirit-birit menuju toko.Jarak toko dengan rumahnya tidaklah jauh. Hanya membutuhkan waktu sekitar 3 menit dengan berjalan untuk menuju kesana.

Langkahnya terhenti, kala melihat banyak orang yang mengantri di depan toko bukunya. Ia tidak menyangka akan sebanyak itu orang yang mengantri, itu tidak seperti biasanya. Keinginan untuk masuk lewat pintu depan ia kurungkan. Dia tidak ingin membuat pembeli kecewa padanya, karna ia telat.

Ia sudah berada di dalam toko bukunya. Dengan kecepatan yang luar biasa ia membersihkan toko bukunya itu. Lalu ia membuka pintu toko dengan hati-hati. Ia sudah mempersiapkan diri dari makian orang lain. Ini kesalahannya.

"Aku yang memulai, aku yang mengakiri" ucapnya sebelum pintu terbuka dengan sempurna. Itu kalimat yang selalu ia ucapkan dalam keadaan gelisa. Kalimat itu juga yang membuatnya kuat sampai saat ini. Kalimat mendiang ayahnya.

Ia tersenyum kepada  para pembeli kala pintu terbuka dengan sempurna Membungkuk dan meminta maaf, itu yang ia lakukan saat para pembeli memasuki toko bukunya. Ia menyesali perbuatannya. Untungnya para pembeli tidak merah padanya. Semoga ini tidak terulang kembali.

_________

Gelap mulai menyapa. Dingin mulai datang. Bintang kembali lagi. Burung mulai memasuki sarangnya. Orang-orang menyudahi aktivitasnya.Pembeli mulai berkurang, itu pertanda jika toko bukunya akan segera tutup. Si pemilik toko bersiap untuk pulang kekandangnya. Kandang yang selalu nyaman untuknya.

"Hari yang melelahkan" ucapnya dengan menghela nafas berat di ambang pintu dan menghadap ke dalam toko . Memang, hari ini banyak pembeli di toko bukunya. Tidak biasanya seperti ini. Mungkin, karena toko buku ini telah libur selama seminggu dan banyak pembeli yang menunggunya untuk buka.

"Apa tokonya akan tutup?" tanya seorang pria yang berada di belakangnya. Dahinya berkerut kala mendengar ucapan si pria itu. Ini sudah malam, beberapa toko pun juga sudah tutup. Ini pertanyaan yang tidak masuk akal. Tidak biasanya seperti ini

Seusai mengunci toko, ia dengan cepat berbalik untuk melihat orang yang di belakangnya. Matanya membulat, mulutnya terbuka. Terkejutnya sudah kala ia melihat seorang pria di belakangnya itu.

Orang yang selalu ia tunggu. Karnanya ia berkutat dengan buku. Ia sempat mencarinya namun menyerah karnanya. Apakah ini mimpi? Bagaimana ia bisa mencariku? Apa yang membuatnya kembali?. Itu yang ia pikirkan saat ini.

"Soobin-ah" Panggil pria manis di depannya dengan lembut. Dia manis. Ia masih sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Tatapannya selalu teduh. Senyumnya selalu menampakkan gigi kelinci, sangat lucu.

"Hyung" Balasnya tak kalah lembut. Air mata yang ia belenggu mati-matian kini menetes membasahi pipi.Rasa rindu yang menggebu sudah tertanam sejak dulu. Ingin rasanya ia memeluk pria manis di depannya, namun ia takut kegilangan lagi.

Tapi tanpa ia sangka pria manis itu menjatuhkan pelukan erat kepadanya. Ia tidak tau harus mengikuti logika atau perasaan, terdiam menerima pelukan atau membalasnya. Tapi saat ini ia mengikuti perasaannya. Membalas pelukan pria manis yang ia tunggu selalu.

Yang ia tunggu datang kesini. Rasa senang menggebu dalam diri. Malam yang indah kemari. Bintang telah kembali. Bulan takkan sendiri lagi. Angin malam menjadi saksi. Malam yang akan ia kenang dalam hati.

Seoul, Desember 2015

Libur akhir tahun telah tiba. Kebahagiaan semua siswa memuncak. Semua orang berlibur ke tempat impian mereka. Tapi tidak dengan ku. Aku memilih pergi ke pulau kapuk. Pulau paling ku sukai. Tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pergi kesana. Aku juga bebas jika berada disana. Tidak ada yang bisa menggangguku berkecan dengan gulingku. Memimpikan dia menikah dengan ku. Tunggu dia?.

Aku terbangun dari tidurku dan langsung mendudukkan pantatku dikasur lalu menyandarkan pungguku di headboard. Memimpikan dia lagi? Kenapa? Aku baru bertemu dengannya lusa lalu. Apa yang salah denganku?

Aku mengusap kasar rambutku dengan kedua tangan. Aku berfikir dengan keras. Bertanya dengan diriku sendiri. Mengapa seperti ini? Aku tidak tau siapa dia! Aku tidak kenal dengannya! Tapi aku harus bertemu dengannya sekarang juga?

Aku beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Berganti baju, meninggalkan sarapan pagi, dan langsung pergi mencarinya. Entah dia siapa? Aku tidak tau! Entah dimana aku mencarinya? Tapi ini tekatku! Aku harus mencari jawabannya!!!.

Hangang Park. Disanalah pertama kali aku bertemu dengannya lusa lalu. Tempatnya tidak jauh dari rumahku. Hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk menuju kesana jika menaiki sepeda. Tempatnya cukup ramai apalagi ini hari libur. Aku sulit untuk mencarinya.

Mataku berhenti. Aku melihat laki-laki bertubuh mungil bermain dengan anjing di tepi laut. Aku menyipitkan mataku untuk memperjelas pandanganku. Pertanyaan-pertanyaan yang berbutar di kepalaku seketika menghilang saat ku menatapnya.Ku berjalan mendekatinya. Ia berdiri dengan anjing di gendongannya. Angin menyapu anak poninya. Menggemaskan sekali.

"Hai" Sapaku. Dia menoleh kebelakang dan menatapku. Akuembalas tatapannya dengan senyum ramah. Dia mengerutkan dahinya. Mungkin dia lupa denganku.

"Hai" Jawabnya ragu. Oke sudah kupastikan jika dia lupa denganku. Tak apa aku akan mengingatkannya kembali.

"Kau lupa denganku?" Aku bertanya kepadanya untuk memastikannya. Dia membalasku dengan senyuman. Semoga dia ingat ya Tuhan.

"Kau yang lusa lalukan?" Jawabnya lembut. Hatiku seakan meleleh mendengar suaranya. Aku menjawab dengan angguan dan senyuman.

"Kau sendirian?" Aku harus menanyakan ini untuk memastikan. Aku tidak ingin ada yang menggangguku. Dia menjawab dengan angguan pelan lalu tersenyum.

"Kau juga sendirian?" Tanyanya. Oh tidak, ia menanyakan ini kepadaku. Aku mengangguk dengan antusias untuk menjawabnya. Ia tertawa melihatku. Aku bingung, adakah yang salah denganku?


"Kau sendirian, aku juga sendirian. Bagaimana kalau kita bersama mengelilingi Hangan Park" Tawarku. Kalimat itu muncul dipikiranku setelah mengetahui jika ia sendirian disini. Aku hanya mengajukan saranku. Jila dia menolak tidak apa-apa. Tapi itu akan menyakitkan bagiku
"Baiklah" Jawabnya dengan lembut. Oh tidak, apakah dia menerima tawaranku?. Apakah ini mimpi di siang hari?.

Kita berdua berjalan bersama mengelilingi Hangan Park. Tempatnya cukup luas, jadi aku bisa berlama-lama dengannya. Kami tidak lupa mampir ke tempat makan di dekat sana. Dia menertawakanku saat aku bilang jika aku tidak sarapan hanya untuk menemuinya. Aku malu, tapi tidak apa, ini juga benarkan.

Matahari menjadi saksi. Bumi menyetujui. Bulan dan bintang akan bersama saat malam. Hari ini menjadi awal yang bahagia juga akhir yang menyakitkan. Aku akan berjuang untuk mendapatkan mu. Bagaimanapun caranya. Alam tidak bisa memisahkan kita.

Seoul, Februari 2016

Libur akhir tahun telah usai. Awal tahun telah mulai. Tempat wisata kembali sepi. Orang-orang kembali ke kota. Para siswa kembali bersekolah. Aku pun kembali menulis lembaran-lembaran kisah hidupku.

Soobin .Choi Soobin. Itu aku. Aku seorang mahasiswa. Aku kuliah di salah satu perguruan tinggi di Seoul. Aku mengambil jurusan sastra. Aku tinggal seorang diri. Appaku meninggal karena kecelakaan. Eommaku menyusul Appaku ke surga. Aku tidak ingin mengingatnya lagi. Kenangan pahit yang hampir menggerogoti tubuhku. Sudahlah lupakan. Yang berlalu biarlah berlalu. Hidup untuk masa depan. Masa lalu hanyalah kenangan.

Choi Yeonjun. Yeonjunie hyung. Itu namanya. Dia adalah seniorku di kampus. Aku baru mengetahuinya saat jam makan siang. Dia duduk bersama teman-temanya di depanku. Mungkin ia tidak mengetahuiku saat itu. Aku senang Yeonjun hyung sekampus denganku. Aku bisa mengenalnya lebih dekat. Lebih dekat. Lebih dekat. Sampai lebih dari teman.


Aku berpacaran dengannya, dengan Yeonjun hyung. Sekitar seminggu yang lalu aku mengungkapkan perasaanku kepadanya di Hangang Park saat malam hari. Ku kira dia akan menolakku. Tapi ternyata dia menerimaku. Aku senang, sangat senang sekali. Aku akan mengingat hari itu.

Mengapa aku menyukainya? Kapan aku suka kepadanya? Aku tidak tau. Perasaan itu seketika muncul di hatiku. Rasa tidak ingin kehilangannya. Selalu nyaman bersamanya. Saat dia tidak mengabariku, rasa kawatir muncul. Bahagia melihatnya tertawa dan tersenyum. Dia duniaku.

Tapi aku tidak suka jika Yeonjun hyung bersama Doyoon. Teman masa kecilnya. Doyoon cukup terkenal di kampus ini. Dia juga mahasiswa berbakat disini. Walaupun seperti itu, dia tidak bisa menggalangi bersama Yeonjun hyung.
Seperti saat ini. Aku sedang berkutit dengan kata di perpustakaan kampus untuk menyelesaikan cerpenku. Dosen menyuruhku untuk  membuat cerpen, terkadang juga puisi. Katanya untuk majalah tahunan kampus. Aku tidak mengerti, apakah hanya aku yang membuat cerpen di kampus ini? Apakah puisi ku sebegitu menariknya sampai tertera di  majalah kampus?. Kenapa harus aku?. Aku tidak tau. Mungkin kampus percaya denganku.

Yeonjun hyung menemuiku di perpustakaan dengan membawa kotak makan siang. Aku mengabaikannya. Aku lebih fokus dengan tugasku. Aku juga sedang marah dengannya. Kemarin dia menolak ajakkan ku. Alasannya dia ada janji dengan si Doyoon. Aku tidak mengerti. Dia lebih mementingkan pacarnya atau temannya. Menyebalkan.

"Soobin" Yeonjun hyung memanggilku. Maaf hyung aku menulikan pendengaranku.

"Soobin-ah"

"Soobinie" Yeonjun hyung mulai duduk disebelahku. Dia meletakkan kotak makan di meja lalu menatapku dengan lekat. Kepalanya mendekat ke telingaku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Oh tidak ini bahaya untukku.

"Sayang" Panggilnya lagi dengan sangat lembut. Aku tersentak dan langsung menoleh menghadapnya. Wajahku dengan wajahnya sangat dekat. Hidung kami hampir menempel.

"Hyung, benar kau yang memanggilku" Aku memastikannya. Tidak bisanya Yeonjun hyung memanggilku seperti itu. Dan ini di perpustakaan. Ku harap tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Mungkin saja Yeonjun hyung sedang bercanda denganku. Tapi ini tidak biasanya dia seperti itu.

"Ya! Soobin-ah" Ucapnya lalu menoleh ke arah lain dengan mengerucutkan bibirnya. Menggemaskan sekali.

"Hyung tidak biasanya kau memanggilku seperti itu. Coba ulangihi sekali lagi" Mendekatkan kepalaku dan menatapnya. Menyangga kepalaku dengan tangan di meja. Ku suka menggodanya seperti ini.

"Iihh,,,,Soobin-ah" Ia memukul tangganku lalu pergi meninggalkanku. Ku tau pasti sekarang pipinya memerah.

Ku membereskan buku di depanku lalu mngejarnya. Tidak lupa ku membawa kotak makan itu. Yeonjun hyung telah membuatkannya untukku. Dan aku harus menghabiskannya. Ini masakkan pertama istriku untukkukan.
Waktu ku mengejarnya Yeonjun hyung.

Langkahku terhenti, di depanku ada orang yang menghalangiku. Doyoon. Dia menatapku dingin seperti biasanya. Aku tidak membencinya. Aku hanya tidak suka denganya. Dia teman masa kecil Yeonjun hyung. Jadi aku menghormatinya, tpi sesaat.

"Ku ingin bicara denganmu, tapi tidak disini" Ucapnya dingin. Tidak biasanya dia yang memulai pembicaraan. Biasanya aku yang memulai. Aku juga terpaksa bicara dengannya. Itu karena dia telah membahagiakan Yeonjun hyung waktu kecil.

"Kenapa tidak disini saja?" Jawabku. Ku tautkan alisku. Tidak biasanya dia seperti. Jika ingin biacara, kenapa tidak bicara langsung saja. Aneh.

"Ini menyangkut Yeonjun mu" Mataku membulat mendengar pengakuannya. Menyangkut Yeonjun hyung? Dia baru saja menemuiku tadi. Semoga dia baik-baik saja.

Aku mengikuti Doyoon yang berjalan mendahuluiku. Menuju belakang gedung kampus? Apakah ini masalah yang sangat penting sampai menuju kesana?. Doyoon berhenti aku pun ikut berhenti. Iya berbalik menghadap ke aku. Dia menatapku sendu lalu menunduk. Aku menautkan alisku. Ada apa ini? Kenapa dia seperi itu? Seperti semua beban di dunia ada kepadanya.

Setengah jam kemudian aku kembali ke dalam kampus. Aku tidak menyangka akan seperti ini. Doyoon menceritakan tentang penyakitnya kepadaku. Awalnya aku bingung kenapa Doyoon menceritakan kepadaku. Tapi saat aku mendengarkan alasannya aku paham, dia tidak ingin mebuat Yeonjun hyung sedih. Doyoon-si aku berjanji akan menjaga Yeonjun hyung.

________

Bumi terus berputar. Matahari bergantian muncul dengan bulan. Waktu telah berlalu. Buah telah matang. Bunga mulai mekar. Seperti hubungan ku dengan Yeonjun hyung. Semakin hari aku sangat sayang kepadanya.

Tapi tidak dengan hari ini. Matahari akan tidur. Bulan mulai bangun. Tapu dia sulit untuk untuk ku hubungi. Aku sudah menelefonnya bekali-kali tapi tidak ada jawaban darinya sama sekali. Aku kawatir nan gusar. Aku merasa tidak membuat kesalahan sama sekali. Tapi kenapa dia seperti marah kepadaku.Aku tidak tenang. Aku ingin mencarinya. Aku ining menanyakan semuanya.
Aku mengeluarkan mobil dari garasi. Aku tidak tau harus kemana. Mungkin membelah kota Seoul. Saat di perjalanan ponselku berbunyi. Semoga itu Yeonjun hyung. Ku menepikan mobil yang ku kendarai lalu mengangkat ponselku. Suara dari sebrang sana itu suara Yeonjun hyung.

Aku menanyakan dimana dia sekarang. Tidak ada jawaban. Yeonjun hyung malah menyuruhku untuk pergi ke Hangang Park sekarang juga. Ku tautkan alisku. Hangang Park? Ada apa dengannya? Kenapa dia menyuruhku untuk kesana?. Suaranya tadi agak sendu. Dia seperti menangis. Ada apa denganmu Yeonjun hyung? Semoga kau baik-baik saja.Tanpa berfikir panjang. Aku memutar balik mobil untuk menuju kesana.

Sesampai disana Yeonjun hyung tidak ada. Aku mencoba berfikir posituf, mungkin Yeonjun hyung belum tiba. Aku akan menunggu, itu tidak masalah. Aku berjalan kesana kemari menunggu Yeonjun hyung tiba. Aku merasa gusar. Semoga tidak terjadi apa-apa. Tapi dugaan ku salah.



Sesaat kemudian aku mendengar langkah kaki menuju ke arahku lalu berhenti kala aku menatapnya.Yeonjun hyung. Tatapannya sendu. Matanya membengkak. Pipinya basah. Sepertinya dia habis menangis. Ada apa denganmu?. Ku mendekatinya. Memegang kedua bahunya dengan tanganku.

"Ada apa hyung kenapa kau seperti ini?" Tanyaku lembut. Dia sudah seperti ini. Aku tidak ingin menyakitnya karrna ucapanku.

"Doyoon"

"Dimana Doyoon, Soobin-ah!!" Dia terisak. Dia menatapku tajam sebari menangis. Hyung kelemahanku di saat kau menangis.

Doyoon? Apakah Yeonjun hyung tau tengtang penyakit Doyoon.

"Doyoon? Aku tidak tau hyung"

"Kau bohong Soobin-ah!!" Teriaknya sembari menagis. Dan pelepas paksa tanganku di bahunya. Ku rasa Yeonjun hyung sudah tau semua. Jika seperti apa boleh buat.

"Hyung aku minta maaf" Aku mencoba meraih tangannya namun ia menepisnya. Aku mencoba lagi.

"Hyung aku bisa jelaskan"

"Jangan mendekat"

"Hyung ini tidak seperti yang kau kira"

"Jangan menyentuhku Soobin-ah!!" Teriaknya. Aku bingung dengannya. Aku ingin menjelaskan jika ini hanya kesalah pahaman tapi dia tidak mengerti sama sekali. Aku naik pitam. Dan aku menyesali perbuatanku.

"Hyung!!!" Aku berteriak pada Yeonjun hyung. Emosiku memunjak. Tapi emosiku lambat laun menurun kala melihatnya ketakutan untuk menatapku. Iya kembali menangis.

"Soobin-ah. Kenapa!?. Kau cemburu saat aku bersamanya?" Yeonjun hyung bertanya kepadaku dengan menggebu. Jika seperti ini sulit untuk menenangkannya. Dan akan timbul masalah baru yang aku tidak inginkan.

"Hyung aku tidak seperti yang kau pikirkan. Aku tidak,,,"

"Lalu seperti apa Soobin-ah!? Kau tidak apa? Jelas-jelas kau menyembunyikan ini dariku karena kau cemburu kan" Ia menangis hebat di depanku. Mungkin ini saatnya. Aku yang memulai, aku yang mengakhiri.

"Dimana Doyoon, Soobin-ah?" Ia tersungkar di tanah sebari menangis. Aku tidak tega melihatmu seperti ini Yeonjun hyung. Aku pun memeluknya. Menenangkanya. Tapi kata-kataku membuatnya marah.

"Ia sudah pergi hyung. Ia tidak akan kembali. Ia sudah tenang di alam sana" Aku tidak bisa lagi membendung air mata ini. Akupun menangis. Aku tau jika ini akan terjadi.

Doyoon mengidap penyakit kanker darah stadium akhir. Waktu itu di belakang gedung kampus ia bercerita tentang penyakitnya kepadaku. Aku terkejut setelah mendengarnya. Aku tidak menyangka jia ia merahasiakan kebenaran dari Yeonjun hyung.

"Soobin, aku hanya percanya dengan mu untuk menjaga Yeonjun. Tolong jaga dia. Jangan membuatnya menangis"

Doyoong waktu itu aku berjanji tidak akan membuat Yeonjun hyung menangis. Tapi mungkin saat ini aku mengingkarinya. Maaf.
Yeonjun hyung tersentak mendengar pernyataanku. Ia melepas paksa melukanku dan langsung berdiri. Aku menatap matanya. Raut wajahnya melihatkan jika ia tidak percaya dengan ucapanku.

"Bohong! Kau berbohongkan Soobin-ah. Aku tidak percaya denganmu. Jika benar Doyoon pergi, kenapa ia tidak memberitahuku Soobin-ah? Kenapa!?. Aku tidak suka dibongi Soobin-ah, dan kau tau itukan" Ia menatapku tajam. Ku rasa Yeonjun hyung benar-benar marah besar kepadaku.

Aku mencoba mendekatinya lalu memeluknya untuk menenangkannya. Tapi ia menepis tanganku berkali-kali. Ini kesalahku.

"Soobin-si, aku membencimu. Kita sudahi saja hubungan ini!" Ia berucap dengan dingin. Lalu bergi meninggalkan ku sendiri. Menyakitkan ketika kita blmendenhar ucapan seperti itu dari orang yang kita cinta.

Hujan mengguyur Seoul. Lirih tetesannya mengguyur lelah yang menghisap selutuh nafas di sepanjang perjalanan. Aku pulang dengan sesekali terisak. Malam ini aku tidak akan mengenangnya. Malam ini sangat menyedihkan. Bangkai jika dimasukkan ke dalam wadah lalu di ditutup dengan rapat lama kelamaan baunya juga tercium dari luar. Sama halnya dengan kau

You are reading the story above: TeenFic.Net