04. REVENGE (by Lee_Cahyochimtae)

Background color
Font
Font size
Line height

Soobin terbang mengitari langit dengan sapu terbangnya. Bersiul kecil menikmati terpaan lembut angin juga indahnya udara pagi.

Penyihir nakal dari negeri Atlanta itu sengaja menerbangkan diri menghindar dari amukan penghuni asrama. Dia baru saja membuat ulah yang membuat seisi asrama berteriak ketakutan karena dia merubah kecoa kecil menjadi ukuran besar.

Tawa terdengar melantun begitu kencang. Dia menepuk-nepuk tangan di udara menyaksikan kehebohan di pagi hari dari tempatnya terbang.

"KIM SOOBIN!"
(gue ganti marga Soobin untuk kepentingan isi cerita.)

"SIALAN!"

"HUAAA ... JAUHKAN! AKU BENCI KECOA!"

"KENAPA KECOA-NYA SANGAT BESAR?!"

"INI ULAH SOOBIN?!"

"BOCAH ITU MEMANG PEMBUAT MASALAH!"

Teriakan juga umpatan terus keluar dari mulut penghuni asrama. Wajah panik, jijik, kesal, marah, bercampur saat mereka menemukan Soobin tengah tertawa puas di atas sapu terbangnya. Lihat saja nanti jika bocah berlesung pipi itu tertangkap, mereka akan membuat dia jera!

Soobin terkekeh. Ini baru awal kecil dari rencana balas dendamnya. Dia akan membuat seisi negeri merasakan penderitaan, sama sepertinya. Mata bulat itu kini terfokus pada seorang lelaki yang melihatnya tidak kalah sengit, Soobin tersenyum miring sebelum dia melesat pergi meninggalkan kekacauan yang dibuat.

.....

"Hati nurani tidak dibutuhkan jika kau setuju bergabung dengan kami."

"Cukup bunuh dan lupakan."

"Coba jadikan tujuan hidup mu 'MEMBUNUH ATAU DIBUNUH''"

"Jangan ada rasa belas kasihan saat kau membunuh. Cukup dengarkan jeritan mereka sebagai alunan musik penghantar tidur."

"Jika kau takut terbunuh jangan pernah sekali terlintas dibenakmu untuk membunuh."

Kata-kata itu terus berputar di kepala Soobin setelah dia melakukan pertemuan dengan ketua REVENGE penguasa hutan terlarang.

Langkah kakinya menginjak rumput-rumput gemuk didalam hutan terlarang. Dia mendongak menatap langit yang terhalang rimbunnya daun pepohon besar.

"IBU, AYAH, AKU AKAN MEMBALAS DENDAM ATAS KEMATIAN KALIAN!"

Soobin berteriak lantang. Burung-burung terbang dari balik dahan pohon mencari tempat baru, merasa terganggu oleh suara nyaring dari lelaki berlesung pipi itu.

"Aku akan membalaskan kematian kalian. Mereka harus merasakan rasa sakit juga kesepian yang sama sepertiku," Soobin berucap penuh keyakinan. Jemarinya mengapal menyaluarkan semua kekesalan.

Jemarinya kini bergerak membuka telapak tangan. Telapak tangan itu bergerak random mencari sesuatu yang bisa dihancurkan untuk meluapkan emosi.

Duar!

Duar!

Duar!

Duar!

Suara ledakan sihir Soobin begitu memekikan telinga. Ribuan pohon kini tumbang tidak berbentuk, ditambah kobaran api mengitari kawasan hutan yang baru dia rusak. Soobin menghela nafas lelah sebelum limbung jatuh terlentang di atas rumput gemuk. Dia diselimuti kabut berwarna merah bercampur hitam, perpaduan api juga asap.

Dia harus membunuh orang yang membuat orang tuanya mati.

Nyawa dibalas nyawa. Itu hal yang terus berputar memenuhi isi kepala juga menambah keyakinan Soobin untuk membalaskan dendam kedua orang tuanya.

Soobin memejamkan mata. Menikmati kobaran api yang membuat tubuhnya hangat, deru nafas mulai teratur menandakan dia mulai menjemput mimpinya.

Tolong biarkan Soobin beristirahat sebentar saja, dia lelah.

......

Suara kicauan burung, aroma khas tanah, serta rumput basah menjadi hal pertama yang dirasakan dua indra di tubuh Soobin. Dia terbangun dengan rasa pusing yang hinggap di kepala.

"Akhh! Pusing sekali." Soobin memijat sebelah kepala. Menekan di beberapa titik agar rasa pusing itu hilang.

"Kau sudah sadar?" Pertanyaan itu membuat Soobin menarik seluruh kesadarannya. Matanya mengitari penjuru hutan sebelum terkunci pada sosok lelaki tampan yang berdiri tepat di sampingnya.

"PERGI! AKU TIDAK INGIN MELIHATMU!" Soobin membuang muka saat tatapan mereka bertemu.

"Tidak bisakah kau kembali seperti dulu?"

Soobin berdecih, "dan melupakan fakta bahwa orang tuamu lah yang membunuh kedua orang tuaku? Kau ingin aku melupakan itu semua, Choi Yeonjun?!"

Yeonjun menatap sendu Soobin. Dia hanya ingin sahabat kecilnya kembali seperti dulu. "Maaf," kata itu lolos begitu saja dari mulut Yeonjun.

"Pergilah! Aku muak melihatmu." Soobin berdiri. Dia memberbaiki sedikit penampilannya dengan cara menepuk-nepuk bajunya yang kotor.

"BUNUH AKU!" Yeonjun berteriak lantang. "Jika itu mampu membuat rasa dendammu hilang, maka bunuh aku!" Yeonjun berkata tanpa takut.

Soobin menggerakan tangan secara cepat kearah Yeonjun. Gumpalan api besar kini mengelilingi tubuh Yeonjun.

Soobin tertawa, "hahahahahaha ... tidak semudah itu! Kau fikir dendamku akan terbalaskan hanya karena membunuhmu?!"

Api semakin membesar mingitari Yeonjun. Lelaki tampan itu jatuh berlutut merasa sesak, jantungnya seperti di cengkram dan dipaksa berhenti.

Kekuatan api Soobin memang hal yang paling ditakuti hampir seluruh negeri. Tapi, sebenarnya kekuatan Yeonjun mampu mengalahkan Soobin. Lelaki tampan itu terlalu mencintai Soobin hingga merelakan dirinya terluka dan terlihat lemah di mata lelaki manis yang telah mencuri hatinya itu.

Soobin melirik sekilas Yeonjun yang terlihat kesulitan bernafas karena kehilangan banyak oksigen akibat api besar terus berputar mengitari lelaki tampan itu dengan cepat.

Soobin mengerakan telunjuk, membuat putaran api berhenti berputar, tapi tetap membentuk bulatan api untuk menyekap Yeonjun di dalamnya. "Maafkan aku," gumam Soobin. "Tapi dendam keluargaku harus tetap terbalaskan." Setelah itu dia memilih pergi meninggalkan Yeonjun sendiri.

Tak lama setelah kepergian Soobin, gelombang air besar datang entah dari mana. Gelombang air itu datang menerjang, mematikan api yang menyekap tubuh lemah Yeonjun.

Yeonjun menggerakan tangan kearah gelombang air. Gelombang air itu mengikuti kemana gerak tangan Yeonjun. Berubah menjadi bulatan besar ketika tangan Yeonjun mengepal dan meledak menjadi tetes kecil seperti air hujan ketika lelaki tampan itu membuka kepalan tangan.

"Soobin," Yeonjun berkata pada tetes air. "Aku menyerahkan seluruh hidupku untukmu. Saat waktu balas dendammu itu tiba dan kita dihadapkan pada posisi harus saling membunuh. Maka aku akan menyerahkan jiwaku untukmu. Hiduplah dengan tenang setelah itu, aku mencintaimu." Air mata itu mengalir bersama jutaan tetes air yang membasahi tubuh Yeonjun.

....

Setelah resmi bergabung dengan REVENGE. Soobin di tugaskan membunuh 25 Elf terakhir dari hutan lindung. Karena masih baru tentu saja Soobin tidak sendiri, dia di temani Taehyun, mahluk yang tidak diketahui jenisnya.

Seorang Elf berhasil Soobin dan Taehyun tangkap. Mahluk mitologi itu menangis meronta memohon untuk dilepaskan. Sementara dua lelaki manis di depannya tidak perduli, seolah tuli.

"Ayh ttha bachtlani no hep mei." Elf itu mengeluarkan suara yang membuat kening Soobin mengerut.

"Tolong lepaskan aku, aku mohon." Taehyun muncul dari arah belakang, menggengam pisau tajam di tangan kanannya. "Dia mengatakan itu." Ia menunjuk Elf yang terlihat ketakutan oleh pisau yang dia bawa.

"Ingin mencoba membunuh?" Taehyun menyodorkan pisau kearah Soobin.

Soobin seketika menggeleng. "Tidak, aku belum terbiasa dengan hal kejam seperti ini."

Taehyun terlihat tidak perduli. Dia Memutar pisau ditangannya, lalu tanpa rasa belas kasihan menggores pisau tajam itu hingga Elf di depannya tidak lagi bernyawa.

"Ini Elf ke 24 yang kita bunuh. Tapi kau masih takut untuk membunuh, payah!" Taehyun menjilat ujung pisau berlumur darah Elf. Lidahnya dengan lihai menyusuri permukaan pisau tanpa takut ujung tajam pisau melukai lidah bercabangnya.

Taehyun itu mahluk aneh, bahkan Soobin berfikir bahwa lelaki yang kini sibuk mengoyak tubuh Elf itu hasil persilangan dari manusia serigala dan ular, tapi dia segera menampik fikiran konyolnya. Tidak mungkin, itu terlalu konyol.

"Soobin, kau tidak ingin bermain? Ini sangat menyenangkan," ucap Taehyun diiringi kekehan. "Lihatlah!" Soobin mengikuti arah pandang Taehyun. Menyaksikan hal keji yang dilakukan lelaki itu. Taehyun sedang menikmati, menarik, memotong, sesekali menggigit, untuk mengeluarkan isi perut Elf. Ketika dia menemukan bagian jantung favoritnya. Tanpa rasa jijik dia langsung melahap jantung seukuran kepalan tangan.

"Inwhi mutiara dwrhi janthunghh Elfhh." Beberapa tetes darah menyiprat, mengenai tangan juga wajah Soobin ketika Taehyun menggigit, menarik jantung agar mudah dia kunyah.

Soobin menerima mutiara berukuran kelereng berwarna biru muda itu. Dia tersenyum miring. Tinggal membunuh satu Elf lagi. Setelah itu, aksi balas dendamnya akan segara dimulai.

Taehyun terlihat gusar. Dia menggerakan kepala ke kanan juga kiri. Kakinya tidak tinggal diam, kaki itu bergerak mengacak tanah.

"Kau tak apa?" Tanya Soobin khawatir.

Taehyun mengangguk membuat sisa jantung yang masih dia gigit sedikit bergoyang. Dia dengan ganas  memasukan semua sisa jantung kedalam mulut. Mengunyah dengan kasar diikuti dengusan keras.

Taehyun kembali menggerakan kepala saat seseorang dari jauh mengajaknya berkomunikasi lewat telepati. Setelah itu dia melirik Soobin, Taehyun tersenyum manis kearah lelaki berlesung pipi itu. "Soobin, Beomgyu berhasil menemukan Elf terakhir!"

Mereka berdua memekik senang. Saling berpelukan, tidak perduli darah juga bangkai Elf menjadi hal mengerikan ditengah rasa senang mereka.

Yeonjun tersenyum dibalik pohon. Menatap Soobin dengan senyum yang tidak dapat diartikan. "Sampai berjumpa di medan perang, Soobin." Setelah itu dia hilang bersama tetesan hujan yang mulai turun membasahi bumi.

.......

Yeonjun terlihat lesu. Dia berlutut di depan kedua orang tuanya. Sang raja dan sang ratu penguasa Negeri Atlanta

"Ibunda, Soobin berhasil menemukan Elf terakhir." Yeonjun menunduk. Dia menangis, dia tidak bisa membohongi perasaan kecewanya.

Pangeran Negeri Atlanta itu mengusap wajah penuh air matanya sebelum siap mengangkat wajah menatap kedua penguasa negeri.

"Putraku," panggil ratu lembut.

Sementara sang raja sudah mengepal. Dia harus menyiapkan pasukan untuk berperang dengan para REVENGE. Walau Soobin adalah orang yang sangat dicintai putranya, perang ini akan tetap terjadi. Tidak ada kata damai bagi mereka yang menganggu ketenangan Negeri Atlanta.

"Aku akan memimpin peperangan ini." Yeonjun menatap yakin manik hitam kelam milik sang Ayah.

"Kau yakin akan hal ini, sayang?" Tanya sang Ibunda.

Yeonjun mengangguk. "Aku yakin, sangat yakin."

.....

"Kita sudah berhasil mengumpulkan 101 mutiara Elf." Beomgyu meletalan mutiara-mutiara itu pada batu berbentuk kepala rusa. "Malam 101 jatuh tepat di bulan purnama merah. Itu artinya besok kita sudah bersiap untuk berperang." Beomgyu mengambil satu mutiara. Dia angkat mutiara itu, lalu mengarahkannya pada Soobin.

"Bunuh yang ingin kau bunuh. Biarkan orang yang tidak berdosa tetap hidup. Tidak ada cinta yang setulus air hujan. Ketika salah satu dari kalian merelakan jiwanya, maka jiwa yang lain akan ikut pergi," Beomgyu memilih pergi setelah kata-kata aneh keluar dari mulutnya.

Soobin mengepal. Dia meremat sebuah gelang yang setia melingkar di pergelangan tangannya. "Mari saling menyakiti, Yeonjun."

.....

Seluruh pasukan telah berkumpul di perbatasan. Tidak kecuali Soobin juga Yeonjun, mereka saling beradu pandang menyiratkan kebencian satu sama lain.

Soobin tersenyum miring saat ia menjulurkan pedang tepat kearah Yeonjun. Lelaki tampan itu tidak tinggal diam, dia ikut mengarahkan pedang kearah Soobin.

Tidak ada cinta didalam peperangan. Semua perasaan itu harus hilang demi membela apa yang mereka anggap benar.

"Siap mati di tanganku?" Soobin lebih dulu mengeluarkan suara.

"Tentu, ini perang. Aku harus siap mati."

Mereka tidak berniat melepas tatapan. Seakan terikat, ke empat bola mata itu saling terpaku satu sama lain.

"SEMUA SERANG!" Soobin berteriak. Pedangnya mulai bergerak mencari celah untuk melukai tubuh Yeonjun.

Yeonjun mencoba menangkis kibasan pedang Soobin.

Sret!

Sret!

Sret!

Pedang mereka saling tangkis tanpa berniat menyakiti.

Para pasukan perang mulai tumbang satu persatu. Pedang berlumur darah bukan lagi hal yang mereka takuti.

Para REVENGE yang terluka mulai mengeluarkan mutiara Elf. Mutiara itu mereka telan bulat-bulat hingga luka di tubuh mereka menutup, seolah tidak terjadi apa-apa pada tubuh terluka mereka.

Melihat pasukan kerajaan mulai lemah, membuat Soobin semakin gencar menghujami Yeonjun dengan pedangnya.

"Jika aku mati, apa dendammu akan terbalaskan?" Yeonjun melemahkan serangan. Dia menatap wajah Soobin yang dibanjiri keringat juga beberapa luka goresan pedang.

"Berhenti mengatakan omong kosong, Yeonjun!" Soobin memutar tubuh, lalu menghunuskan pedang tepat di jantung Yeonjun.

Trang!

Pedang itu jatuh dari genggaman Yeonjun. Lelaki tampan itu tersenyum. Hujan seketika turun membasahi bumi, seolah langit pun merasa sesak melihat kekalahan Yeonjun.

Para pasukan terdiam tanpa ada satupun yang bersorak. Semua terkejut melihat pedang milik Soobin menembus tubuh Yeonjun.

Tangan Soobin bergetar, dia berlari menjatuhkan diri disamping tubuh Yeonjun.

Dia menangis. Mengapa seperti ini? Harusnya Soobin merasa lega telah membunuh Yeonjun. Namun, perasaannya mengatakan hal lain.

"Kumohon ... hilangkan rasa dendammu." Yeonjun menatap Soobin yang menangis. Tangan pria tampan itu merengkuh wajah manis Soobin. Memberi sentuhan lembut sebelum dia tersenyum. "Sekarang aku tenang. Dendammu telah terbalaskan. Hiduplah dengan baik, buat dirimu bahagia tanpa rasa dendam, aku mencintaimu."

Soobin terisak, "maaf, maafkan aku Yeonjun." Dia menarik Yeonjun kedalam pelukannya.

"Tidak perlu meminta maaf, aku tidak apa." Mata Yeonjun terpejam, Soobin berteriak merutuki kebodohannya. Selama ini dia terlalu dibutakan oleh balas dendam!

"Kumohon bangun, CHOI YEONJUN! KAU HARUS BANGUN!"

Tetes hujan semakin deras membanjiri tubuh Soobin.

"Soobin."

"Aku menyerahkan seluruh hidupku untukmu. Saat waktu balas dendammu itu tiba dan kita dihadapkan pada posisi harus saling membunuh. Maka aku akan menyerahkan jiwaku untukmu. Hiduplah dengan tenang setelah itu, aku mencintaimu."

Perasaannya hancur, hingga tidak ada kata selain penyesalan yang kini bersarang memenuhi kepala juga hatinya.

Soobin mengambil pedang yang digunakan Yeonjun saat melawannya. "Maaf, aku tidak ingin hidup dengan penyesalan karena membuatmu pergi. Maaf, aku terlalu bodoh tidak menyadari perasaanku sendiri. Mari saling mencintai ditempat lain, tanpa sebuah dendam. Mari saling mengisi ruang hati tanpa sebuah kebohongan."

Soobin menghunuskan pedang tepat di jantungnya. Tersenyum manis saat tangan mereka saling menggengam. "Aku mencintaimu, Choi Yeonjun."

You are reading the story above: TeenFic.Net