20

Background color
Font
Font size
Line height

More flashback in this chapter.

Harry POV.

Aku melihat seorang perempuan yang sangat mirip dengan Ashlyn. Apa aku pernah mengenalnya? Perlahan aku berjalan kearahnya.

"Hey." Ia membalikkan tubuhnya.

"Clarie?!"

"Wow! Apa kau sudah mati Harry?" Aku memutarkan kedua bola mataku. Ia selalu saja seperti ini.

"Oh, ayolah. Masih banyak yang ingin aku lakukan didunia ini, Clarie." Ia tertawa dan menyuruhku duduk disebelahnya.

"Lalu? Ada apa?" Aku terdiam, masih menatap mata yang sudah hilang dari kehidupanku.

"Kau ingin bercerita?" Aku mengangguk. Akhirnya, aku menceritakan setiap detail apa yang sudah terjadi kepadaku dan Ashlyn. Ia terkejut, ada perempuan seperti Ashlyn padahal mereka sangat mirip satu sama lain.

Lalu aku juga menceritakan bagian terburuk didalam hidupku saat menyuruh Ashlyn pergi. Clarie adalah pendengar yang baik. Tiba-tiba saat aku menceritakan dimana aku pingsan, ia tertawa.

"Hey bodoh! Bilang kepadaku, perempuan mana yang ingin diperlakukan seperti itu dengan orang yang ia cintai, huh?" Ujarnya dengan nada jengkel, sudah terlihat dari wajahnya. Aku hanya menunduk dan menggeleng. Aku sudah tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan.

"Harry, listen. Apa kau mencintainya? Jika kau mencintainya, kejarlah dia Harry. Jangan sampai kau menyesal untuk kedua kalinya. Apa kau rela lelaki lain mengambil dirinya seperti apa yang kau rasakan dulu? Apa kau mau hal itu terulang kembali?" Sekarang nada bicaranya sudah mulai serius. Rahangku mengeras dan aku menggeleng.

"Aku--"

"Harry, jawab aku. Sejak kapan kau menjadi pengecut seperti ini?!"

"Aku akan menjawab pertanyaanmu. Pertama, benar. Aku sangat mencintainya. Aku tidak bisa mengatakan itu dari kata-kata. Kau tahu, aku dulu sangat mencintaimu, tapi sekarang rasa itu berbeda, ini terasa lebih besar dan aku sangat takut jika ia dimiliki oleh orang lain selain aku. Asal kau tahu, aku tidak ingin kehilangan orang yang aku cintai untuk kedua kalinya."

"Jadi? Apa yang akan kau lakukan? Terjebak disini bersamaku atau kembali kedunia dan mengambil wanitamu kembali?" Ia tersenyum nakal. Ini yang aku suka darinya. Ia selalu bisa membuatku bersemangat kembali.

"Tapi, darimana kau tahu bahwa ia mencintaiku?" Ia menampilkan susunan gigi yang rapih itu dan tertawa kecil.

"Kau bilang ia mirip denganku, bukan?"

---

Mataku langsung terbuka, pengelihatanku masih sangat terbatas. Kepalaku masih sangat pusing dan aku ingin sekali memuntahkan isi perutku.

"Harry, syukurlah kau sudah sadar." Ujar seorang perempuan paruh baya yang sedang duduk di sampingku dan memegang tanganku. Ia terlihat sangat khawatir pada keadaanku. Apa aku sangat buruk?

"Dimana--" Aku membersihkan tenggorokanku yang tidak enak jika berbicara. "Dimana Ashlyn?" Tanyaku to the point.

"Ia baru saja pulang dan ia menitipkan ini padaku." Mom mengulurkan sebuah paper bag dan memberinya kepadaku. Aku meminta bantuan kepada Mom untuk membantuku berganti posisi menjadi duduk. Perlahan, aku membuka paper bag ini dan langsung melihat isi dari benda ini.

Saat aku mengambil barang itu, ternyata ini adalah baju. Bajuku yang tertinggal ditempatnya. Dan aku menemukan sebuah kertas.

Get well soon, Harry!! :)

Ashlyn x.

Aku tersenyum dan tertawa kecil. Pantas saja aku memimpikan Clarie. Ternyata memang ia datang kesini, kehadapanku. Saat aku bertemu dengan Clarie. Ironis.

"Kenapa kau tersenyum sendiri?" Tanya Mom, aku menggeleng. Mom terlalu penasaran dengan kertas yang aku pegang dan langsung mengambilnya.

"Oh, God." Ia tertawa dan terus-terusan meledekku. Aku memutarkan kedua bola mataku.

Tak lama kemudian, the boys kembali dan langsung memelukku dengan sangat erat.

"Aku harus menghubungi seseorang." Ujar Niall. Aku langsung mengangguk. Ia menelfon orang itu. Tak lama kemudian, ia kembali dengan wajah kecewanya.

"Ada apa?"

"Nothing." Ia tersenyum. Aku tak yakin tidak ada apa-apa. Aku bisa lihat dari wajahnya.

Ashlyn POV.

"Harry siuman."

Baru aku merebahkan diriku dikasur yang sangat nyaman ini, ternyata Harry sudah siuman. Syukurlah kalau begitu. Lalu tujuan Niall memberitahuku untuk apa?

"S--syukurlah kalau begitu." Ujarku. Diseberang sana terdengar riuh, mungkin mereka semua sedang bercanda.

"Apa kau ingin--"

"Tidak. Aku rasa aku tidak perlu bertemu dengannya lagi. Niall aku ingin istirahat. Bye."

Aku langsung memencet tombol merah yang tertera di layarku ini. Ternyata, efek dari kehadiranku berdampak baik. Semoga ia melihat kertas yang aku bawa.

Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Menjenguknya? Tidak, pasti akan awkward.

Aku ingin berbicara denganya, aku sangat merindukannya. Aku ingin menatap mata indahnya itu, dan merasakan bibir lembutnya untuk terakhir kalinya.

Tak lama kemudian, mataku remang-remang, dan akhirnya aku jatuh tertidur. Aku merindukanmu Harry, khususnya dekapanmu.

---

3 days later.

"James! Ayo kita berangkat."

Semenjak aku kerumah sakit, Niall tidak ada henti-hentinya menyuruhku kesana. Padahal, aku sudah menolaknya berkali-kali. Anak itu sangat keras kepala.

Perasaanku dengan Harry, aku biarkan mengalir begitu saja. Aku tak ingin memaksakannya. Aku berusaha melupakannya, tapi itu malah membuatku lebih susah untuk melupakannya. Aku hanya harus membiarkan perasaanku hilang dengan sendirinya.

"Ok, lets go!" Ujarnya dengan bersemangat. Aku tertawa kecil dan aku langsung keluar dari kamar. Tak sampai satu jam, kami sudah sampai di kantornya, memakai mobil pastinya. Ia sangat bersemangat sampai hampir menabrak mobil orang lain.

Semua karyawan langsung menyambut James. Ada satu karyawan yang membawakan sebuah berkas. "Good morning, Mr. James. Aku ingin menyampaikan tentang--" James melirik kearahku dan menghentikan orang yang sedang bicara itu.

"Sebentar. Ashlyn, kau bisa duluan."

"Baiklah."

Aku mengganguk dan aku harus tetap bersikap tidak lebih dari seorang pemimpin dan pekerja karyawan biasa.

Kau tahu, pasti akan menjadi pembicaraan yang panas jika ada seseorang yang tahu bahwa aku dan dia satu tempat tinggal. Itu akan membuatku terganggu.

Aku berjalan sendirian kearah lift dan aku memencet tombol 5 untuk mengambil berkas-berkasku yang tertinggal dilantai 5. Lalu aku harus kembali ke lantai 3 lagi. Aku lupa, aku berkerja di perindustrian musik. Sam bilang, ada seseorang yang terkenal akan mengunjungi kantor ini.

Seterkenal orang itu, aku tidak akan mengenalnya. Selena Gomez saja aku tak tahu yang mana. Harry bilang, dia mantan dari seorang artis bernama Justin Bieber. Bahkan aku tidak tahu Justin Bieber itu yang mana. Aku sangat kurang update. Ya, memang.

Lift sudah menunjukan angka 5 dan pintu lift terbuka. Aku memalingkan kepalaku dari memandang lantai menjadi memandang lurus. Aku langsung menelan ludahku.

No way!

Kenapa dia ada disini?! Ini sangat awkward. Tuhan, dia tetap melihat kearahku. Aku harus mengabaikannya.

Aku melewatinya dengan acuh tak acuh. Tiba-tiba saja ia menarik tanganku dengan sangat kuat. Aku mencoba untuk tidak melihatnya.

"Ashlyn." Ia menarik tanganku sehingga tubuhku ikut terbawa kedepan tubuh tingginya itu.

Suaranya dan gegamannya yang khas membuatku ingin memeluk erat tubuh nya, tetapi rasa ego didalam tubuh ini tak bisa disembunyikan ketika bertemu denganya.

"Ashlyn, aku--"

Aku tetap terdiam. Dia selalu membuat aku terdiam seperti ini, selalu membuatku tak berkutik, dan sangat membuatku lemah. Selalu lemah.

"Aku minta maaf."

Aku sudah memaafkanmu lebih lama dari yang kau kira, walau belum semuanya kumaafkan.

"Aku sudah memaafkanmu Harry, aku harus pergi." Aku sibuk melepaskan tangannya. Aku langsung melewatinya. Dia memanggil namaku lagi.

"Ash,"

Sebutan yang paling aku suka darinya, hanya darinya.

"Terimakasih, kau sudah mengembalikan bajuku."

Aku terdiam dan langsung berjalan kembali. Aku tak menoleh kebelakang. Tapi saat aku menoleh, ia sudah tak ada.

Jadi, tak ada perjuangan apapun? Aku salah mengira ternyata. Aku kira, dia mempunyai perasaan yang sama. Aku kira, dia mencintaiku seperti aku mencintainya. Salah, aku salah menduga. Lucu sekali hidup ini, ya? Aku tak mengira akan seperti ini.

Aku mengambil berkas-berkasku dan langsung kembali bekerja.

----

08.30 PM.

Aku merentangkan tanganku dan membereskan berkas-berkasku yang sudah ku selesaikan hari ini. Leganya, semua pekerjaanku sudah selesai.

Otot-otoku sangat pegal karena duduk sangat lama didepan komputer yang memunculkan angka-angka yang harus aku hitung.

"Sudah?" Aku mengganguk. Yap, aku pulang bersama James lagi, selalu.

"James, aku bertemu dengan--"

Aku menggantungkan kata-kataku saat aku dan dia sedang perjalan keparkiran.

Dia menoleh dan mengkerutkan dahinya.

"Dengan?"

Ia sudah membuka kunci mobilnya. Aku berniat bercerita di mobilnya, tapi sepertinya Tuhan tak berpihak kepadaku.

"Ashlyn?"

Sialan. Suara itu, kenapa dia harus memanggil namaku?

"James, what should I do?" Aku menelan ludahku, aku mengumpat dibelakang punggungnya. Aku melihat Harry menampakkan wajah herannya.

"Just relax, it'll be fun." Bisiknya kepadaku. Aku terdiam dan mulai melihat mereka semua berbicara.

"Hey, mate! Sudah lama kita tak bertemu, apa kabarmu?" Ujar James dengan nada yang memancing untuk membuat Harry marah. Aku menggempalkan tanganku dibaju James ini.

"Cukup baik." Aku melihat wajah Harry yang sudah mulai jengkel.

"Oh, bagus. Bagaimana dengan jalang-jalangmu? Apa baik? Oh, apa kau sudah melupakan mereka semua?"

"James..." Ucapku berbisik sangat pelan kepada James.

"Baik, yeah aku melupakan mereka." Ujar Harry yang tak mau kalah dengan nada bicara James.

"Apa kau tak ingin menanyai kabarku?"

Suasana ini semakin panas.

"Untuk apa? Aku tak butuh itu."

"Bagaimana dengan perempuan ini?" James menarikku keluar dari belakang, tubuhku yang mungil ini memang tak kelihatan dibalik punggungnya yang kekar itu.

"Ashlyn? Kau--"

Aku menunduk. Memejamkan mataku sebentar dan menatapnya dengan seluruh kekuatan yang aku sisakan untuk ini.

"Apa yang kau lakukan?" Ia mau menarik tanganku, tapi aku mundur sehingga James mengibaskan tangannya.

"Dont touch my girl, man." Ujar James. Aku melebarkan mataku dan sedikit terkejut dengan apa yang ia katakan.

Harry terlihat sangat kesal dan sangat jengkel kepada kami berdua. Ia hanya mendengus dan tertawa hambar.

"Apa kau bercanda? She is not even yours! She is mine!"

Aku lebih terkejut dengan apa yang Harry lontarkan. Kenapa ini semakin rumit? Sepertinya aku harus bertindak. Aku menelan ludahku dan menatap mata hijaunya itu.

"Hold up. Did I ever told you earlier if I was your fucking girlfriend?" Ujarku dengan amarah yang menggebu-gebu.

"Apa sudah jelas Mr. Styles?" Ujarku.

Harry memutarkan kedua bola matanya. Aku mulai kehilangan kesabaranku.

"Jadi, kau tak akan bisa menyentuhnya seperti ini, right?" James mulai menggenggam tanganku. Aku menunduk. Sebenarnya, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.

"Oh, atau memeluknya dari belakang?"

Harry sudah mengepalkan tangannya dan mulai mengatur kesabarannya. Aku mengisyaratkan, jangan berbuat yang aneh-aneh pada James or Max or whatever.

"Atau mengelus rambutnya, semuanya sudah menjadi milikku, Styles. Kau kalah dariku untuk kedua kalinya." Ujar James menampilkan senyuman liciknya kepada Harry. Aku menutup mataku. Aku tak tahu apa yang akan Harry lakukan jika James memperlakukan seperti ini.

"Dan satu lagi,"

"Kau takkan bisa mencium bibir lembutnya ini, Harold."

James mulai mendekatkan wajahnya dengan wajahku, aku menggeleng. Tapi sepertinya dia kehilangan kesadarannya bahwa ini hanya pura-pura. Harry diam dengan emosi yang meluap-luap.

Buk!

Satu tonjokkan membuat James terjatuh di tanah. Aku melihatnya tak percaya. Aku takut untuk melerai pertengkaran ini.

"Don't touch her." Ia mengepalkan tangannya dan memukulnya berkali-kali, membuat aku mundur dan menggeleng. Aku tidak bisa melihat ini semua.

"Max, apa kau belum puas mengambil Clarie dariku? Apa kau ingin Ashlyn juga? Hah?!"

Aku terkejut dengan apa yang Harry katakan. Apakah ia mencintaiku?

"Bukan aku yang merebutnya, tapi kau membuangnya begitu saja."

James memukul pipi Harry dengan keras. Aku hanya melihatnya dari jarak yang tak jauh dari pertarungan mereka.

"Apa kau pernah berfikir apa yang Ashlyn rasakan? Apa kau pernah berfikir sedikit saja bahwa ia menderita atau bahagia bersamamu?" Harry terdiam, dan James berhasil membuat Harry berfikir.

Aku tak bisa melihat ini, aku harus pergi. Benar, aku harus pergi.

Harry POV

Aku termenung pada apa yang Max katakan kepadaku. Apakah Ashlyn bahagia bersamaku? Apakah malah sebaliknya?

Kata-kata Ashlyn yang sudah membuat aku terusuk. Perlakuan Max yang brengsek itu masih sama seperti 3 tahun lalu. Kenapa ia tidak berubah? Kenapa ia masih menginginkan apa yang aku inginkan? Apa dengan kasih sayang yang terbelah dua dari Clarie belum cukup?

"Hey dude, ada apa?" Ujar Clarie, aku melihatnya dari kejauhan. Ia bersama Max.

"Aku ingin berkata sesuatu yang penting, Clarie."

"Omonganmu selalu tak penting, bilang saja kepadaku." Aku mulai mencurigai kalau Max mempunyai perasaan yang lebih dari seorang teman.

"Aku mencintaimu, Clarie. Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik lebih dari Harry."

Aku sudah menduganya, Clarie terdiam. Ia seperti tak mengerti apa yang sedang Max katakan, lalu ia tersenyum.

"Aku juga, tapi bagaimana ya. Aku lebih mencintai Max. Aku mencintai Harry dan kau. Konyol, kan? Bagaimana jika aku membagi dua rasa sayangku kepadamu dan Harry?"

Saat itu rasanya aku ingin memukul Max dan tak ingin melihat wajahnya setiap hari. Mulai dari sana, Max mulai merebut semua kebahagiaanku.

"Kenapa diam?! Hey, sadar sekarang?" Suara lelaki itu memcahkan pikiranku tentang clarie. Aku melihat Max dan beralih pada Ashlyn yang sudah tidak ada ditempat lagi.

"Kemana Ashlyn?" Max yang tadinya menjambak kerahku langsung melepaskannya dan mendorongku jatuh."

"Dia--"

"Aku harus mencarinya."

Ia tersenyum licik. Aku tahu, pasti ia ingin memberi tahu sesuatu yang gila.

"Ok,mungkin mulai sekarang aku akan bertingkah lebih dewasa."

"Apa maksudmu?"

"Mari bersaing dengan sehat Harry." rahangku mengeras seketika. "Siapa yang paling cepat menemukan Ashlyn, ia akan menjadi hak milik orang itu, deal?"sambungnya sambil mengangkat tanganya untuk bersalaman denganku.

"Dia bukan barang yang bisa seenaknya kau jadikan bahan taruhan, brengsek!" Aku menonjok pipinya untuk kesekian kalinya.

"Calm down. Aku hanya mengajakmu, Harry."

"Cih! Aku akan mencarinya lebih cepat dari yang kau pikirkan, James." Aku mengambil motorku dan langsung menancap gasku tanpa aba-aba. Aku meninggalkan lelaki brengsek itu sendirian.

Bagaimana jika ia dirampok?

Jika ia dibawa oleh orang yang tidak mempunyai otak?

Kenapa dia sangat bodoh, pergi sendirian?

Sejak kapan dia menjadi sangat penakut seperti itu?

Aku memaki diriku sendiri, fuck. Aku menjadi lebih khawatir dari sebelumnya.

Ashlyn, ayolah. Kau ada dimana? Aku melewati jembatan yang sudah sepi karena ini sudah malam. Sekarang, motor sialan ini mati.

"Fuck!" Aku menendang motor ini dan menghentakkan kakiku ketanah. Sial.

Bagaimana jika Ashlyn disakiti?

Tak lama dari kejauhan, aku melihat seorang perempuan yang sedang duduk di bangku didepan danau. Aku mengenali rambut itu walau pengelihatanku di waktu malam hari sangat buruk. Tapi jika itu Ashlyn, berarti mataku tak seburuk apa yang aku pikirkan.

Aku memberanikan diriku untuk memanggil namanya.

"Ashlyn?"

Ia menoleh, aku tak menyukainya. Aku tak menyukainya saat ia seperti ini.

Ia menangis
-
-
A/N :Hi, silent readers is killing us ,anyway makasih yang udah vote + comments terus :")

A&P.

You are reading the story above: TeenFic.Net