19

Background color
Font
Font size
Line height

Song for this Chapter :
Forever and Always - Taylor Swift

----
Harry POV

Semua sudah terlihat sangat kacau. Entahlah, sudah berapa botol vodka yang  aku minum malam ini. Mengapa Tuhan tidak adil? Semua kejadian buruk dilimpahkan kepadaku.

Pertama Ayahku, kedua Ibuku, ketiga Ashyln. Mengapa engkau rencanakan semua ini kepadaku? Aku berteriak sambil melempar botol vodka ku yang berada di tangan ke dinding putih tepat di depanku.

Dan kurasakan beberapa pasang mata mengarah kepadaku, tapi aku tidak mempedulikannya. Kepalaku sangat pusing dan pandanganku sudah setengahnya kabur. Tak lama kemudian, badanku sudah berada di lantai.

Sekumpulan orang sudah banyak yang membantuku dengan memegang lengan dan bahuku untuk membangunkanku. Ingin sekali rasanya meneriaki semua orang yang telah memegang badanku, tapi karena efek alkohol yang sangat berat, aku masih tidak bisa berteriak.

Berkali-kali aku mencoba untuk bangkit, tapi rasanya seluruh badanku terasa seperti lumpuh. Kurasakan suara orang-orang disekitarku semakin banyak.

"Holyshit, Harry!"

Kudengar seseorang berteriak setelah melihatku dengan keadaan seperti ini. Dari aksennya saja, itu sudah cukup jelas bahwa itu Niall. "Seseorang, tolong bantu aku mengangkat tubuh ini ke dalam mobilku!" Teriak Niall.

Dan aku merasakan tiga atau empat orang sedang menopang tubuhku keluar dari klub ini. Aku hanya bisa terdiam dan lama-kelamaan semuanya terlihat hitam.

Ashlyn POV.

"Harry membutuhkanmu."

Entahlah, kenapa rasanya ada sesuatu yang aneh dengannya? Mengapa dia membutuhkanku lagi setelah ia meninggalkanku?

"Tapi maaf, aku tidak bisa bertemu denganya. Masih banyak pekerjaan yang harus aku urus." Jawabku masih berbicara via telephone dengan Niall.

"Ash, ini lebih dari biasanya. Semakin hari ia semakin bertingkah yang tidak benar."

"Mengapa harus aku?"

Melihat aku yang sedang serius menerima telepon, kulihat ia berjalan menghampiriku.

"Who's that? " Ucapnya yang tiba-tiba berada di sampingku dan kemungkinan besar Niall pasti mendengarnya dengan jelas.

"Ash, apakah ada orang lain disana bersamamu?" Ucap Niall di ujung telepon.

Shit.

"Ya, dia hanya teman dekatku disini." Jawabku.

"Oh, jadi apakah kau mau menemui Harry? Aku akan mengirimkan alamat rumah sakit nya."

"I don't know, I'll call you back. Aku sedang sibuk, bye." Dengan cepat aku langsung melemparkan telepon dan tubuhku ke sofa yang berada di belakangku. Aku memejamkan kedua mataku dan menghembuskan nafas.

"Who's that?" Tanya James lagi sambil berdiri tepat di depanku. "Niall." Jawabku singkat.

"What?, Niall from One Direction?"

"Who else, James!"

"Oh, aku baru ingat jika kau memang dekat dengan mereka." Jawabnya sambil terkekeh, menampilkan seluruh giginya yang rapih.

Aku hanya memutarkan kedua bola mataku. "Hm, James. Bolehkah aku menanyakan sesuatu kepadamu?"

"Anything, bukanya kau memang selalu bercerita kepadaku?"

Aku membenarkan posisi dudukku dengan menghadapnya. "Jika kau mempunyai perempuan yang sangat kau cintai, dekat denganmu sampai selalu menghabiskan waktu luangmu bersamanya dan tiba-tiba entah kenapa dia menjauh dari kehidupanmu, tapi suatu ketika ia membutuhkanmu, apakah kau mau menemuinya kembali?"

"Tentu aku akan menemuinya kembali."

"Why?"

"Karena aku yakin dia masih mempunyai rasa yang sama denganku." Jawabnya dengan ringan. "Apa yang membuatmu sangat yakin?" Tanyaku dengan penasaran.

Ia mengangkat tangannya lalu menunjuk dadanya dengan jari telunjuknya dan menampilkan muka yang dramastis, "Here." Ucapnya dengan suara yang dibuat-buat layaknya di sinetron tv.

"Sialan. Aku bertanya dengan serius, Max James. Kau ini memang teman yang tidak berguna." Ucapku sambil melemparkan bantal kearah mukanya, sayangnya melesat.

"Just talk to me, Ashlyn. What happened?" Ujar James sambil mengambil bantal yang jatuh di lantai.

"Umm, Harry ingin menemuiku lagi." Jawabku sambil menatap keluar dari jendela apartment James.

"So, what's the problem? Kenapa kau tidak mau menemuinya?" Jawabnya sambil menatapku, tapi aku tidak menatapnya balik. Melainkan hanya tetap memandang gedung-gedung bertingkat lewat kaca balkon yang berada di hadapanku.

"Menurutmu, apakah aku harus pergi menemuinya atau tidak?"

"For a God's sake Ashlyn, just go!" Jawab James dengan sangat antusias. Aku menoleh kearahnya, lalu tersenyum.

"Tapi kau harus menemaniku." Ucapku sambil mendekatkan mukaku kepadanya. Saat ia sedang mengeluarkan satu kata, aku langsung memotongnya. "Please James, please..." Aku menatap matanya dengan tampang sangat memohon.

Ia tampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya. "Okay." Ucapnya dan aku langsung memeluknya, "Ah, you're the best friend in the world." Aku memeluknya sangat erat sehingga ia mencubit pipiku dengan keras.

"Tidak usah berlebihan seperti itu, Ash." Ucap James saat hendak bangkit dari sofa. Aku hanya tertawa kecil lalu berjalan mengikutinya. "Sebaiknya kita pergi sekarang." Ujar James sambil mengambil kunci mobilnya yang berada di gantungan kunci.

"Wait, I'll be right back." Teriakku sambil berlari kearah kamarku dan mencari-cari barang yang harus ku bawa untuk Harry.

"Ashlyn, cepat!" Teriak James dari ruang tengah. "Okay, okay. I'm ready." Teriakku balik dari kamar.

Setelah itu, aku dan James segera menuju rumah sakit yang Niall berikan alamatnya berberapa menit yang lalu.

--------

Setelah tiba di depan rumah sakit, ponsel milik James berbunyi. Dengan segera ia mengangkatnya.

"What, mengapa harus sekarang?" Jawabnya lewat telephone. "Ok,aku akan segera kesana." Lalu ia memutuskan sambungan telephone nya.

Aku hanya melihatnya sibuk dengan ponselnya sendiri. Sepertinya ia menyadari pandanganku. Ia memasukkan kembali ponsel itu kedalam saku celana nya lalu tersenyum miris.

"What happened?"

"I'm so sorry Ashlyn, aku tidak bisa menemanimu sekarang karena kebetulan sekali aku ada meeting mendadak. Mungkin lain kali saja. Aku akan menjemputmu!" Ucapnya, membuat hatiku merasa tidak nyaman. Bagaimana bisa aku nanti berada di sana sendiri?

"Ya sudah, kau pergi uruskan pekerjaan sibukmu itu. Aku akan baik-baik saja."

"Okay, sekali lagi maafkan aku Ashlyn." Ia tersenyum kepadaku lalu pergi berjalan kembali kearah pintu keluar. Dengan tekad yang kuat, aku berjalan menuju lift lalu menekan tombol lantai yang ingin aku tuju.

Setelah sampai di lantai yang ku tuju, aku berjalan melewati pintu pintu ruangan kamar rumah sakit. Setelah lama berjalan, aku melihat empat orang lelaki sedang duduk di kursi lorong. Aku segera mendekatinya dan ternyata benar, itu mereka.

"Ashlyn! Akhirnya kau datang juga" Liam berteriak kearahku sambil melebarkan lengannya, membuat tiga lelaki lainya yang sedang duduk pun menengok kearahku.

Aku segera menerima pelukan hangat dari the boys. Saat hendak memeluk Louis, ia hanya mengeluarkan satu tangan nya untuk berjabat dan akhirnya aku hanya menjabat tanganya saja. Entahlah, mungkin ia sedang tidak mood.

"Langsung temui saja Harry di dalam." Ucap Louis dengan nada yang dingin dan sedikit jengkel. Dengan Louis yang berbicara seperti itu, the boys pun menegurnya dan aku langsung melerai mereka yang sedang beradu mulut.

"Hey, this is hospital guys." Dengan begitu pun mereka langsung membungkam mulut mereka masing-masing.

Aku mengetuk pintu kamar Harry lalu berjalan masuk ke dalam. Terdapat satu wanita paruh baya dan wanita cantik yang sedang tertidur di sofa berwarna coklat itu.

Aku menaruh bingkisan untuk Harry di atas meja kecil di samping kasurnya. Sepertinya diantara mereka menyadari keberadaanku.

"Ashlyn?"

Dengan cepat, aku menoleh ke asal suara. Aku tersenyum melihat Anne dan Gemma yang baru saja terbangun karena kehadiranku.

"Hey, Mrs. Anne and Gemma." Ucapku dengan suara kecil.

"Ashlyn, apakah kau baik-baik saja?" Ia memegang kedua pipiku dan kedua lenganku lalu kembali lagi ke pipi. Ia memelukku dengan erat sebentar, lalu ia melepaskannya lagi.

"Aku sangat meminta maaf atas sifat Harry yang memang agak sering berubah saat ini." Ucapnya, pandangannya tak lepas dari anak lelaki kesayangnya yang berbaring di kasur.

"Aku tahu, aku mengerti. Mungkin saat ini dia sedang dalam banyak masalah di hidupnya." Jawabku, pandanganku beralih kepada Gemma yang berada di belakang Anne sedari tadi.

Aku langsung memeluknya lalu tersenyum kepadanya, ia tersenyum balik kepadaku dengan kedua dimplesnya yang mirip dengan Harry.

"Mom, sepertinya ia butuh waktu untuk bersama Harry." Ujar Gemma tiba-tiba. Aku hanya membulatkan mataku kepada Gemma, "Apakah itu tidak apa-apa jika aku tinggalkan kau sendiri disini?" Tanya Anne kepadaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan mereka pun pergi dari kamar ini.

Pandanganku hanya beralih kepada seseorang yang masih memakai masker oksigen dan tali infusan yang masih terpasang di pergelangan tanganya.

Aku hanya tersenyum miris melihatnya berjuang tanpaku. Ia selalu mengontrol emosinya dengan cara ia sendiri, entah minum berberapa botol sampai ia mabuk.

Aku duduk di kursi disebelah ranjang Harry, melihat seluruh inci mukanya yang sempurna. Aku mengangkat tanganku untuk menyingkirkan rambut keritingnya dari dahinya.

"Hi Harry, I'm here. Please don't worry about me anymore, you have a lovely friends, family, and fans. So, don't make them disappointed to see you like this." Ucapku kepadanya, entah ia mendengarnya atau tidak, aku tidak peduli.

Air mataku menetes setiap aku melihatnya dalam keadaan seperti ini. Tapi dengan segera, aku langsung menghapus air mataku lalu tersenyum kearahnya. Aku mencium dahinya lalu mengusap pipinya yang mulus, "I love you, always."

Setelah beberapa lama aku berbicara sendirian didepan tubuh yang sedang terbaring ini, akhirnya aku memutuskan untuk pulang karena sekarang sudah mulai malam.

"Anne, aku harus pulang." Aku tersenyum kepadanya, ia bangun dari sofa.

"Apa perlu aku antarkan? Kau pulang dengan siapa, hun?"

"Aku bersama temanku." Ujarku.

"Baiklah. Hati-hati, Ash."

Hanya anggukan dariku untuk menjawabnya. Aku mengambil tasku dan keluar dari rumah sakit. Sudah terpampang jelas mobil James yang berada diparkiran. Orang itu sedang bermain ponselnya didalam mobil. Aku langsung masuk dan menghela nafas panjang.

"Sudah?" Tanyanya sambil menaruh ponselnya dan menyalakan mobil.

"Hm."

"Bagaimana keadaannya? Makin memburuk? Atau...."

"James..." Aku melihatnya dengan tatapan sinis. Aku sudah tahu arah pembicaraannya. Ia tertawa kecil dan langsung menancap gas.

"Sorry."

----

Saat aku sudah berada di apartment, 5 menit yang lalu, aku merebahkan tubuhku dikasur yang empuk ini. Tiba-tiba saja Ponselku yang berada di tasku bergetar,

"Hallo?"

"Ashlyn?"

"Yeah?"

"Harry siuman."






















You are reading the story above: TeenFic.Net