Lt. Jeong Eun Kyeong - Dr. Heo Joon Jae

Background color
Font
Font size
Line height

- Haeju, Korea Utara

Terik matahari menyinari kota Haeju siang itu. Membuat jalanan sepi karena sebagian orang lebih memilih berada di dalam rumah. Tak terkecuali Markas Militer Haeju, seorang wanita terlihat duduk dan bercanda bersama banyak pria didepan meja bundar. Gelak tawa terdengar sampai ke ruangan Kapten Choi Ji Taek. Pemilik ruangan itu sedang pergi ke Pyongyang untuk menghadiri rapat militer tahunan. Tak heran jika prajurit tentara memanfaatkan waktu dengan bermain kartu.

Jeong Eun Kyeong adalah seorang tentara wanita. Dia sebelumnya pernah ditugaskan di Korps Wanita Angkatan Darat pada 2014. Eun Kyeong kemudian mengabdi di pasukan khusus '608th Special Mission Battalion' serta pernah menjalani karir di Komando Pasukan Gabungan.

'608th Special Mission Battalion' adalah unit khusus pasukan tempur terbaik Korea Utara. Tidak semua orang bisa masuk ke dalamnya, anggota dari masing-masing kesatuan angkatan harus menjalani seleksi ketat.

Di antaranya bertarung dalam danau es, berjalan di batu tajam sambil tangan terikat di belakang. Saking ganasnya mereka dijuluki sebagai Harimau Putih. Pasukan ini banyak ditempatkan di garis paling depan untuk bertempur dengan para militan.

Untuk menjadi seorang tentara terbaik di medan perang, tidak peduli pria atau wanita akan diperlakukan sama. Jeong Eun Kyeong terbukti dengan prestasinya selama ini menjadikannya seorang Letnan dengan 4 prajurit berada dibawah perintahnya, Park Kwang Beom, Kim Ju Meok, Jung Man Bok dan Geum Eun Dang. Dia dan tim-nya dijuluki dengan nama 'Zero Team'.

Zero Team diambil dari angka 0. Meskipun biasanya angka 0 dikatakan tak mempunyai arti, sebenarnya nol punya kekuatan hebat. Zero Team berada di depan garis perang namun tak terlihat oleh musuh. Pasukan tentara yang berada di garis paling depan memegang tanggungjawab sangat besar.

Meski seorang wanita, Jeong Eun Kyeong mampu memimpin teamnya yang semua beranggotakan pria. Dia sangat tegas dan disiplin terhadap bawahannya, namun disisi lain dia juga bisa lembut, tak heran jika prajurit-prajurit itu menaruh hormat tapi juga bisa bercanda dengan atasannya.

"Bingo!"

Jeong Eun Kyeong melempar kartu terakhirnya, melipat kedua tangannya didepan dada dan menebar senyum penuh kemenangan.

"Wah ini tidak adil, Letnan Jeong selalu menang" protes Park Kwang Beom

"Letnan Jeong pasti bermain curang" kata Kim Ju Meok

"Ya!!....kalian yang kalah kenapa menyalahkanku? Mau kuhukum?" tantang Jeong Eung Kyeong

"Sudah..sudah..Ini waktu yang indah untuk kita beristirahat karena tidak ada Kapten Choi, tapi kalian malah bertengkar" kata Geum Eun Dong

"Permisi Letnan Jeong, aku akan membuat kopi sebentar. Apa kau mau?" tawar Jung Man Bok yang diiringi anggukan tanda setuju dari Jeong Eun Kyeong

"Yah! Mengapa kau tidak menawariku?" sahut Park Kwang Beom

"Kau masih punya tangan kan?" kata Jung Man Bok sambil berlalu

"Saekkiya!!" Park Kwang Beom melempar gumpalan kertas kearah Jung Man Bok tapi tidak mengenainya

"Kurasa kita harus berlatih lagi, pelurumu tidak tepat sasaran" lirik Jeong Eun Kyeong yang disertai keluhan dari anak buahnya

--

-Rumah Sakit Militer Daejon, Korea Selatan-

Sebuah lampu menyala merah di atas pintu ruang operasi. Lampu merah menandakan keberadaan pasien didalam dan lampu hijau berarti ruangan sedang kosong.

Ruang tunggu dipenuhi keluarga pasien yang tengah menjalani operasi. Hal yang bisa dilakukan oleh mereka hanya duduk sambil berdoa dan berharap dengan cemas.

Tim dokter dan pria paruh baya menuju ruang bedah itu. Pasien yang didiagnosa mengalami penyumbatan pada pembuluh darah arteri jantung ini harus segera dilakukan operasi bypass jantung.

Operasi kali ini dipimpin oleh Heo Joon Jae dan dibantu oleh Dokter Jang Ye Rim.

Dokter Jang adalah dokter residen di bagian anestesiologi, dia sedang menyuntikkan bius melalui infus yang tersambung pada tubuh pasien.

Dokter Heo Joon Jae mengangkat kedua tangannya dan seorang perawat membantu memakaikan sarung tangan dan kacamata mikroskop padanya.

"Pasien mengalami penyumbatan pembuluh darah dan untuk meningkatkan sirkulasi peredaran darah di pembuluh darahnya kita akan melakukan bypass jantung"

"Baik dok!" jawab mereka serempak

"Mari kita mulai"

"Scalpel..."

Tanpa menoleh dan matanya hanya fokus pada pasien, perawat memberikan pisau bedah untuknya. Heo Joon Jae membuat sayatan di bagian tengah dada dan membuka tulang rusuk agar bisa memiliki akses ke jantung.

Waktu berjalan selama satu jam. Matanya secara bergantian menatap isi tulang rusuk dan monitor kontrol didekat pasien.

"Cepat hubungkan pasien dengan mesin VAD (ventricular assist device), jantungnya tidak cukup kuat untuk memompa oksigen!"

"Baik dok!"

Butiran keringat muncul di dahi Heo Joon Jae dan dengan sigap seorang perawat mengelap keringat itu.

Setelah layar monitor pasien cukup stabil, Heo Joon Jae mengecek dada, tangan hingga kaki pasien untuk mencari vena yang cocok.

"Scissors"

Seorang perawat memberinya gunting. Dia mengambil sepotong vena yang sehat dari pergelangan tangan pasien.

"Clamp"

Heo Joon Jae memasang potongan vena ke arteri koroner, tepat di atas dan di bawah area penyumbatan. Hal ini memungkinkan darah untuk mengitari sumbatan.

"Dokter Heo! Muncul bercak merah di kaki dan tangan pasien" seru Dokter Jang

Heo Joon Jae segera memeriksa ruam yang ada di lengan pasien

"Bercak merah dan ruam ini seperti alergi..." gumam Heo Joon Jae

"Obat bius apa tadi yang kau berikan?"

"Lidocain" jawab Dokter Jang

"Segera pasang monitor, berikan injeksi epinefrin secara intramuskular!"

"Injeksi epinefrin? Bukankah itu sangat membahayakan pasien?" tanya Dokter Jang

"Tidak ada pilihan lain! Pasien mengalami anafilaksis itu hanya bisa diobati dengan injeksi epinefrin"

Dengan cekatan Dokter Jang melakukan apa yang diperintahkan oleh seniornya itu. Tekanan jantung pasien semakin cepat untuk beberapa saat dan kembali stabil.

Ruam merah di tubuh pasien perlahan menghilang. Heo Joon Jae dan timnya bernafas lega. Dia melanjutkan pembedahannya.

"Heol. Aku hanya perlu satu tembakan"

Saat potongan vena sudah disambungkan, Heo Joon Jae memastikan bahwa pembuluh darah tambahan tersebut sudah bekerja dengan semestinya.

"Hentikan mesin VADnya"

Ketika seorang perawat mematikan mesin VADnya, kedua bola mata Heo Joon Jae tampak serius mengamati pasien dan monitor dihadapannya.

"Berhasil!"

Perasaan lega menyelimuti mereka yang ada didalam ruang bedah.

"Dokter Jang tolong kau selesaikan ini" kata Heo Joon Jae

Langkah terakhir adalah menjahit kembali sayatan dan memberikan perban. Hal ini boleh dilakukan dokter muda dengan pengawasan Heo Joon Jae selaku dokter yang bertanggungjawab atas operasi tersebut.

Seusai operasi bypass jantung, Heo Joon Jae memasukkan saluran berupa tabung ke dalam tenggorokan yang berperan untuk membantu pernapasan.

"Awasi selama 24 jam di ruang ICU. Kabari setiap saat kondisinya padaku" kata Heo Joon Jae diikuti anggukan perawat disebelahnya

Seorang perawat wanita membantu melepaskan sarung tangan dan kacamata mikroskop milik Heo Joon Jae.

Operasi berlangsung lancar selama 4 jam dan Heo Joon Jae melangkah keluar ruang operasi. Lampu ruang bedah kini berwarna hijau disertai pasien yang didorong menuju ruang ICU.

"Dokter Heo Joon Jae, anda dipanggil oleh pimpinan" kata seorang perawat yang berpapasan dengan Heo Joon Jae

"Katakan padanya aku akan menemuinya 30 menit lagi"

Heo Joon Jae masuk ke ruang kerjanya, dia melepas jas putih miliknya dan membuangnya ke atas meja. Pikiran dan tenaganya sangat lelah setiap kali selesai melakukan operasi.

Dia menyenderkan punggungnya di kursi dan memejamkan mata sebentar sebelum akhirnya telepon kantornya berbunyi.

"Baiklah aku kesana" dia menghela nafas sangat panjang saat menerima telepon

Heo Joon Jae memakai kembali jas putihnya dan menuju ruang pimpinan Rumah Sakit

"Ini untukmu"

Pimpinan Rumah Sakit Militer Daejon menggeser surat berwarna putih kearah Heo Joon Jae

"Apa tugasku disini sudah berakhir?" tanya Jeo Joon Jae

"Lihat saja sendiri"

Heo Joon Jae membuka amplop itu dan membacanya. Sebuah perintah dari Korean Medical Association (KMA) untuk Heo Joon Jae bertugas untuk misi perdamaian di Israel selama 3 bulan.

"Apa semua ini?? Jelaskan pada mereka aku tidak akan pergi kesana!"

Dia melempar surat itu dan bangkit dari tempat duduknya berjalan kearah pintu

"Kau masih benci dengan tentara dan perang?" tanya pimpinan Rumah Sakit

Heo Joon Jae mengepalkan kedua tangannya sangat keras

"Baiklah jika kau tidak mau pergi. Kau harus menerima tempatmu selamanya disini. Kau tidak bisa kembali ke Rumah Sakit Seoul. Dan lebih buruknya lagi kau mendapat skorsing dari yayasan" sambung Pimpinan

Heo Joon Jae kini berada diantara dua pilihan. Jika dia tidak menuruti perintah, karirnya akan terancam. Tapi jika berangkat, ada rasa trauma dalam hidup Heo Joon Jae. Dia adalah Dokter terbaik di Rumah Sakit Seoul sebelum dia dipindah tugaskan sementara ke Rumah Sakit Militer Daejon untuk membantu dokter disana.

Mendiang ayahnya adalah seorang tentara yang gugur di medan perang karena terkena tembakan dari tentara musuh. Hal ini yang membuat Heo Joon Jae sangat membenci tentara.

Dalam hidup Heo Joon Jae, tentara mengingatkannya pada mendiang ayahnya dan juga pada orang yang membunuh ayahnya. Baginya, tentara tidak ada bedanya dengan pembunuh bayaran. Hanya saja pembunuh yang dibayar oleh Negara.

Keputusan pimpinan tentu membuat Heo Joon Jae kecewa dan dengan berat hati dia menerima tugas itu.

Tugas Alpha Team telah selesai, kini mereka bergantian jadwal tugas dengan Zero Team. Ini artinya Jeong Eun Kyong dan prajuritnya harus berangkat ke Palestina.

"Persiapkan diri kalian, minggu depan kita akan berangkat ke Palestina" kata Eun Kyeong kepada bawahannya

Seperti telah menjadi bagian dari sejarah jika Israel ingin merebut daerah Palestina dan mereka telah berperang sejak dari dulu hingga sekarang. Semua dunia mengetahui hubungan politik Korea Selatan - Amerika sangat baik, dan Amerika memberikan dukungan untuk negara Israel. Hal ini menyebabkan Korea Selatan turut membantu Israel dengan mengirim bantuan kesana.

Di sisi lain, Korea Utara dan Amerika tidak berhubungan baik, ini menyebabkan Korea Utara mendukung Palestina untuk mendapatkan kemerdekaannya dari Israel. Korea Utara sudah lama mengirim pasukan tentara untuk membantu Palestina.

Hari penugasan Heo Joon Jae tiba. Dia beserta rombongan dokter lainnya melakukan penerbangan pergi menuju Israel. Setibanya disana mereka disambut perwakilan dari Israel dan PBB. Heo Joon Jae pergi ke hotel tempat mereka menginap sebelum diberikan informasi lokasi penempatan tugas masing-masing dokter.

Di kamar Hotel yang sederhana, Heo Joon Jae mendengar suara tembakan dari kejauhan. Hidup di Negara yang berperang, suara tembakan sudah menjadi makanan sehari-hari. Heo Joon Jae tidur tidak mengindahkan berisik peluru yang saling bersahutan.

Esok harinya, Heo Joon Jae dan sesama rekan dokternya mendapat pemberitahuan jika mereka akan ditugaskan di Jalur Gaza.

"Maaf, apa maksudnya Jalur Gaza?" tanya Heo Joon Jae

"Jalur Gaza merupakan daerah perbatasan Israel dan Palestina"

"Aku tahu itu. Maksudku, apa kami harus ditugaskan disana? Itu adalah titik wilayah konflik kedua negara. Dan disana terjadi perang yang sesungguhnya" sambung Heo Joon Jae

"Benar, dan disanalah penempatan tugas kalian. Kami akan sangat berterimakasih kepada Korea Selatan" kata seorang perwakilan Israel lalu membungkuk hormat

"Aku benci perang. Ayah...aku sangat benci tentara" Heo Joon Jae bergumam dalam hatinya...

--

Jeong Eun Kyeong mengecek peluru dan senjata yang akan dia gunakan saat berjaga di perbatasan Gaza. Dia membawa nama Korea Utara untuk membantu rakyat Palestina. Para tentara Israel sering membuat ulah yang menyebabkan kedua negara bersitegang. Banyak wanita dan anak kecil tak berdosa dibunuh oleh peluru milik tentara Israel.

Zero Team telah tiba di perbatasan Gaza. Mereka berkumpul dengan tentara Palestina. Park Kwang Beom dan Kim Ju Meok mendirikan tenda pasukan untuk Zero Team. Di padang yang luas dan mereka menyalakan api unggun untuk menghangatkan tubuh mereka dari angin malam.

Sebuah pesawat milik Amerika berputar-putar didekat tempat tentara Palestina dan Korea Utara berkumpul. Karena seorang tentara Palestina merasa dia akan diserang, tanpa berpikir panjang dia melepaskan peluru kearah pesawat itu.

*dor!!!*

Semua orang terperangah dan menatap penuh cemas ke tentara tadi.

"Apa yang dia lakukan?? Kita bisa dianggap melakukan penyerangan!" teriak Jeong Eun Kyeong

"Mengapa kau bodoh sekali?" seorang tentara Palestina menampar rekannya itu

*Bumm!!* *Dor!! Dor!!*

Sebuah bom dijatuhkan didekat mereka dan disertai suara peluru dari kejauhan.

Jeong Eun Kyeong terbatuk saat pasir masuk kedalam mulutnya. Dia mencoba membuka kedua matanya. Telinganya berdenging dan tidak bisa mendengar suara apapun.

Dia mencoba berdiri namun rasa panas menjalar dikaki kanannya. Sebuah peluru bersarang disana. Jeong Eun Kyeong melipat keatas celananya, kakinya mengeluarkan banyak darah. Dia berjalan tertatih dengan memegangi kakinya.

Untuk beberapa saat dia menyadari tidak ada seorangpun disana. Dia menduga saat penyerangan dengan bom, tentara yang terluka diculik dan dibuang supaya tidak ada orang yang menyelamatkan mereka. Dan secara perahan mereka semua akan mati.

Seekor kelinci hitam misterius meloncat didekat Jeong Eun Kyeong.

"Ini tempat berbahaya, jangan kesini atau kau bisa terkena bom dan peluru" kata Eun Kyeong pada kelinci itu

Kelinci itu lalu pergi meninggalkan Eun Kyeong. Dia berjalan mengikuti jejak kaki kelinci tadi. Anehnya, meskipun Eun Kyeong berjalan tertatih sangat pelan, kelinci itu berhenti seakan menungguinya di depan.

Dahi Jeong Eun Kyeong dipenuhi keringat. Dia menggigit bibirnya sendiri untuk menahan rasa sakit. Dia merobek celananya dan mengikat kakinya yang terkena luka tembak. Semakin dia bergerak untuk berjalan, darah yang keluar semakin banyak.

Dari kejauhan dia melihat orang yang berkerumun. Bibirnya tersenyum dengan penuh pengharapan, dia semakin mempercepat langkahnya menuju mereka.

Bagai tersambar petir, Jeong Eun Kyeong menyadari bahwa kerumunan orang itu adalah tentara Israel dan Amerika. Dia mengetahui setelah melihat baju yang berbeda dengannya.

"Sial!! Aku berjalan kearah yang salah. Seharusnya aku tidak percaya pada kelinci"

Seorang tentara amerika menggunakan senter mengarahkan padanya. Dengan cepat dia bersembunyi di balik pohon. Setelah menyadari tidak ada apa-apa, tentara itu kembali ke rombongannya.

Wajah Jeong Eun Kyeong sangat pucat. Semakin banyak keringat yang membasahi wajah dan tubuhnya. Peluru panas yang bersarang di kaki kanan sangat menyakiti dirinya. Robekan celana yang dia gunakan untuk perban lukanya tidak berhasil menghentikan darah yang keluar.

"Sepertinya aku akan bertemu dengan ayah dan ibu"

Dia melihat bulan yang bersinar malam itu. Dengan meneteskan airmata menahan rasa sakit di tubuhnya dia hanya bergumam...

"Sakit sekali..."

Dr. Heo Joon Jae membersihkan tangannya didepan tenda kesehatan milik Korea Selatan setelah mengobati luka para tentara. Seekor kelinci hitam datang mengendus sepatunya.

"Hei...apa kau lapar? Tunggu disini sepertinya aku ada makanan didalam"

Kelinci itu lalu pergi dan berdiam disana, seakan mengajaknya pergi ke sebuah tempat.
Heo Joon Jae mengernyitkan dahi dan mengikuti kelinci itu melompat.

Kelinci hitam misterius itu terus melompat menjauh ke tempat sepi. Heo Joon Jae masih terus mengikutinya.

"Ya!!...kau ingin mengajakku bermain? Aku seperti Alice di negeri ajaib yang mengikuti seekor kelinci" Heo Joon Jae terkekeh

Kakinya berhenti saat kelinci hitam itu berada dibawah pohon dimana seorang tentara pingsan. Dia lantas berlari dan mengecek kondisi tentara itu.

"Nona? Nona kau baik-baik saja?"

Heo Joon Jae melihat darah yang merembes dari kaki tentara wanita itu.

"Korea utara?" gumamnya dalam hati

"Dia bisa mati disini kehabisan darah. Tapi tidak mungkin jika kubawa ke markas, mereka akan mengenalinya"

Heo Joon Jae tidak melihat kelinci itu lagi. Dia berlari ke tenda kesehatan untuk mengambil baju pasien dan kotak obat.

Dia membuka perban di kaki Jeong Eun Kyeong dan menyiramnya dengan alkohol. Eun Kyeong mengernyitkan dahi menahan rasa perih. Heo Joon Jae memberikan kain putih ke mulut Eun Kyeong.

"Nona ini akan sangat sakit, gigitlah kain ini untuk menahan sedikit rasa sakit. Jika kau berteriak, mereka bisa menangkapmu" jelas Heo Joon Jae

Jeong Eun Kyeong tidak bisa mendengar perkataan pria didepannya kini. Tapi saat pria itu menyodorkan kain ke mulutnya, dia mengerti maksud pria tersebut.

Menggunakan gunting, pisau dan pinset dia mengeluarkan peluru dari kaki Jeong Eun Kyeong. Peluru berhasil dikeluarkan dan kini kakinya diperban dengan kassa.

"Kau kehilangan banyak darah dan membutuhkan transfusi. Kondisimu juga sangat lemah. Ikutlah denganku akan kuobati hingga sembuh" kata Heo Joon Jae

Jeong Eun Kyeong hanya meringis menahan sakit dan tidak mendengar apa yang pria ini katakan. Heo Joon Jae melihat darah yang mengalir dari telinga Eun Kyeong.

"Telingamu terluka. Apa kau bisa mendengarku?" Heo Joon Jae mengeja pelan kalimatnya

Jeong Eun Kyeong menatap pergerakan bibir pria dihadapannya untuk mencerna apa yang dia katakan.

"Mengapa dia memperhatikan bibirku? Apakah dia terobsesi dengan bibir seksiku ini?" batin Heo Joon Jae

"Telingaku sakit. Aku tidak bisa mendengar apapun" kata Eun Kyeong

You are reading the story above: TeenFic.Net