Cincin Merah, Part 1

Background color
Font
Font size
Line height

Pagi itu adalah pagi yang sedikit mendung di Kota Pasuruan. Terlihat anak sekolah yang sedang tergesah-gesah mengayuh sepedanya sekencang mungkin untuk menuju sekolah. Dia bersekolah di SMAN 1 Kota Pasuruan, kota kecil di wilayah Jawa Timur. Anak itu sangat suka berimajinasi dan sifatnya sangatlah kekanak-kanakan.

"Pak, apakah sihir termasuk kedalam ilmu pengetahuan?" Dia mengangkat tangannya dan bertanya kepada Pak Ali yang merupakan guru Fisika di sekolah tersebut.

"Dasar anak bodoh, udah gede masih aja suka menghayal!"

"Gak pernah ngomong, eh sekalinya ngomong malah ngelantur."

"Bro, ini dunia nyata! Bukan dunia Harpot!"

Teman-teman sekelasnya langsung mengolok dan menertawai anak itu karena pertanyaan yang sangat tidak masuk akal. Nama anak itu adalah Richi, seorang pelajar yang paling terbully di sekolah itu, bahkan mungkin di bully di seluruh kota.

"Sudah cukup-cukup! Richi kalau bertanya yang benar dong. Ini pelajaran fisika bukan pelajaran mengarang bebas." Pak alu sangat marah atas lelucong yang dibuat oleh Richi.

Bel pulang berbunyi, Richi hendak pulang ke rumahnya yang cukup jauh dari sekolah. Kehidupannya sangatlah membosankan, kegiatannya hanya berkutat di sekolah dan rumah saja. Namun pada hari itu semua telah berubah, dia telah melakukan sebuah kesalahan fatal. Kesalahan itu adalah dia memperhatikan benda yang tidak seharusnya dia perhatikan.

"Dek hati-hati. Nanti adek bisa kesedot ke rumah itu. Hahahahahaha!" Teriak tukang becak yang lalu lalang di jalan.

Richi berhenti di depan rumah tua bergaya Belanda yang terletak di depan Taman Kota. Bangunan tersebut sangatlah tua dan berserakan. Tumbuhan yang menyelimuti tanah dan dinding rumah tersebut membuatnya semakin menakutkan. Namun bukan rumah itu yang mengusik perhatian Richi. Sebuah lampion permata indah dan berkilau seharusnya tidak ditempatkan di teras rumah tersebut. Richi sangat tertarik dengan lampion tersebut.

Namun, dia teringat teriakan tukan Becak sebelumnya. Richi langsung merinding dan mengayuh sepedanya dengan cepat. Dia melamun sepanjang perjalanan hingga harumnya masakan Mama membangunkan dia dari lamunannya itu.

"Adek gimana ni hari pertama masuk SMA?" Tanya mama sambil membawakan ayam goreng kesukaan Richi dari dapur.

"Adek diketawain teman sekelas Ma gara-gara adek Tanya Sihir itu termasuk ilmu pengetahuan apa engga?" Richi bercerita sambil makan sampai tersedak-sedak.

"Kamu sih tanyanya juga aneh-aneh." Mama Richi ikut tertawa mendengarnya.

"Ma Papa kapan pulang? Sudah 3 bulan Papa gak pulang dari Maluku. Mending kita ikut pindah aja ke Maluku."

"Papa kan sibuk adek. Kita juga sudah sering pindah-pindah. Kan adek sudah SMA. Tidak semudah itu juga bisa pindah-pindah sekolah. Keperluan adek juga banyak. Nanti uangnya bisa habis dong. Bobok dulu geh. Nanti sore kan adek minta didaftarin les lukis!"

"Tapikan adek kangen sama papa." Richi bergegas masuk ke kamarnya dan langsung tidur.

Disaat Richi mulai menutup mata dan terlelap dalam tidurnya, tiba-tiba Richi terbangun di sebuah hutan yang cukup ramai. Hutan tersebut sangatlah rindang dan di sana banyak anak-anak bermain. Tiba-tiba saja, muncul seorang gadis kecil yang memakai gaun merah. Gadis itu menggenggam erat tangan Richi dan menariknya untuk bermain bersama. Gadis itu sangatlah anggun dan cantik, Richi dibuat salah tingkah olehnya. Mereka bermain petak umpat bersama. "Tiga, dua, satu, siap atau tidak aku datang." Richi berteriak dan memalingkan tubuhnya, seketika Richhi sangat kaget dengan apa yang dia lihat.

Hutan itu menjadi kosong dan sepi, tidak ada seorangpun bermain di sana. Seketika suasana menjadi sangat hampa dan dingin. "Bruk!" Suara bola sepak yang jatuh dari langit. Suara itu membuat Richi kaget dan berlari bersembunyi di belakang pohon. Dia mengintip ke sekitar bola itu, Dia tidak melihat seorangpun di sana. Perlahan Richi memberanikan diri untuk mengambil bola tersebut.

Dia menemukan sebuah tulisan di balik bola tadi, "Aku selalu mengawasimu! Jangan sesekali coba mengalahkanku."

Richi semakin takut dan dengan refleksnya dia langsung menendang bola itu hingga masuk ke hutan yang lebat. "Bruk! Bruk!" Suara bola jatuh berkali kali. Namun, tak ada bola yang Dia lihat. Dia terus terheran-heran dengan hutan itu.

"Apa Kau ingin bermain denganku?" Suara gadis tadi mengajak Richi bermain bola.

"Iya aku mau." Seraya Richi memalingkan diri namun, apa yang Richi temui? Gadis yang mulanya sangat rupawan dan seksi kini menjadi murung dan terus menundukan kepalanya.

"Apa kamu akan bermain?" Gadis itu berbisik kecil dengan terus menundukan wajahnya.

"Kamu kenapa?" Richi bertanya sambil memegang tangan gadis itu.

Tetes air berwarna merah jatuh dari baju gaunnya yang berwana merah. Halitu membuat Richi semakin penasaran. Tangan gadis tadi menjadi dingin dan putihpucat. Otot tangan yang membiru terlihat dari sekujur tubuhnya. Hutan itumenjadi berangin dan gelap berselimut kabut yang tebal. Beberapa burung terbangmenjauh dari tempat mereka berada.

You are reading the story above: TeenFic.Net