6. Demonstrasi Dari Penjebakan

Background color
Font
Font size
Line height

ᗪᗴᑕᗴᑭTIOᑎ

ᵗⁱⁿᵈᵃᵏᵃⁿ ᵐᵉⁿⁱᵖᵘ ˢᵉˢᵉᵒʳᵃⁿᵍ ᵃᵗᵃᵘ ˢᵉᵏᵉˡᵒᵐᵖᵒᵏ ᵒʳᵃⁿᵍ ᵈᵉᵐⁱ ᵐᵉⁿᵈᵃᵖᵃᵗᵏᵃⁿ ᵏᵉᵘⁿᵗᵘⁿᵍᵃⁿ ᵖʳⁱᵇᵃᵈⁱ.

○●○

Dentuman dari musik up-beat yang membangkitkan semangat, ikut menarik perhatian murid-murid yang menonton demonstrasi ekstrakurikuler cheerleaders. Atraksi dari kelenturan tubuh mereka berhasil mengundang tepuk tangan, Niera akui perlu lebih dari wajah cantik untuk masuk ke cheerleaders.

Setelahnya, ekstrakurikuler basket tampil dengan menunjukkan teknik-teknik basket. Sejujurnya menurut Niera penampilan mereka membosankan, berbeda saat terjun langsung ke pertandingan. Namun, penampilan mereka diselamatkan oleh  wajah-wajah yang menjadi incaran adik kelas perempuan.

Demonstrasi selanjutnyalah yang Niera tunggu-tunggu, bahkan ia mengendap-endak keluar untuk melihat atraksi bendera semaphore dari pramuka, baris-berbaris yang seakan seirama antara gerak dan ketukan sepatu dari anggota paskibraka, dan akting serta properti dari teater.

Namun, ketika ekstrakurikuler teater selesai menunjukkan drama mereka, Niera segera kembali ke belakang panggung untuk ikut melakukan pengecekan ulang terhadap anggota jurnalistik lainnya. Urutan penampilan mereka ada di nomor ketujuh, setelah ekstrakurikuler kesenian yang kini sudah memulai demonstrasi mereka.

"Maksudnya apa-apaan sih, kita tampil kesepuluh?"

"Meskipun kalian anak OSIS sebagai panitia MPLS, tetap gak bisa seenaknya ubah jadwal, dong!"

"Sia kumaha, sih? Ngatur acara téh nu bener atuh!"

Perdebatan sengit antara seorang anggota OSIS dengan Firza serta ketua divisi dokumentasi dan koresponden menarik perhatian Niera. Baru saja kembali ke belakang panggung, telinga disapa dengan nada tinggi dari pihak jurnalistik. Meskipun Niera tidak tahu apa yang terjadi, tetapi pasti anggota OSIS tersebut membuat perubahan jadwal yang tak disukai ketua-ketua jurnalistik, dan memilih meninggalkan debat dengan mulut menggerutu.

"Ada apa, A?" tanya Niera menghampiri Firza.

"Urutan penampilan kita diubah jadi kesepuluh. Alasan panitia OSIS karena bahan-bahan kimia yang dibawa ekstrakurikuler KIR gak bisa ada di luar ruangan terlalu lama, baterai laptop mading tinggal sedikit, dan ekstrakurikuler tari mulai luntur riasannya," jawab Firza disertai dengan decihan kesal. "Lagi-lagi pemberitahuan mendadak!"

Niera mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami kesekian kalinya OSIS memberitahukan jadwal mereka mendadak. "Kalau kita tampil kesepuluh ... murid-murid pasti sudah nggak semangat lagi lihat demonstrasi kita!"

Firza hanya mampu mengangguk setuju. Niera sendiri dibuat kesal oleh keputusan sepihak panitia OSIS, tampil ketujuh saja cukup membuatnya kesal, apalagi kesepuluh? Amarahnya sudah sebesar titanosaurus yang siap menginjak-injak SMA Cendekia.

Namun, sulit melawan keputusan ini jika tak mau memercik konflik dengan ekstrakurikuler lain, justru jurnalistik akan dianggap egois, batin Niera. Pada akhirnya semua harapannya kembali di awal, menyiapkan tenaga untuk memaksimalkan demosntrasi mereka, dan bersiap jika tak menerima antusiasme murid-murid.

○●○

Menipisnya nomor urut yang semakin menjangkau nomor sepuluh, semakin sedikit pula anggota-anggota ekstrakurikuler yang bersiap-siap di balik panggung. Jurnalistik menunggu mereka dipanggil, meskipun mereka tahu bahwa tak ada siapapun lagi di balik panggung selain mereka sendiri. 

"Nomor urut sepuluh, ekstrakurikuler jurnalistik, silahkan tampil!" seru salah satu panitia MPLS yang merupakan anggota OSIS. 

"Gak perlu disebutin lagi juga kita tahu kalau kita yang terakhir ini akan tampil gara-gara ketidakprofesionalan kalian," decih ketua divisi koresponden, Teh Aliyah. Ia mengambil mikrofon dari tangan MC dengan ketus, memastikan gestur tak sukanya itu tersampaikan. Dari belakang layar, Niera memperhatikan sembari bertepuk tangan. 

Dari belakang panggung, Niera menemani Firza yang bekerja sebagai operator. Proyector telah terhubung ke komputer Firza, di mana sesuatu yang mereka siapkan akan terlihat  pada layar proyektor tripod di belakang Teh Aliyah. 

"Semoga acara berjalan dengan lancar," gumam Niera, berharap doanya didengar tuhan. 

"Aamiin," balas Firza memulai pertunjukkan dengan tanda menyalanya proyektor. 

Dari balik panggung, Niera memperhatikan bagaimana seniornya--Teh Aliyah--membuka demonstrasi dengan suara lantang dan nada bicara ramah. Mendengar caranya dengan cepat mengubah nada bicara ketus terhadap panitia tadi, membuat Niera terkagum. Memang, ketua dari divisi koresponden yang selalu mewawancarai orang, benar-benar keren!

Bahkan dari murid-murid baru yang menangkupkan kepalanya dengan bosan, lama-kelamaan mulai tertarik. Namun, sihirnya belum berhenti sampai di situ. Sebuah foto yang diambil secara langsung terpampang di layar proyektor. Aula yang dipenuhi dengan murid-murid baru, wajah mereka yang sama sekali tak menyadari adanya kameran, dan hanya Teh Aliyah yang menyadari kamera tersebut dengan bukti ia menunjuk tepat ke lensa kamera. 

Tiga hal yang mampu menarik perhatian manusia adalah foto, misteri, dan dirinya sendiri. Ketika foto tersebut muncul di layar proyektor, murid-murid baru yang tersorot angle kamera tersebut pertama-tama mencari keberadaan diri mereka di foto. Memastikan apakah diri mereka cukup bagus di foto dan merasakan kebanggan sendiri telah masuk foto yang dilihat tiga angkatan SMA Cendekia. 

"Jadi, apakah kalian bisa menemukan kamera yang memotret kalian?" Pertanyaan Teh Aliyah baru menyadarkan mereka. Menyadari adanya perbedaan antara mereka dengan Teh Aliyah, segera murid-murid baru tersebut mengikuti arah yang ditunjuk. 

Sosok pemuda dengan kamera ponsel di tangannya segera melemparkan senyum kikuk ketika ditatap lebih dari tiga ratus murid. 

"Kakak cowok yang memotret kalian adalah A' Danu, ketua dokumentasi dari ekstrakurikuler jurnalistik. Seperti sekarang, kalian yang tertarik dengan fotografi dan senang berpergian untuk hunting, divisi dokumentasi adalah pilihan tepat bagi kalian!" Bersamaan dengan selesainya Teh Aliyah menyelesaikan kalimatnya, layar di belakangnya berganti ke Cendekia School Page yang menampilkan laman Photodump..

Dari balik panggung, Niera kembali mengintip keadaan di luar sana. Apa yang ia takutkan--audiens sunyi dan tak peduli--ternyata tidak terjadi, justru apa yang ia harapkan benar-benar terjadi, di mana murid-murid baru tersebut bersinar-sinar matanya dengan antusias. Berhasil!

"Di jurnalistik kami tak hanya memiliki divisi dokumentasi juga. Seperti saya, kalian yang punya keberanian atau keinginan untuk berbicara, bahkan sering berandai-andai menjadi reporter dengan segala pertanyaan kritisnya, divisi koresponden terbuka lebar untuk kalian semua," seru Teh Aliyah.

Gadis itu mundur selangkah, membiarkan gambar dirinya dengan anggota divisi koresponden lainnya terlihat. "Ini bukti dari wawancara kami terhadap murid-murid baru di SMA Cendekia!" Teh Aliah terdiam, memberi jeda bagi audiens untuk mencerna penampilan di layar, serta memberi aba-aba bagi Niera untuk bersiap. 

"Namun, tanpa divisi terakhir ini, kalian tak bisa melihat bukti-bukti wawancara dari kami di Cendekia School Page. Apa divisi terakhir ini aku biarkan jawabannya terjawab sendiri oleh ketua dari divisi tersebut." Teh Aliyah merentangkan tangannya, memindahkan atensi murid-murid dari dirinya ke Niera yang berjalan keluar dari tirai. 

Gadis berambut ikal itu mengambil mikrofon yang disodorkan oleh Teh Aliyah. Menarik nafas dalam-dalam kala panik segera menguasainya ketika ditatap oleh ratusan pasang mata SMA Cendekia. Namun, ketika karbon dioksida tersebut keluar secara perlahan-lahan, Niera segera mengendalikan kesadaran dirinya, tahu bahwa inilah yang ia inginkan jauh di dalam lubuk hatinya, serta kesempatan yang diberikan untuk dirinya, dilihat oleh orang-orang di depan layar. 

"Aku Niera Chandrakusuma, ketua artikel dari articelation di CSP, laman yang kalian lihat saat ini!"

Ren-San22 Notes

HOHOHO, EUHM ADA SOMETHING NIH KEKNYA


You are reading the story above: TeenFic.Net