17. Who Is Titanosaurus?

Background color
Font
Font size
Line height

Titanosaurus adalah genus dinosaurus sauropoda yang identitasnya masih meragukan.

...

"Iya, sayang sekali." Fernan menjeda kalimatnya, ia menarik napas dalam-dalam dan mengedarkan pandangan seakan ia mengulas kembali memori dari isi booth ini. "Karena game ini adalah game lama yang menjadi masa kecilku, serta mengapa aku fokus terhadap game."

Niera segera melirik sekitar, mencoba memahami atau mencari petunjuk apakah ia pernah memainkan game ini saat masih kanak-kanak. Namun, nihil. Sejauh yang Niera ingat hanya game masak-masakan dan memancing yang pernah ia mainkan. Mungkin pula bukan takdirnya menjadi gamer. 

Meskipun begitu, ia harus berpura-pura untuk mengulik soal Fernan lebih lanjut lagi. "Mengapa kau sangat menyukai game ini?" tanya Niera. 

Fernan menarik napas, ada jeda di dalamnya sebelum membalikkan badan memunggungi Niera."Beberapa anak punya masa kecil yang kurang baik. Terkadang cenderung karena tak ada lingkungan yang cocok dengan dirinya." 

Niera meneguk ludahnya, merasakan ketegangan suasana yang mulai meningkat ketika masa lalu Titanosaurus kian terbongkar. Informasi ini tak cukup, ia perlu lebih banyak lagi. "Lalu game dengan segala isinya yang dapat kita pilih, adalah lingkungan baru yang cocok dengan dirimu?"

Fernan mengangguk menjawabnya. "Terkadang saat tak bisa menemukan tempat kita di dunia ini, kita harus membuat satu meskipun hanya berupa kamar penuh dengan komputer, bukan?" 

Niera kembali terdiam mendengarnya. Mengesampingkan logikanya yang telah membuat kesimpulan bahwa sejak lama Fernan mengutak-atik komputer dan pasti jauh lebih jago dibandingkan Niera, mendengar tutur cara Fernan menghadapi lingkungannya yang berbalik dari dirinya, Niera merasa tersinggung dan amarahnya tersulut karena Fernan--pelaku yang diyakini Niera--bisa-bisanya berkata seperti itu di depannya. 

"Kau pernah terpikirkan mengambil dunia orang lain karena duniamu terlalu sempit? Entah karena dendam atau tak adil hanya aku yang diperlakukan buruk sehingga kau ikut menarik orang ke kesialanmu itu," pungkas Niera.

"Pernah," jawab Fernan mantap. Ia lalu menatap Niera. "Setidaknya semua orang punya satu pemikiran egois seperti itu, bukan?"

Niera mengepalkan tangan. Bahkan ia tak berpikir dua kali untuk menetralkan wajah marahnya yang kini dipandang heran Fernan. Pemuda itu bahkan terlihat panik dan tak tahu harus berbuat apa.

"Tapi, apa kau pernah melakukannya?" tanya Niera.

"Melakukan ... apa?" Fernan balik bertanya. 

"Maksudku seperti mengambil dunia orang lain."

"Pernah. Hmm ... bukankah semua orang pernah melakukannya?" 

Niera menahan napasnya, berusaha menghentikan setiap sel dalam dirinya yang berteriak untuk segera mencengkeram leher Fernan, menekan kerongkongan pemuda itu untuk susah payah mengakui apakah ia yang telah mengacaukan artikel Niera. 

"Boleh aku bertanya satu pertanyaan lagi?" tanya Niera yang segera dibalas anggukan heran dari Fernan. "Kau pasti menghancurkan hidupnya dengan pengetahuan komputermu, bukan?" 

Satu pertanyaan yang meluncur dari Niera kembali dikonfirmasi oleh Fernan. "Bagaimana kau bisa menebakku? Aku tak bisa cerita mengenai detailnya, tetapi benar aku membuatnya terpuruk dengan senjata yang ia buat sendiri--hasil penderitaanku."

"Lalu bagaimana dengan penderitaan orang yang kau jahatkan itu?" pungkas Niera sembari mengambil satu langkah maju. "Apakah kau puas setelah membutku menderita? Menyeretku dalam visi egoismu hanya karena tak pernah diterima oleh orang lain karena sikap anehmu?"

Fernan tetap memasang raut bingung, tetapi Niera bisa melihat sekilas raut kekesalan karena dirinya tiba-tiba menjadi sasaran amarah seorang gadis yang baru ditemui beberapa jam. "Hei, aku saja baru bertemu denganmu. Apa ini ada salahnya dengan saat penerimaan anggota?"

Niera tertawa meringis. Ditatapnya raut bingung Fernan dan Niera berusaha mencari tanda-tanda bahwa pemuda itu melebih-lebihkan ekspresinya, karena yang Niera yakini adalah pemuda itu tersenyum lebar melihat buah dari hasil kekejamannya. 

Seseorang yang sudah paham teknologi sejak lama dan punya latar belakang yang memotivasi visi keegoisannya mengambil kebahagiaan orang lain. Benar Fernan-lah Titanosaurus yang selama ini Niera duga. Segala hal buruk mengenai sosok misterius itu telah merujuk ke satu titik bernama Fernan. 

"Mungkin satu artikel dari laman sekolah yang tak terlalu terkenal, tidak terlalu penting bagimu. Namun, bagi seorang Niera Chandrakusuma, artikel itu sangat penting sebagai penentu aku masuk ke dalam FeLSI atau tidak!" Niera berseru sembari mencengkeram tangan Fernan agar sang pemuda tidak kabur. 

"Siapa itu Niera? Lalu lepaskan tanganku dulu!" seru Fernan sembari memberontak. Berkali-kali ia mengayunkan tangan iera agar genggaman gadis itu terlepas darinya. Namun, alih-alih tangan mungil itu terlepas dari jaket kulit hitamnya, justru sikunya tak sengaja menyenggol sebuah figur hingga pecah berkeping-keping di lantai. 

Fernan dan Niera sama-sama terdiam. Suara kaca yang pecah memekakan telinga keduanya, hingga resonansi bunyinya membuat otak mereka berdua terdiam tanpa tahu harus berbuat apa.

Bagi Fernan mengganti figur yang ia yakini harganya menyentuh jutaan bukanlah opsi yang bagus. Niera sendiri pun berpikir demikian, ia hanya peduli mengenai menangkap Fernan, karena itulah ketika Fernan melarikan diri sebelum petugas booth melihatnya, Niera segera mengejarnya untuk interogasi lebih lanjut.

Kejar-kejaran antara keduanya berlangsung di tengah keramaian. Fernan berpikir jika melewati keramaian, maka Niera akan kehilangan jejak dirinya, tetapi sedikit yang Fernan tahu jika Niera telah memasang target terhadap sesuatu, maka ia akan mendapatkannya. 

 Pengejaran berlanjut hingga ke koridor-koridor tempat IEGS tak berlangsung. Keduanya kini menjadi tontonan orang-orang di mall karena aksi kejar-kejaran di tengah koridor mall. Namun, Niera tak peduli asalkan ia berhasil menangkap Titanosaurus dan Fernan tidak tertangkap karena telah merusak figur. 

Sebuah debaman terdengar ketika Fernan menabrak seorang ibu-ibu ang membawa kanton belanjaan yang penuh di tangannya. Beruntunglah bagi Niera ketika isi keranjang ibu-ibu tersebut ikut jatuh. Beberapa saat Fernan membantu sang ibu memasukkan kembali belanjaan, tetapi ketika melihat Niera mendekat, ia kembali berlari. 

"Sial, mengapa ia cepat sekali mengejarnya!" erang Fernan ketika melihat sosok Niera di belakangnya saat ia berbelok ke arah koridor yang lebih sepi.

Namun, bagaikan doa perkataannya. Niera berhasil menarik Fernan hingga dirinya sempat oleng ke belakang. Sang pemuda terus mengelak, tak sekali ia menggerakkan badannya agar sang gadis mau melepaskan dirinya. 

"Tertangkap kau!" seru Niera. 

Seiring cengkeraman Niera bertambah kuat, kesabaran Fernan kian menipis. Ia tak segan mengeluarkan tenaganya yang dikalikan massa otot lebih banyak dibandingkan Niera, membuat gadsi itu terjerambat di lantai mall ketika Fernan menyikutnya. 

"Lepas dariku. Sebenarnya ada maksud apa kau mengikutiku!"

Niera tak mempedulikan kegeraman Fernan. Ketika melihat lecet di siku serta lututnya, gadis itu sibuk meringis, ditambah lagi napasnya yang sudah habis usai kejar-kejaran dengan Fernan. 

Namun, baru saja Fernan hendak pergi, sebuah tangan segera menahan pemuda itu di tempat. Sorot tajam dari pemilik rambut ikal berkulit eksotis segera bertemu mata Fernan. Sang pemuda terkejut, seakan telah melihat orang yang tak disangka-sangka. "Firza?" 

Niera segera mendongakkan kepala. Benar saja ketika melihat sosok tinggi tersebut, itulah Firza yang menghalangi Fernan. 

"Hei, kau tak apa?"

Sebuah intonasi suara nan lembut mengalun dengan sopan ke dalam telinga Niera. Terasa lama ia tak mendengar suara seramah ini, apalagi saat dirinya berbalik dan menemui seorang pemuda yang telah siap dengan perobatan. 

"Kau lecet, harus segera diobati." 


You are reading the story above: TeenFic.Net