Love Not Sound

Background color
Font
Font size
Line height

Main Cast :  Jung Eunha X Choi Yuju
Genre         :  GxG - Oneshot - Romance - Sad

This story is a fiction not a true story.
So...
Please understand of their are many dificiencies both on terms of writing or the plot of story.
And...
Please support with follow, vote, and comment guys...
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Jika kau tidak bisa melihat, aku akan menjadi matamu...

Jika kau tidak bisa berjalan, aku akan menjadi kakimu...

Aku adalah milikmu…

***
Jung eunha mengeratkan mantel yang menutupi tubuhnya. Cuaca musim dingin ini benar – benar menusuk. Sesekali dia membenarkan kaca mata tebalnya yang  terus turun.  Kepalanya juga terus menunduk, mungkin tidak percaya diri dengan keadaannya.

Dia menghentikan langkah setibanya di sebuah gedung sekolah. Dengan penuh keraguan dan keyakinan yang mungkin hanya secuil, dia mulai menggerakkan kakinya masuk ke gerbang besar gedung itu.

Dia melihat sekelilingnya. Siswa dari kalangan atas dengan pakaian dan tas merk terkenal. Ia menggelengkan kepalanya. Mengapa keadaan nya seperti berada di sekolah dalam drama?

Eunha memang bukan gadis dari kalangan atas. Dia gadis sederhana. Dia hanya gadis berkacamata dan terlihat cupu. Entah mengapa dia merasa langkah demi langkahnya membuat nyalinya menciut berada di sekolah elite.

Tok… Tok… Tok…

Dia mengetuk pintu dengan sopan.

“Masuklah.”

Seseorang yang berada dalam ruangan bertitle ‘Kepala Sekolah’ mengizinkannya masuk.

“Jadi kau murid baru itu.”

Eunha tersenyum ramah. Walaupun sekolah ini elite dan selalu identik dengan murid – murid yang terlihat arrogant, namun setidaknya masih ada yang bersikap baik padanya.

***

BUKK!!

BUKK!!

“AKH!” rintih seorang yeoja saat seseorang melempar tubuhnya hingga membentur dinding.

Wajah putih yeoja itu sudah babak belur.

“Apa kau sengaja melewatkan tugasku hah? Karena kau aku dimarahi Park Songsaengnim.” Omel yeoja yang melempar tubuhnya.

Yeoja putih itu hanya diam saja dan menundukkan kepalanya. Dia terlihat pasrah dengan apa yang akan dilakukan yeoja  yang telah memukulnya.

“Sojung~ah, lihat dia diam saja. Dia meremehkan mu.” Ujar yeoja cantik bernama Yerin.

“Mwo?? YAA!!”

BUKK!!

BUKK!!

Yeoja putih itu kembali dipukul oleh Sojung dan Yerin.

“Ya sudahlah, dia bisa mati. Kalau dia mati tidak ada yang mengerjakan tugas kita lagi.” Ujar Sinb. Yeoja yang sejak tadi diam saja dan terlihat acuh.

“Benar juga.” Seketika Sojung menghentikan pukulannya. Dia melepaskan tubuh yeoja itu yang sudah dipenuhi luka.

“Ini tugasku. Kerjakan semua.” Sinb melemparkan buku tugasnya ke arah yeoja itu.

“Kau fikir aku tidak bisa membayarmu? Kerjakan tugasku. Aku bisa membayar berapapun yang kau mau.” Ujar Sojung melempar buku tugasnya.

“Kau akan mati jika melewatkannya lagi, Yuju~ssi.” Ancam yeoja bernama Yerin.

Yuju, yeoja berkulit putih itu langsung mengambil tiga buku tugas yang dilemparkan ketiga yeoja tadi. Kemudian lekas pergi dari hadapan mereka dengan langkah terseok–seok.

Yuju meletakkan tiga buku tugas itu diatas beberapa tumpuk buku tugas lainnya. Cukup banyak tugasnya. Apa dia sanggup malam ini mengerjakan dua puluh buku tugas milik teman sekelasnya?

“Bisu, jangan lupa kerjakan tugasku. Kalau tidak kau akan mati.” Ancam seseorang dengan tatapan membunuh. Beberapa orang di belakangnya juga berlaku serupa.

Yuju hanya diam dan memandang sedih buku tugas yang menumpuk.

Bisu. Ya, Yuju memiliki kekurangan. Meskipun dia pintar tapi dia bisu. Karena kekurangannya itu ia selalu menjadi bahan ejekan teman sekelasnya. Bermodal mendapatkan beasiswa untuk dapat bersekolah di tempat elite.

Hampir setiap hari, Yuju selalu mengerjakan belasan buku tugas milik teman sekelasnya. Kadang dia mengerjakan tugas itu sampai tidak tidur. Baginya satu malam tidak cukup untuk mengerjakan tugas sebanyak itu. Satu buku saja tidak dia kerjakan, maka habislah tubuhnya seperti tadi. Dipukuli dan dihina habis–habisan.

Yuju sebenarnya ingin sekali melarikan diri. Namun dia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya yang tinggal di desa. Dan setahu mereka, Yuju hidup dengan baik dan memiliki banyak teman. Itu yang mereka tahu dari semua pesan singkat yang dituliskan Yuju setiap hari.

Hari ini aku diajak bermain basket oleh teman – temanku.

Hari ini aku diajak makan malam bersama di restoran mewah karena temanku sedang berulang tahun.

Omma beberapa hari lagi, aku dan juga teman temanku akan piknik bersama di perkebunan.

Yuju selalu menulis semua hal yang baik tentang teman–temannya. Namun kenyataannya semua berkebalikan. Disana dia selalu dikucilkan karna tidak berasal dari keluarga berada. Dan, ia selalu dibully hanya karena dia bisu.

Semoga ada seseorang yang bisa membantunya keluar dari masalah ini.

Yuju meletakkan tas sekolahnya setibanya dia di apartemen kecil yang disewanya. Tubuhnya sudah cukup letih. Wajahnya yang memar membuatnya sedikit meringis. Namun dia teringat tugas yang diberikan teman sekelasnya sudah menumpuk.

Yuju menghela nafas. Dia mengambil kotak obat dan mengobati sendiri lukanya. Setelah itu dia berganti pakaian dan duduk manis di meja belajarnya. Mengerjakan tugas para siswa malas yang memiliki banyak uang itu.

***

Yuju memberikan buku tugasnya pada teman  satu persatu.

“Wah, kau hebat bisa mengerjakan semuanya.” Puji mereka tanpa memperhatikan wajah Yuju yang memucat dengan lingkar hitam di kedua matanya.

Yuju tersenyum maklum.

“Kau memang bisa diandalkan. Kalau begitu nanti kau harus mengerjakan tugas kami lagi. Karena hari ini akan ada party di rumahku. Semuanya disini di undang kecuali KAU!” ujar seorang gadis berwajah sombong bernama Umji.

Yuju kembali menunduk. Dia memang tidak pantas untuk datang ke pesta mewah di rumah Umji.

KRINGG….!!

Bel masuk berbunyi. Semua murid yang tadinya sedang mengobrol, serentak kembali duduk di kursi masing-masing.

Seorang wanita bertubuh gemuk pun memasuki ruangan itu, diikuti seorang gadis berkaca mata tebal di belakangnya.

“Hari ini kita kedatangan murid baru dari Busan.”

“Apa dia orang miskin? Kenapa sepatunya sedikit kumal?” tanya Umji sambil memainkan kukunya.

Wanita itu menghela nafas.”Sampai kapan kalian membanding  bandingkan status sosial seseorang, hah?!” ucap wanita itu kesal. “Eunha~ssi, silakan perkenalkan dirimu.”

“Annyeong haseo, Jung Eunha imnida. Bangapseumnida…” ujar Eunha sedikit lirih.

“Eunha~ssi, silahkan kamu duduk di kursi kosong disana. Sebelah Yuju~ssi.”

“Ne, gamsahamnida.”

Eunha memandang ke arah Yuju. Memperhatikan wajah yeoja itu yang penuh luka. Eunha sedikit takut. Takut yeoja itu adalah seorang berandalan. Eunha menarik kursinya dan duduk.

“Hey, kenalkan namaku Jung Eunha” Ujar Eunha mencoba bersikap ramah.

Yuju hanya tersenyum tipis. Eunha tersenyum terpaksa.

“Sombong sekali tidak membalas salam perkenalanku. Apa murid disini sombong semua?” batinnya.

***

“YAA!! DASAR TIDAK BERGUNA!! MENGERJAKAN INI SAJA TIDAK BISA!!” ujar seorang yeoja sambil mencengkeram leher Yuju dan menyudutkannya di tembok.

Yuju memandangnya takut.

“Apa yang kau lakukan hah? Karena kau tugasku banyak kesalahan. Apa kau sengaja, hah?! Mau balas dendam padaku?”

BUKK!!

BUKK!!

Pukulan lagi. Sepertinya apapun kesalahan yang dilakukan olehnya akan berbuah sebuah pukulan.

“YAK!! Apa yang kau lakukan?” ujar Eunha yang baru datang.

“Anak baru tidak perlu ikut campur.”

“Tapi kau menyiksanya. Apa salahnya?”

“Kau mau tahu apa salahnya? Dia salah mengerjakan tugasku.”

“Kau yang punya tugas mengapa kau memukulinya?”

“KU BILANG JANGAN IKUT CAMPUR!!” Yeoja itu mengibaskan tangannya ke arah Eunha hingga gadis itu terjatuh.

Yuju yang memandangnya, terkejut.

“Yuju~ssi, kau juga salah mengerjakan tugasku.” Ujar seseorang lagi datang dengan tatapan garang.

“Ada empat nomer salah semua. Sedangkan punya Nayeon hanya salah dua. Apa matamu sudah rabun hah?” omel seorang yeoja lainnya.

“YAKK!! Mengapa kalian memarahinya?” Eunha berteriak meminta penjelasan.

“Oh, jadi sudah ada seorang pembela untuk si bisu ini?” ujar yeoja itu mencengkeram kerah kemeja Eunha.

“YAK!! Lepaskan aku!!” Eunha berusaha tuk melepaskan diri dari cengkeraman yeoja itu.

PLAKK!!

Eunha merasa pipinya memanas.

“Jika kau berbicara lagi. Kau akan terkena masalah.” Ancamnya.

Eunha masih terlihat bingung. Dia memegang pipinya yang mulai memerah.

Satu persatu murid yang menonton meninggalkan mereka. Eunha mendekati Yuju. Namun yeoja itu menghindarinya.

“Yuju~ssi” Eunha meraih lengan yeoja itu.

Yuju memandangnya dengan ekspresi datar.

“Lukamu harus segera diobati.”

Eunha langsung menarik Yuju ke ruang kesehatan.

Yuju terlihat pasrah saat kapas beroleskan obat luka menyentuh lukanya. Sudah terbiasa akan hal itu.

“Kenapa kau diam saja saat dipukuli seperti ini?” tanya Eunha.

Yuju hanya diam.

“Kenapa kau diam saja? Kau akan selalu ditindas.”

Yuju mengambil sebuah nota kecil dari sakunya dan menulisnya.

'Aku melakukan kesalahan. Wajar jika mereka melakukannya padaku' Tulis Yuju dalam notanya.

“Kau tidak bisa berbicara?”

Yuju mengangguk.

Eunha memandangnya kasian. Ia pun kembali melanjutkan kegiatannya mengobati luka Yuju.

***

Yuju merapihkan buku–buku tugas yang harus dia kerjakan.

“Itu kan buku tugas mereka, mengapa kau yang harus kerjakan?”

Yuju hanya diam, dan mengacuhkan pertanyaan Eunha. Dia memasukkan buku-buku itu kedalam tasnya kemudian pergi.

“YAA!! Choi Yuju!” Eunha berlari mengejarnya.

Di sepanjang perjalanan, Yuju masih tidak mempedulikan Eunha. Eunha berlari-lari kecil mengikuti langkah panjang Yuju.

“Yuju~ssi, bisakah kau berjalan lebih pelan sedikit?” keluh Eunha pelan, merasa lelah.

Yuju membalikkan tubuhnya dan memandangnya datar.

'Mengapa kau terus menggangguku?' tulisnya dalam note kecilnya.

“Aku hanya ingin berteman denganmu.”

Yuju tercengang.

'Aku tidak butuh teman.'

“Benarkah?”

Yuju kembali melanjutkan langkahnya lagi tanpa mempedulikan Eunha yang masih mengikutinya.

Eunha mengerutkan kening ketika mereka tiba di sebuah apartemen kumuh. Banyak sarang laba – laba, temboknya sudah mulai retak.

“Kau tinggal disini?”

Yuju masih mengacuhkan Eunha. Dia membuka pintu apartemennya. Saat hendak menutup pintu, Eunha yang masih berada di luar mencegahnya.

“Yah, jangan ditutup. Aku juga mau masuk.”

Yuju mengambil note-nya hendak menulis sesuatu, namun Eunha langsung menerobos masuk.

“Tak kusangka ada orang yang senasib denganku di sekolah itu.”

Yuju menautkan kedua alisnya, tanda bahwa dia tak mengerti.

“Aku bukan berasal dari orang kaya. Aku mendapatkan beasiswa disana setelah menang olympiade matematika busan.”

Yuju mengangguk mengerti.

“Yuju~ssi, hmmm…. mengenai tugas itu, mari kita kerjakan bersama.”

Mata Yuju membulat. Dia kemudian menuliskan dalam note-nya.

'Tidak perlu. Aku bisa mengerjakannya sendiri.'

“Aku hanya tidak ingin kau dipukuli lagi karena melakukan kesalahan.” Ujar Eunha langsung mendudukkan tubuhnya di atas ranjang milik Yuju.

Yuju terlihat pasrah. Kemudian mengeluarkan buku tugas dari dalam tasnya. Eunha terkejut, melihat buku-buku tugas yang harus dikerjakan Yuju.

“Sebanyak ini?”

Yuju mengangguk.

'Sebaiknya kau pulang saja. Kau tidak akan sanggup mengerjakannya.'

“Anniyo. Gwenchana. Ayo kita kerjakan.” Eunha mengambil buku tugas itu dan mulai mengerjakannya.

Yuju terdiam memandangi gadis itu. Gadis yang baru dikenalnya, namun sudah membantunya. Apa dia adalah penolong untuknya?

“Kenapa diam saja? Ayo kerjakan! Selama ini kau selalu mengerjakannya sendiri. Apa kau tidak lelah? Lihat matamu sudah seperti mata panda.”

Yuju tersenyum kecil. Dia mulai mengambil buku tugas dan mengerjakannya.

Sesekali mereka belajar bersama saat menemukan soal yang sulit. Tak terasa waktu cepat berlalu. Jarum pendek sudah menunjukkan angka 12 malam.

“Akhirnya selesai juga.” Ujar Eunha merenggangkan kedua tangannya.

Yuju tersenyum. Dia menulis dalam note-nya. 'Gomawo'

“Ne, cheonma…”

Yuju bangkit dan menuju dapurnya. Dia memasak mie ramen untuk makan malamnya dan gadis yang berhasil mencuri perhatiannya.

Senang. Yuju sangat senang hari ini. Gadis itu membantunya, hingga tugasnya selesai lebih cepat.

Biasanya dia akan tidur jam 3 malam setelah tugasnya selesai. Itu juga yang membuatnya sering melakukan kesalahan. Otak yang lelah dan mata yang dipaksakan untuk terbuka membuatnya tidak fokus.

Tapi kali ini dia yakin. Tidak akan ada kesalahan. Itu berarti tidak ada pukulan yang harus diterimanya. Itu semua berkat Eunha. Dewi penolongnya.

Yuju datang membawa panci dengan asap mengepul berisi mie ramen yang sudah matang.

'Maaf hanya ada ini.'

Yuju menyerahkan note~nya pada Eunha.

“Tidak perlu repot-repot Yuju~ssi.”

Yuju menggeleng dan tersenyum. Dia memberikan piring dan sumpit. Membuat gerak isyarat makan dengan sumpit yang dipegangnya.

“Gomawo.”

Yuju membuka tutup panci. Asap mengepul keluar dari panci. Mie ramen sederhana yang terlihat cukup menggugah selera.

“Mari makan.” ujar Eunha ceria.

Mereka menyantap mie ramen bersama. Terkadang  curi-curi pandang dengan ekspresi malu. Jika pandangan mereka bertemu, semburat merah muncul di pipi keduanya. Mungkinkah petanda jatuh cinta?

***

Sejak saat itu Yuju dan Eunha bersahabat dekat dan mulai berhubungan baik. Mereka selalu berangkat bersama, pulang bersama, dan mengerjakan tugas bersama. Entah kebetulan atau memang sudah takdir, rumah Eunha berada di belakang apartemen tempat Yuju tinggal.

Tak hanya itu, mereka dijuluki ‘Si Bisu dan Si Berkaca Mata Tebal’. Jika mereka melakukan kesalahan dan di bully, mereka hadapi bersama – sama. Saling mengobati luka di wajah masing – masing. Membuat perlahan muncul perasaan lain dalam diri mereka. Perasaan untuk saling melindungi, dan saling menyayangi lebih dari sekedar persahabatan.

***

BRUKK!!

Seorang gadis menjatuhkan tubuh Eunha hingga kaca matanya terjatuh. Eunha merasakan semua pandangannya mengabur. Dia tidak bisa melihat dengan jelas.

Yuju berusaha memberontak dari cengkeraman dua orang namja dan hendak menolong Eunha mengambil kaca matanya.

“Ini akibatnya karena kau menumpahkan kuah ramen pada buku ku. Dasar ceroboh! Karna kau aku tidak mengumpulkan tugas tadi, sehingga.. dimarahi Jung Songsaengnim. Lihat, bau ramen murahan ini membuatku mual.” ejek gadis itu.

Eunha masih meraba raba mencari kacamatanya walaupun dengan keterbatasan penglihatan.

Kreekk!

Seseorang menginjaknya. Kacamata yang menjadi harapan agar bisa melihat jelas kini sudah hancur di kaki gadis yang memarahinya tadi. Tubuh Eunha melemah. Bagaimana dia pulang nanti?

“Oops! Sepertinya kau harus membeli kacamata baru. Berapa aku harus menggantinya? Kurasa 100.000 won sudah cukup. Bukankah itu murah?” katanya dengan nada mengejek.

Yuju terlihat geram melihat gadis itu melempar uang 100.000 won ke arah Eunha. Ingin rasanya dia marah, dan berteriak. Namun dia teringat bahwa dirinya bisu.

“Kajja, kita pergi.” ujar gadis itu mengkomando dua namja pesuruhnya.

Yuju terlepas. Ia menghampiri Eunha yang masih terduduk dan menunduk. Gadis itu menangis.

“Ju, kacamataku.”

Yuju mengusap pelan pundaknya berusaha memberi ketenangan. Kemudian menuntunnya untuk berdiri dan mengantarnya pulang.

Eunha layaknya seperti orang buta. Pandangannya mengabur. Dia memegang kedua tangan Yuju. Mereka berjalan berdampingan.

Yuju merogoh sakunya ketika melihat seorang anak kecil terlantar di pinggir jalan. Dia memandangi uang 100.000 won yang tadi dilemparkan gadis itu. Dia mendekati gadis kecil itu dan memberikan uangnya.

“Unnie, gamsahamnida.” Ujar gadis kecil itu.

Yuju tersenyum. Setidaknya anak kecil itu jauh lebih membutuhkan daripada dirinya. Uang dari gadis itu seolah menandakan dia patut dikasihani. Yuju tidak suka itu. Dalam pandangan buramnya, Eunha tahu yeoja disampingnya telah berbuat baik. Dia tersenyum manis.

Yuju menuntun Eunha ke sebuah optik. Eunha terlihat bingung. Yuju menunjuk kearah sebuah kacamata minta di ambilkan oleh pelayan Optik. Kemudian memasangkannya.

“Kau tidak perlu repot-repot, Ju.”

Yuju menggeleng dan tersenyum tipis. Sama sekali tidak merepotkannya.

Yuju menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri. Eunha bisa merasakan itu, walaupun kaca mata itu tidak berefek apa–apa pada matanya. Pandangannya masih tetap buram.

“Yang ini saja.”

Eunha merogoh tasnya mencari dompetnya. Namun Yuju mencegah dengan menggenggam tangannya. Dia menuliskan sebuah note untuk pelayan optic.

'Berapa semuanya?'

“200.000 won.”

Yuju mengambil dompetnya dan mengambil dua lembar uang 100.000 won.

“Yuju…”

Yuju mengeratkan genggaman tangannya, seolah berkata semua baik–baik saja. Eunha semakin merasa tidak enak hati.

“Tidak perlu Ju, uang itu bisa kau simpan untuk keperluanmu nanti. Karena.. beberapa hari lagi mungkin kaca mata ini mungkin tidak akan kupakai lagi.” Batin Eunha.

Mereka meninggalkan optik. Yuju tidak lagi menuntun Eunha. Eunha masih bertahan berjalan dengan pandangannya yang masih mengabur. Berusaha menyembunyikan semuanya pada Yuju. Menampakkan bahwa matanya baik–baik saja.

“Maaf Yuju, aku tidak bisa membantumu mengerjakan tugas-tugas itu. Kepalaku sedikit pusing.”

Yuju menggeleng dan tersenyum, kemudian menulis dalam notenya.

'Tidak apa-apa.'

Eunha mencoba membaca tulisan itu, namun tidak bisa. Tulisannya mengabur. Dia hanya tersenyum.

“Terima kasih sudah mengantarku pulang.”

Yuju mengangguk. Kemudian Dia memundurkan langkah dan melambaikan tangan. Kemudian ia berbalik dan meninggalkan rumah Eunha.

BRAKK!!

Yuju seketika menoleh ketika dia mendengar sesuatu. Dilihatnya Eunha, terjatuh di depan pagar rumahnya. Yuju langsung menghampirinya dan menuntunya berdiri. Terlihat cemas di raut wajahnya.

“Gwenchana. Mungkin aku yang ceroboh hingga menabrak pagar.” Eunha tersenyum.

Yuju sedikit mengerutkan kening. Mengapa dia merasa ada yang aneh dengan gadis ini? Namun seketika di buang fikiran buruknya. Yuju mengusap kepala Eunha dan tersenyum. Kemudian pergi ketika gadis itu masuk ke dalam rumahnya.

***

Yuju menunggu di pertigaan perbatasan daerah perumahan yang Eunha tinggali dan tempat apartemen Yuju. Sesekali Yuju mengetuk–ngetuk sudut sepatunya membuang rasa bosan ketika hampir 15 menit, gadis itu tidak kunjung muncul.

Akhirnya dengan langkah lemas, dia pergi ke sekolah sendiri tanpa teman yang biasa menemaninya.

Di lain tempat, di sebuah rumah sakit, Eunha duduk di atas ranjang dan menatap kosong sesuatu di hadapannya.

“Eunha harus segera di operasi, sepertinya tumor jinak itu telah mengganggu penglihatannya. Kita harus cepat mengangkat tumor itu sebelum dia buta permanen.”

Perkataan dokter kemarin terus terngiang ngiang di kepalanya.

Flashback...

Kemarin sepulang sekolah, ketika Eunha tiba di teras rumahnya, tiba–tiba pandangannya yang tadinya mengabur berubah menjadi gelap. Eunha

You are reading the story above: TeenFic.Net