30. Bad Day

Background color
Font
Font size
Line height


Penghujung libur Natal datang begitu cepat setelah Caroline menghabiskan waktunya selama liburan di toko Cokelat ayahnya. Ia sampai yakin kalau dirinya berbau cokelat walaupun tanpa parfum.

Kini Hogwarts menyambutnya dengan suasana cerah musim panas. Ia kembali di datangkan tugas kelas lima. Sekarang ada yang berbeda, karena mereka bertambah selalu di ceramahi tentang OWL. Hannah Abbot bahkan orang yang pertama kali meminum obat penenang karena stress terhadap Herbologi.

Berita bahwa kunjungan Hogsmeade akan diadakan Februari, begitu tak ia pedulikan. Sehingga Caroline baru sadar saat Kylie memberitahunya di meja Slytherin, tepat dua hari sebelumnya.

"Sorry, Caroline, aku baru beritahu kamu," kata Kylie sambil mereka melewati jajaran toko. "Aku-aku, ada yang-mengajakku untuk keliling bersama." selesainya ragu.

"Itu bagus, Kylie! Siapa dia?" tanya Caroline.

"Laki-laki," cicitnya dan kelihatannya malu. "Roger Davies, Ravenclaw."

"Ah, si kapten Quidditch Ravenclaw itu. Kalau begitu, tunggu apa lagi? temui dia," seru Caroline bersemangat.

"Eh, kau tidak keberatan?"

Ia menggeleng, "Tidaklah, nah," Caroline berhenti pada pria berbadan tegap sedang menghampiri mereka. "Lihat, itu dia." katanya menyenggol lengan Kylie.

Si rambut cokelat menyelipkan rambut ke belakang telinganya, berjalan maju ke Davies. Dan saat Kylie berbalik, Caroline memberikan jempolnya bermaksud 'semoga lancar'.

"Hei, Caroline!"

Ia menoleh sekeliling mencari siapa dan ternyata rambut merah datang dari gerbang Hogsmeade.

Dia terengah-engah saat ada di samping Caroline.
"Huh, untung saja aku tidak ketinggalan. Angelina. Dia mengijinkan kami untuk libur latihan Quidditch." kata Ron buru-buru seakan tahu kalau Caroline ingin bertanya.

"Kau tidak dengan Harry atau Hermione?" tanya Ron. Dia menarik kain lengan baju flanelnya sampai siku.

"Well, Hermione sepertinya ada rapat penting dengan Luna, aku tidak tahu untuk apa. Dan Harry, kau tahu kan, dengan Cho."

"Ah! dasar dia! pantas dia pakai parfum baru," gerutunya.

Caroline mendekati Three Broomsticks, menarik lengan Ron.
"Ayo, Ron,"

Gelas miliknya tinggal setengah, saat mereka beralih topik dari Permen-Jahil-Kembar-Weasley menjadi liburan Ron di Grimmauld Place.

"Ayah sudah sembuh total," kata Ron dan Caroline tersenyum cerah. "Sebelumnya kami mengunjungi Dad di St. Mungo, disana banyak sekali orang yang dapat penyakit aneh-maksudku di luar dugaanku."

"Aku senang mendengarnya, Ron." ia berkata antusias.

"Tapi," Ron berhenti sejenak, memajukan kepala dan berbisik, "kejadian itu tidak terjadi secara tidak sengaja. Harry mengalami mimpi-mimpi buruk lagi, dan saat itu dia melihat ayahku." kata Ron dengan lesu memundurkan lagi bahunya.

"Maksudmu, Harry adalah yang pertama tahu-"

Caroline berhenti bicara. Pansy dan Theo mendekat pada meja mereka, "Pilihanmu jelek sekali, Lysander. Setidaknya pilih lah Montague," seru Pansy. Dan Theo tergelak tersedu-sedu karena mengingat kejadian Montague di tolak Caroline untuk berkencan saat Yule Ball.

"Tutup mulut, Parkinson. Kau hanya mengeluarkan sampah," seru Ron.

Theo menarik Pansy yang marah dan tepat berada di depan pintu pub, Theo menghibur Pansy dengan menyanyikan lagu 'Weasley raja kami'.

Caroline menoleh jendela berkotak empat, sedikit berdebu, melihat Draco berjalan dengan Astoria.
"Biarkan saja mereka, Ron. Mereka hanya bosan-" suaranya mengecil karena tiba-tiba diluar dugaan Astoria mengecup pipi Draco, dan menjauh keluar dari sebuah toko masih berhiaskan seperti Valentine.

Dan matanya membesar bahwa sekarang adalah hari itu; Hari Valentine.

"Caroline, apa kau tahu kalau Harry sekarang sudah berpacaran dengan Cho Chang?" tanya Ron. Dia tidak tahu raut Caroline berubah.

"Aku kira baru hari ini, Harry mengajaknya berkencan." kata Caroline mengabaikan perasaan anehnya.

"Tidak! bloody hell, bahkan mereka berciuman sebelum Natal."

"Really?" ia terkejut dan syok. Terbesit di otaknya bagaimana perasaan Ginny. "Lalu, bagaimana dengan Ginny? Ah, dia kan..." perlahan Caroline berhenti lagi.

"Dia kenapa?"

"Tidak apa-apa! Benar," cepat-cepat Caroline menyela. "Jadi, apa selanjutnya?"

"Aku rasa mereka ada disana," Ron menunjuk ke arah toko-toko di barisan kanan. "Nah, di baris ke tiga dari sini, kau lihat 'kan? Toko Madam Puddifoot's."

"Biasanya sih, aku tahu dari Dean, katanya disana tempat orang berkencan atau apalah itu." kata Ron memberikan informasi baru bagi Caroline.

"Oh,"

Caroline menyadari kalau toko itu tempat Draco dan Astoria keluar.

*

Draco baru saja sampai ke kastil. Dan dia begitu menyesal karena menerima ajakan Astoria-agar perempuan itu tidak mengadu lagi pada ayahnya, untuk pergi ke Hogsmeade bersama. Lebih marah lagi saat dia terpaksa memasuki toko Madam Puddifoot's, membelikannya cokelat Valentine. Dia ingin muntah.

Di balik jubah mahalnya, Draco menyelipkan sekotak buah Berri segar musim panas.

Sekarang Februari dan dia sangat bodoh tidak berani secara terang-terang mengatakan kalau dia dan Caroline sudah-

Apapun namanya Draco tidak berani mengatakannya.

Selama awal tahun, Januari, dia hanya dapat meliriknya disela pelajaran dan makan malam. Di dalam lubuk hati terdalamnya dia berteriak bahwa impiannya sudah tercapai-mempunyai Caroline. Tapi, pertemuan makan malam saat Natal di rumah Greengrass meremukkan segalanya.

"Darah murni itu penting, Draco." ucap ayah Astoria. "Jangan sampai terjebak dengan darah campuran apalagi darah lumpur."

Draco mengesampingkan hal itu dan memanggilnya, "Hai, Lysander,"

"Oh! Hai," dirautnya ia sangat terkejut. "ada apa?"

"Kau tidak merindukanku?" guraunya.

"Sshh, Malfoy." Caroline melirik sekitar. "Ucapanmu lebih baik di ganti."

"Lihat, aku punya sesuatu," Draco menarik kotak itu dari jubahnya. Kotaknya berwarna hitam mengkilap setelah ia memantrainya-karena menurutnya warna marah muda terlalu aneh. "ini untukmu."

Tangan Draco masih menggantung memegangi sekotak berri dan Caroline kelihatannya tidak ada niat untuk menerimanya.

"Ini benar untukku atau untuk Astoria?" tanya Caroline.

Draco berhenti bernapas sesaat. Ingin rasanya terbatuk, tenggorokannya kering. Dia melihatnya.

"Ini untukmu, aku bersungguh-sungguh. Aku ingin memberimu Cokelat tapi aku rasa lebih baik yang berbeda jadi aku membeli Berri." ucapnya mengalihkan pembicaraan Caroline.

Fuck. Dia tahu. Lysander melihatnya. Aku harus apa. Batin Draco berkelana bingung tapi tetap mencoba tenang.

Caroline tersenyum tipis, dan Draco bersumpah bahwa dia merasa sangat bersalah.

"Terimakasih, Malfoy." tangan Caroline mengambil perlahan. Lalu tertunduk memperhatikan tutup kotak dengan setengah transparan, memperlihatkan apa di dalamnya. "Aku suka berri," kembali tersenyum.

"Lysander, aku-aku bisa menjelaskan ini, dengar, aku dan Astoria tidak ada apa-apa-"

"Jangan begitu merasa bersalah, Malfoy. Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan, apa yang harus kau jelaskan? tidak ada, 'kan?"

"Maaf tidak menyapamu sebulan penuh." Draco berkata.

"Kedengarannya mudah diterima." kata Caroline. "Kau menyogok itu dengan cara memberiku berri tanpa mau berpikiran mengajakku langsung ke Hogsmeade? tidakkah itu mudah diterima bagiku, 'kan?"

"I'm sorry." kata Draco lagi.

"Ternyata susah sekali kita ini. Selalu bersembunyi. Menolak kenyataan. Aku tidak marah padamu, Malfoy. Aku tidak marah kau pergi ke Hogsmeade dengan Astoria."

Lorong Hogwarts terasa lebih kosong setelah Caroline berbalik pergi. Seperti hanya Caroline-lah yang mengisi kekosongan ruang baginya.

*

Caroline menggunakan taktik baru untuk membuatnya bisa terbebas dari Filch yang terang-terangan membuntutinya dari belakang. Sebenarnya itu adalah saran Fred dan George; berkerja sama dengan Peeves. Hantu itu agak susah dikendalikan tapi menguntungkan saat ia suruh untuk mengganggu Filch, menyeborkan air secara terus-menerus pada penjaga sekolah itu.

Disinilah ia, kembali ke Ruang Kebutuhan.

"Expecto Patronum!" Caroline berteriak tegas, melambaikan tongkat dengan pasti setelah tiga kali gagal.

Sinar biru terang keluar dari sudut tongkatnya, terus membesar membentuk hewan bersayap.

"Elang, patronusmu Elang, Caroline! Indah sekali," ucap Ginny riang.

"Terimakasih," kekehnya.

Elang itu terbang mengitari ruangan dan meliuk-liuk diantara para anggota, lalu menyenggol bahu seorang laki-laki dan langsung terjerembab ke depan.

"Ah, maaf! Aku benar-benar tidak sengaja," Caroline membantu dia berdiri, dan melihat wajahnya. "Eh, Seamus?" tanyanya terkejut.

"Jangan begitu terkejut, Caroline. Ini hari pertamanya, ya kan, Seamus?" Ron berkata sambil bergurau. "Kuat sekali patronusmu," puji Ron pada Caroline.

Caroline hanya tersenyum lalu segera mendekati Harry sedang mengajari Neville.

"Harry, aku ingin ke kamar mandi, bolehkah? Aku janji akan hati-hati. Tidak akan ketahuan."

"Baik. Mungkin perlu ditemani dengan Hermione atau Ginny?"

"Tidak perlu. Akan merepotkan mereka. Aku sendiri saja,"

Pintunya ia tutup sepelan mungkin dan mulai berjalan normal seperti orang yang belum pernah mengucapkan mantra beberapa menit lalu. Napasnya ia buat beraturan.

Setelah ia selesai di kamar mandi, Caroline bergegas kembali. Mengecek jam, masih ada setengah jam sebelum pengumuman dari Umbridge untuk memasuki Asrama masing-masing.

Di jalan berlawanan, seorang murid masih dengan kemeja sekolah tanpa jubah berdiri berhadapan dengan Caroline. Ia berbalik ke arah kamar mandi perempuan. Menutup pintu, dan menunggu. Setidaknya sampai dia pergi dan Caroline bisa ke Ruang Kebutuhan lagi.

Kenop pintu tertarik kebawah menandakan seseorang akan membukanya. Ia secepat kilat menuju wastafel untuk pura-pura mencuci muka.

Dengan cermin di depannya, ia bisa melihat pantulannya menampilkan Draco masuk kedalam.

Caroline berbalik. Jantungnya hampir melompat saat ia memperhatikan Draco membawa tongkat di samping badannya.

"Kau tidak boleh ada disini, Malfoy! Ini untuk perempuan! lebih baik pergi, sebelum aku ikut terseret masalah."

"Bukan itu tujuanku kemari, untuk mendapat laranganmu. Aku harus memberitahumu," kata Draco tenang.

"Diam ditempat," Caroline berseru saat Draco mendekat satu langkah. "Aku akan menonjokmu lagi kalau kau macam-macam!" Caroline berseru seakan Draco adalah orang asing yang perlu dicurigai.

"Umbridge. Dia tahu. Dia tahu tentang kalian." Draco menjelaskan. Ia menjadi pucat. "Salah satu anggotamu menghianati kalian, perempuan Ravenclaw, dia memberitahu Umbridge dan segalanya. Kau harus pergi sebelum Umbridge mendatangi tempat kalian."

"Tidak, tidak, bagaimana dengan yang lain? Aku harus beritahu mereka sekarang-"

"Tidak perlu! Kau sudah terlambat. Anggota Inkuisitorial dan Umbridge sedang dalam perjalanan dan aku harus mengamankanmu sekarang, lalu aku akan kembali pada Umbridge agar dia tidak tahu." kata Draco cepat-cepat tanpa menunggu Caroline memahami maksudnya.

"Maafkan aku, Lysander." setelah satu kalimat aneh Draco, dia maju pada Caroline dan memaksakan Caroline meminum ramuan di botol kecil.

Ia meronta-ronta saat ramuan itu masuk ke tenggorokannya dan mencoba melepaskan tangannya dan rahangnya yang ditahan kedua tangan Draco.

"Apa yang kau lakukan?!" teriak Caroline setelah Draco melepaskannya. "Merlin, aku harus beritahu mereka-"

Draco menangkap tubuh Caroline yang roboh seketika karena efek ramuan tidur yang dia berikan. "Aku minta maaf," gumamnya.

*

Dia membawa Caroline ke sudut kamar mandi perempuan, dengan sangat berat hari menaruhnya di lantai yang dingin. Lalu, Draco meninggalkannya.

Menuju kumpulan Inkuisitorial mendekati tembok setengah retak.

"Kau darimana tadi?" tanya Theo penasaran.

"Kamar mandi," jawabnya dengan jujur.

"Bombarda Maxima!" Profesor Umbridge merapal mantra besar sekaligus untuk meruntuhkan tembok yang Filch yakini tempat anak-anak badung itu berlatih.

Draco tidak terkejut menemukan mereka semua lari terbirit-birit menjauh menuju pintu belakang. Dia bisa melihat Harry Potter membawa peri rumah di bahunya. Lalu, si peri rumah lenyap, berdissaperate. Si Granger lari ketakutan menggandeng dua Weasley.

Umbridge tersenyum liar kemudian berteriak kembali, "Tangkap mereka! tangkap semuanya!"

Draco malas-malasan berlari memantrai Neville dengan mantra pembeku.

"Kita dapat ketuanya, nih, Profesor Umbridge! Harry Potter!"

Dia berbalik untuk melihat, Potter yang terlilit mantra yang diucapkan Theodore, Pansy, dan Goyle.

"Bawa dia, Draco." seru Umbridge sambil melewatinya. Draco tak pernah melihat wajah Umbridge secerah ini dan tampak sangat mengerikan. "Kita bawa ke ruang kepala sekolah."

*

"Caroline," Hermione menepuk-nepuk pipi yang dia panggil sedaritadi. "Caroline, bangun!"

Matanya mengerjap-ngerjap dan kelopaknya terasa sakit untuk membuka. Tapi ia masih bisa merasakan tubuhnya berada di lantai dan suara Hermione memanggilnya terus-menerus.

"Her-"

"Oh, astaga, akhirnya." Hermione membantu Caroline bangun, untuk duduk bersandar. "Apa yang terjadi padamu? apa kau di lukai sampai pingsan?" tanya Hermione cemas. Dan kepalanya juga kembali menatap pintu kamar mandi perempuan.

"Aku tidak ingat," ia memegang kepalanya.

"Kita harus pergi, ayo, kau masih bisa bangunkan?" Hermione mengalungkan tangan kiri Caroline di bahunya. "Ginny, bantu aku,"

Dengan sigap Ginny menghampiri, "Ayo, kita antar ke Madam Pomfrey. Jadi, kalau anggota Inkuisitorial menanyai, kita hanya perlu bilang tentang Caroline yang pingsan."

Caroline berhenti sebentar. Mengingat sesuatu. Dan sekarang ia benar-benar mengingatnya; Draco yang membuatnya pingsan dengan meminumkannya ramuan tidur.

"Caroline?" kata Ginny. "kau tak apa?"

"Ya, aku baik. Aku sudah bisa berdiri sendiri."

"Nah, sekarang, Padma dan Luna," kata Hermione menoleh pada kedua wanita Ravenclaw mengawasi pintu kamar mandi. "Kalian bisa kan, berjalan ke menara seakan kalian sehabis dari ruang guru? Jika ditanya, bilang kalian di panggil Profesor McGonagall."

"Tentu kami bisa." Padma mengangguk begitu dengan Luna.

"Apa yang terjadi dengan kalian?" ia mulai bertanya.

"Kita diserang." Ginny berucap lesu, masih menggandeng lengan Caroline. "Kami kabur dan berpencar. Aku tidak tahu berapa banyak orang yang tertangkap, tapi aku masih bisa mendengar ada yang berteriak mereka dapat Harry."

Hermione membuka pintu Rumah Sakit perlahan. Hanya ada Madam Pomfrey sedang mengelus-elus bahu perempuan yang sedang menangis.

"Madam, selamat malam," Caroline berucap sopan.

"Ya, ada apa?" Madam Pomfrey menghampiri.

"Dia habis pingsan dan sepertinya kekurangan energi. Mungkin Caroline butuh ramuan."

Caroline duduk menunggu di ranjang dekat pintu, sementara Ginny dan Hermione keluar dari ruangan ke asrama. Si perempuan tadi masih menangis membelakangi Caroline, rambutnya terurai berantakan.

Ia mulai bersandar di bangsal dan memperhatikan Madam Pomfrey berkata pada perempuan itu dengan lembut, "Sudah, Marietta. Aku mungkin akan menemukan penyembuhnya. Sekarang kau harus tidur-"

"Tapi lihatlah wajahku!" teriak perempuan yang bernama Marietta. "Ini menyakitkan! Aku tidak tahan! Kau harus menemukan penangkalnya!-"

Sebelum Caroline sempat mengingat siapa Marietta itu, pintu Rumah Sakit terdobrak keras.

"Marietta sayang! kemarilah, Nak," suara melengking yang ternyata Umbridge, membuat Caroline merinding.

Ia menormalkan wajahnya-agar seperti orang sakit dan matanya ia gosok-gosok untuk membuatnya memerah.

Dan beruntungnya, Umbridge tidak memperhatikan sekitar. Dia datang dengan satu Auror berjubah biru satin mengkilap-ia seperti tahu siapa dia. Kingsley Shackbolt, Anggota Orde. Sekarang ia ingat. Pernah sekali melihatnya masuk ke Grimmauld Place.

"Ayo, sayang, kita harus ke ruang kepala sekolah. Kau tidak akan disakiti, kau hanya perlu mengatakan kebenarannya. Ayo,"

Umbridge dan Kingsley pergi membawa Marietta.

Sekarang kepalanya pusing. Sesaat Marietta melewati bangsalnya, ia melihat sekilas wajahnya. Dan walaupun di penuhi dengan bisul kemerahan, ia tahu wajahnya. Anak Ravenclaw yang selalu di samping Cho Chang saat pertemuan duel.

Astaga...

Aku tahu sekarang.

*

Pagi datang dengan tanda sinar matahari memenuhi ruangan Rumah Sakit Hogwarts. Walaupun tadi malam ia bisa saja pulang ke asrama, tapi ia memilih jalan aman, menetap di rumah sakit untuk sementara.

"Terimakasih, Madam Pomfrey." kata Caroline mendekati si penyembuh di mejanya yang berbau herbal.

Caroline sudah ada di lantai dasar-tempat Aula Besar. Caroline berusaha berjalan di pinggir koridor yang mulai penuh dengan murid yang ingin makan pagi. Dan ada yang menarik perhatian murid-murid karena Filch kembali memaku kotak peraturan besar di tengah tembok teratas-saking penuhnya.

"Apa kau melihatnya?" bisik murid yang dapat Caroline dengar. "Umbridge sudah jadi kepala sekolah resmi. Berita buruk."

Caroline memucat dan hampir ingin menangis. Ia akan menderita. Muggleborn akan lebih menderita daripada yang lain.

"Sstt, hei," suara orang berbisik datang dari kanannya.

Ia mengabaikan dan hanya ingin masuk ke asrama mengucap kata sandi-

"Caroline Lysander!"

"Demi Merlin!" seru Caroline mendekati asal suara di balik pilar. "Siapa sih?-"

Ruang bawah tanah memang gelap, tapi ia tahu siapa orang yang memanggilnya.

Draco mulai bicara, "Dengar, apa kau meninggalkan jejak?"

"Tidak." Ia menjawab ragu-ragu.

"Kau-apa kau baik-" Draco berbicara tidak jelas dan selangkah lagi ingin memegang bahu Caroline, tapi tidak jadi.

Dia menggeleng dan berubah jalur, "Kau tidak ada di sana saat kejadian dan menurutku kau aman. Tapi, salah satu anggota tidak berotak-mu menaruh nama-nama anggota di tembok ruangan itu." serunya, merasa kesal. "Kau tertulis disana."

"Aku tidak menyangkalnya, Malfoy. Jika mereka menghukum semua anggota yang tertangkap, semuanya begitupun aku harus dihukum juga. Itulah keadilan."

"Tapi, aku tidak mau kau tersakiti." kata Draco.

Lalu keduanya sama-sama terdiam.

"Eh, sejak kapan kau peduli?" tanya Caroline. Aneh sekali mendengarnya.

"Karena sayangku, kau milikku."

"Blimey, Malfoy. Itu mengerikan." Caroline berbalik menjauhinya lalu ikut masuk ke dalam lukisan dengan anak kelas satu yang baru mengucapkan kata sandi.

"Aku tadi bersungguh-sungguh, Lysander. Fuck. Aku bahkan tidak berpikir apa yang tadi aku katakan." Draco mengumpat.

"Memalukan... Malfoy... Sangat rendahan seperti itu..." ucapnya sambil menaiki tangga keluar dari sarang bawah tanah.

Tapi bukankah itu kejujuran yang nyata?

*

















To be continue...

Hai, semuanya yang masih baca. Luv luv untuk kalian!!!

[25 oktober 2021]


You are reading the story above: TeenFic.Net