BAB VII Feeling

Background color
Font
Font size
Line height

BAB VII

FEELING

Nabila bersiap-siap memasukkan barang belanjaannya ke dalam trolly besar setelah membayar di kasir. Pagi ini ia memutuskan untuk berkunjung ke sekolah singgah binaannya sejak 2 pekan lalu absen tidak pernah mengunjunginya, padahal setiap pekan pasti ia selalu menyempatkan waktu berkunjung dan bercengkrama dengan anak-anak binaannya. Dalam hati ia merutuki shofiyyah sahabatnya sekaligus guru binaan mereka yang tiba-tiba menghilang karena kelupaan barang yang akan dibelinya di counter accecories. Akhirnya ia sendiri kerepotan menyusun barang belanjaannya. Buku-buku, ATK, Snack, bahan makanan serta tetek bengek keperluan sekolah singgah dibelinya untuk menyenangkan hati murid-murid binaannya plus guru-gurunya. Ia terkesiap kaget ketika sepasang tangan lelaki membantunya menyusun barang-barang kedalam trolly.

“bisa kubantu kan!” ucap lelaki itu seraya memberikan senyum termanisnya. Nabila terpaku sejenak setelah kemudian mempercepat pekerjaan tangannya menyusun barang belanjaannya.

“tidak perlu repot-repot membantu pak, saya bisa sendiri kok”.

Yusuf tidak menghentikan kegiatannya, tangannya tetap membantu nabila tanpa menjawab kata-kata pedas nabila.

Setelah semua barang tersusun dalam trolly, nabila bersiap untuk mendorong trollynya keluar dari swallayan dan langkahnya kembali terganggu saat trollynya ditarik cukup kuat oleh yusuf. Lelaki itu segera mendorong trolly meninggalkan nabila yang terpaku dibelakangnya. “Hei...! nabila berteriak kesal. Ia segera menutup mulutnya ketika melihat sekelilingnya beberapa orang menatapnya keheranan. Malu bercampur kesal, ia menyusul yusuf dengan langkah tergesa.

“biar saya sendiri yang membawa barang belanjaan saya pak, anda tidak perlu membantu!” nabila berkata tajam namun berusaha memelankan suaranya. Ia tidak mau menjadi tontonan banyak pengunjung swalayan. Ia mensejajari langkah lebar yusuf. Tangannya berusaha merebut trolly dari tangan yusuf namun sepertinya yusuf tidak perduli. Lelaki itu tidak menggeser posisinya melepas trolly. Alhasil usaha nabila untuk merebut trollynya tidak berhasil, jika ia memaksakan diri bukan tidak mungkin adegan rebutan mainan ala anak-anak akan terjadi dan pasti tangan mereka akan bersentuhan dan itu tidak baik untuk kerja jantungnya.

“sudahlah, don’t be stubborn. Menerima bantuan sedikit tidak masalah kan?” yusuf menjawab dengan santai. Ia memperlambat langkah kakinya saat menyadari nabila agak kewalahan mengikuti langkahnya yang lebar dan cepat. Tanpa sengaja ia tersenyum sendiri, membayangkan kalau suatu saat mereka sebagai keluarga pergi berbelanja kebutuhan bulanan bersama. Yaah...seperti keluarga kecil yang bahagia. Bukan...keluarga besar dengan banyak anak. Senyumnya semakin lebar membayangkan hal itu bisa saja terjadi.

“hei..kenapa anda senyum sendiri!?” nabila mengejutkan lamunan yusuf. Gadis itu sudah mensejajari langkah yusuf.

“kenapa kau selalu memanggilku dengan formal sih? Cukup panggil aku yusuf saja. Atau bang yusuf juga bisa!” yusuf memandang protes gadis yang berjalan disebelahnya, namun nada suara terakhirnya terkesan menggoda membuat wajah nabila merona.

Nabila memalingkan wajahnya, berusaha menetralisir gemuruh dadanya. ia tersadar setelah memandang sekeliling. “hei...kau salah membawa trollyku!”

“lho...memang kau mau kemana?” yusuf tetap berjalan kearah parkiran mobilnya.

“aku masih menunggu temanku. Cukup disini saja kau membantuku!”

Yusuf menghentikan langkahnya, mendekati nabila.

“biar aku mengantarmu pu..!”

“tidak perlu, terima kasih!” jawab nabila cepat. Mengetahui maksud yusuf tanpa menunggu lelaki itu menyelesaikan kalimatnya.

Yusuf sedikit kesal. Gadis itu selalu berusaha memasang tembok yang kokoh yang sulit ditembus. Segala usahanya mendekati gadis itu seolah-olah buntu. Gadis itu sama sekali tidak tertarik padanya.   

Ia memilih diam dan ikut menunggu. Nabila menatap keliling mencari shofiyyah, beberapa kali ia mengirim pesan bbm namun statusnya masih D, belum terbaca. Sepertinya gadis itu masih betah berbelanja seperti hobinya. Sahabat cantiknya itu memang suka dengan pernak-pernik aceccories dan hiasan yang unik dan lucu, seperti dirinya. Jika mereka ke swalayan atau ke toko accecories, bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengagumi barang-barang unik dan lucu itu walaupun akhirnya hanya beberapa saja yang dibelinya.

Ketika pandangannya beralih ke tempat yusuf, nabila terkaget. Ia mengira yusuf sudah meninggalkannya sejak tadi karena suara lelaki itu sama sekali tidak didengarnya.

“kau belum pergi!” ucapnya menyerupai pernyataan bukan pertanyaan.

“biar aku mengantar kalian!”

“aku bilang tidak perlu, kami punya kendaraan sendiri!” mata nabila masih mencari-cari sebelum akhirnya memutuskan menghubungi ponsel sahabatnya. Nada sambung tapi tidak diangkat. Huh..menyebalkan. biasanya nabila amat sangat mengerti sifat sahabatnya itu, tapi saat ini ia merasa kesal sekali dengan kebiasaan itu. Alasannya karena ia dibiarkan menunggu bersama yusuf disampingnya. Itu membuatnya sama sekali tidak nyaman.

“temanmu lelaki atau perempuan?” suara yusuf memecah keheningan diantara mereka.

“menurutmu?” jawab nabila membalikkan pertanyaan.

Yusuf merutuk dalam hati. Gadis didepannya ini benar-benar menghabiskan kesabarannya. Sabar...sabar...

“pastilah perempuan!”

“memang kenapa kalau lelaki!?”

“tidak mungkin lah lelaki, kalau lelaki mana ada membiarkan seorang gadis menunggunya terlalu lama. Bahkan membiarkan gadisnya membawa belanjaannya seorang diri!”

Kata-kata yusuf yang menekankan kata gadisnya mengusik nabila. Ia kesal. Walaupun jawaban yusuf benar, namun alasan yang ingin ia ketahui dari mulut lelaki itu bukan jawaban itu.

Nabila mencoba menghubungi sahabatnya lagi. Setelah beberapa kali menekan nada panggil akhirnya tersambung. Nabila menyemburkan kemarahannya. “kemana saja ukh...saya kecapekan nunggu ini. Cepetan lah...lima menit tidak muncul saya tinggal!” ancamnya dengan suara tinggi.

“.........”

“ di basement parkiran, okelah...07 menit. Pokoknya kalau tidak cepetan datang saya tinggal anti!” ancamnya kesekian kalinya sebelum memutuskan ponselnya dengan kesal.

1 menit. 2 menit. 4 menit. 5 menit. Nabila menghitung waktu dengan tidak sabar. Akhirnya ia bernafas lega saat melihat gadis berjilbab biru laut tergopoh-gopoh lari menghampirinya.

Shofiyyah mencoba mengatur nafasnya. Mendengar nada kesal sahabatnya saat menelponnya tadi dan menyadari ternyata sahabatnya telah mencoba menghubunginya lebih dari 6 kali membuatnya merasa bersalah sekaligus heran karena ia mengenal sahabatnya paling sabar kalau menungguinya memuaskan hobi shoppingnya. Ia mengeryit ingin tahu saat melihat lelaki tampan yang berada disamping nabila. Tumben dan tidak biasa. Bukan Cuma tidak biasa tetapi luar biasa karena selama persahabatan mereka selama 6 tahun ini tidak pernah ia melihat nabila dengan seorang pria apalagi pria blasteran seperti lelaki itu.

Nabila berniat segera menarik tangan shofiyyah untuk segera meninggalkan yusuf ketika suara yusuf menghentikannya.

“ini temanmu?” tanya lelaki itu. ia bersiap untuk menjabat tangan shofiyyah tetapi urung ketika melihat shofiyyah tidak membalas uluran tangannya tetapi malah menangkupkan kedua tangannya didepan dadanya. shofiyyah tersenyum.

“saya shofiyyah, sahabat terbaik nabila!” jawabnya dengan manis sambil matanya mengerling ke gadis disampingnya yang tampak salah tingkah.

Yusuf tersenyum maklum dan ikut menangkupkan tangannya didepan dada. “saya Yusuf!”.

“nabil, Bapak yusuf ini...?” shofiyyah menatap nabila penuh ingin tahu.

“dia mitra kerjasama muslim walady”, nabila menjawab malas.

“jangan panggil pak, cukup yusuf saja!” yusuf menimpali.

Nabila menarik tangan shofiyyah dengan memberi isyarat pamit pada yusuf. Tetapi lagi-lagi suara yusuf menahannya.

“Shofiyyah, bisa saya mengantar kalian...?”

“tidak perlu...terima kasih. Kami punya kendaraan sendiri!” nabila menjawab cepat. Ia segera menarik tangan shofiyyah dan mendorong trollynya secepat ia bisa. Shofiyyah mengekori langkah sahabatnya dengan bingung.

“kenapa anti menolak, kita kan tidak bawa kendaraan?” tanyanya

“biarlah, ndak enak merepotkan orang lain. Kita naik taksi saja”. Mobil nabila memang saat ini sedang service rutin dan sengaja ia tinggalkan di bengkel dealer resmi. Ia lebih memilih naik taksi ke sekolah singgahnya. Lebih praktis dan ia cukup membawa teman untuk membantunya membawa barang belanjaannya yang seabreg.

Mereka berjalan sampai di depan pintu swallayan. Menunggu taksi. Cukup lama menunggu namun taksi yang ditunggu-tunggu tidak kunjung tiba. Mereka celingukan mencari-cari taksi yang masuk ke kawasan swallayan namun nihil. “Hhhhhh pada kemana sih taksi!!!” mulut nabila mendesis kesal.

Mereka dapat menunggu taksi didepan jalan raya yang letaknya sekitar 300 meter dari pintu swallayan namun itu berarti mereka harus berjalan kaki menenteng belanjaan yang lumayan berat karena batas trolly hanya sampai di depan pintu swallayan. Setelah berembuk dan capek menunggu, akhirnya nabila memutuskan berjalan kaki keluar gerbang swallayan dan shofiyyah menunggu saja bersama barang belanjaan mereka.

Nabila mendesah cukup keras. Capek. Pada waktu-waktu begini cahaya matahari mulai bersinar terik dan ia tidak membawa payung. Kaki pegal-pegal tidak terbiasa berjalan kaki dan berolah raga. Taksi yang ditunggu tidak jua kunjung datang. Wajahnya mulai kemerahan terkena paparan matahari.

Suara klakson dibelakangnya membuatnya menoleh keasal suara dan ia mendapati sahabatnya shoffiyah telah berada didalam sebuah mobil pajero silver metallic melambaikan tangan kepadanya untuk ikut naik kedalam mobil.

Kaca jendela pengemudi perlahan terbuka dan terlihat lelaki berkacamata hitam menyapanya. Yusuf. Lelaki yang saat ini paling tidak ingin ditemuinya.

“ayo naik, ikut mobil saya saja. Sepertinya jemputanmu tidak jadi datang!” suara yusuf membuat nabila ingin membantah. Melihat wajah lelaki itu tanpa ekspresi. Datar. Apa ia marah? Batinnya.

“ayolah nabil, kita sudah kelamaan nunggu...kasihan anak-anak. Nanti kita kesiangan...!” shoffiyah ikut membujuknya. Nabila menatap shofiyyah. penuh permohonan. Tetapi sahabatnya malah memberi isyarat untuk segera naik. Tangannya melambai menunjuk tempat duduk disamping kursi pengemudi. Disamping yusuf.

Hhufft. Setelah beristighfar akhirnya nabila membuka pintu depan dan duduk disamping kursi pengemudi. Yusuf menjalankan mobilnya.

“Jadi kemana kita?” tanya yusuf tanpa menoleh kearah nabila.

“ke rumah singgah “Rumah Pelangi”...” shoffiyah menjawab.

“Jalan Diponegoro,  setelah traffic light ketiga dari sini kita belok kiri dan kami turun dilorong pertama!” nabila memotong kata-kata shoffiyah.

“Baiklah!” jawab yusuf.

Selama perjalanan nabila sibuk memainkan androidnya, tidak berusaha mengajak bicara teman disebelahnya maupun sahabatnya yang duduk dibelakangnya.

“maaf kami merepotkan yaah bang yusuf!” shoffiyah angkat suara. Nabila mengerutkan alisnya. Shoffiyah memanggil yusuf dengan sebutan “abang”.

“never mind, bukankah daritadi saya sudah berniat membantu kalian. Niat baik dari seseorang seharusnya tidak ditolak kan!” yusuf menjawab dan sekilas menolehkan pandangannya ke nabila. Nabila ingin membantah namun urung ia lakukan. Tidak tahu harus berkata apa. memang tidak seharusnya ia menolaknya kan? Bukankah lelaki itu berniat baik untuk membantunya. kecuali niat baik yang lain yang hanya ia yang tahu. Lamarannya 2 pekan lalu.

Setelah melewati jalan diponegoro dan lorong pertama jalanan itu. terlihat beberapa anak beserta seorang ibu paruh baya telah menanti mereka. Ketika mendapati yang ditunggunya telah datang. Anak-anak yang dilihat dari perawakannya berkisar umur 6 sd. 13 tahun bersorak gembira.

“bunda bila datang...” seorang gadis kecil berumuran 6 tahun menyongsong dan memeluk nabila yang baru keluar dari mobil. nabila tersenyum lebar. Melihat kebahagiaan anak-anak langsung meningkatkan moodnya yang tadi kesal menjadi gembira luar biasa. Terlihat dari matanya yang bersinar bahagia.

“Rezky...mmmuah. bunda kangeeeen sekali!” nabila mengecup  pipi gadis kecil itu berulang kali.

Sementara anak-anak lain telah berbondong-bondong membantu mengeluarkan barang belanjaan dari mobil. shofiyyah mendekati ibu paruh baya disamping rezky, gadis kecil yang sedang asyik berceloteh dengan nabila. mencium tangan perempuan itu dengan takzim. yusuf yang semula berniat membantu menurunkan barang-barang dari bagasi, mengurungkan niatnya. memilih mengamati suasana ceria anak-anak. Ia berdiri disamping nabila. Ibu sum, begitu perempuan paruh baya itu dipanggil melihat yusuf yang tampak kaku segera mendekati dan menyapanya. Membantu memperkenalkan yusuf dengan anak-anak.

Nabila sendiri seolah-olah melupakan kehadiran yusuf. Ia masih asyik bermain dengan rezky, gadis kecil yang sangat manja padanya.

Rumah singgah pelangi ternyata hanya berupa bangunan kecil yang tampak sederhana namun terlihat asri dengan beberapa bunga dan tanaman perdu menghiasi halaman yang cukup luas. Di halaman inilah aktivitas belajar dilakukan. Dengan atap seng tanpa dinding, mereka membatasi ruangan menjadi empat kelas terlihat dari dinding tripleks yang menutupi tidak sampai setengah panjang ruangan. Di dua kelas, tampak beberapa anak remaja tanggung sedang asyik mengutak-atik sesuatu. Seorang lelaki yang tampaknya sedang memberi mentor pada remaja itu tampak menghentikan aktivitasnya dan mendatangi rombongan nabila saat melihat mereka datang.

“Assalamu’alaikum...kaifa khaluqi ukh nabila?” ujar lelaki itu seraya menangkup kedua tangan didepan dada.

“Wa’alaikumussalam warahmatullah.Alhamdulillah akh fajar. Antum sendiri bgm kabar akh?” nabila membalas salam lelaki itu.

“Alhamdulillah. Lama yaa tidak bertemu? Mau lihat kreasi anak-anak yang baru? Mereka sudah bisa membuat animasi kartun loh!” fajar menunjuk pada kesibukan anak2 di kelas. Nabila mengangguk dan mengikuti fajar ke ruangan kelas. Yusuf tidak ingin ketinggalan, ikut juga dibelakang nabila.

Ada sekitar 12 remaja yang tengah berdiskusi. Didepan mereka terdapat tiga notebook yang sedang menampilkan slide gambar2 animasi. 3 diantaranya tampaknya sebagai operator notebook yang sedang didiskusikan teman-temannya.

Yusuf tampak kagum. Walaupun masih sederhana. Tetapi remaja itu yang menurut ia dengar dari ibu sum adalah anak-anak jalanan yang putus sekolah memiliki semangat yang tinggi untuk belajar ditengah keterbatasan mereka. Ibu sum dipercaya oleh yayasan yang didirikan oleh nabila bersama teman-temannya untuk menjadi penjaga dan pengelola rumah singgah saat ini. Jumlah remaja yang dapat mereka tampung untuk dibekali dengan pendidikan dan keterampilan sampai saat ini telah mencapai +- 100 orang. 20% diantara mereka kini telah mandiri dan memiliki usaha kecil-kecilan sehingga mampu membiayai hidup dan melanjutkan sekolah.

Fajar tampak asyik menjelaskan tentang kegiatan anak-anak binaannya ke nabila, lelaki itu tampak sangat akrab dengan nabila. mereka sering tertawa diantara obrolan mereka. Hal ini tak luput dari pengamatan mata elang yusuf. Sebagai sesama lelaki ia tahu, sepertinya fajar tertarik pada nabila. beberapa kali ia pergoki saat nabila memandang ketempat lain, tampak lelaki itu menatap wajah gadis itu dalam-dalam dan ketika nabila melihatnya lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya.

Fajar mengangsurkan minuman dingin ketika melihat nabila mengusap dahi, membersihkan peluhnya. Begitu perhatiannya lelaki itu. batin yusuf.

“Jadi bapak yang mengajar semua anak-anak? Anda hebat...saya kagum pada anda!” yusuf angkat suara seraya mendekat dihadapan fajar. Mengalihkan perhatian fajar yang sepertinya akan mengangkat bangku mempersilahkan nabila duduk.

Nabila mengangkat alis, sedikit terganggu dengan kata-kata yusuf.

“jangan panggil fajar dengan panggilan bapak, bahkan umurnya tidak lebih tua darimu!” cetusnya keras. Fajar yang baru sadar akan kehadiran yusuf hanya nyengir.

“maaf belum memperkenalkan diri tadi. Asyik ngobrol dengan nabila. saya Fajar Islam, panggil saya fajar saja!” fajar menjabat tangan yusuf erat.

“kalau bapak sendiri?”

“saya yusuf, panggil yusuf saja!”

Fajar mengangguk-angguk, bibirnya membentuk huruf ooo. “akh yusuf ini asli mana? Sepertinya bukan asli indonesia?.

“saya 50% indonesia. Hehehe. Ayah saya asli kanada, ibu saya dari solo” fajar tampak ber-oooh kembali. Tangannya masih menjabat erat yusuf. Sementara yusuf sendiri menimbang diri lelaki itu. kulit fajar cenderung gelap, sepertinya lelaki itu sering berpanas matahari. Wajah lelaki itu tegas namun matanya bersinar ramah plus jika tersenyum, tersembul lesung pipit di pipi kirinya. Wajahnya menarik untuk ukuran lelaki indonesia. Tingginya lumayan walaupun lebih pendek beberapa senti dibandingkan yusuf, namun untuk ukuran lelaki indonesia fajar masuk kategori jangkung.

***

Tepat masuk waktu shalat dhuhur, mereka shalat bersama di mushalla kecil yang terletak di belakang rumah singgah. Fajar menjadi imam shalat. Beberapa lama setelah aktivitas shalat selesai, mereka makan siang bersama. Bu sum tampak sibuk mengarahkan anak-anak untuk mengatur makanan di sudut belakang mushalla. Ternyata selain menjadi tempat shalat, mushalla ini digunakan mereka untuk makan bersama. Nabila dan shofiyyah ikut membantu mengatur makanan di lantai mushalla. Menu makan mereka cukup sederhana. Sayur bening + tahu tempe bacem + ikan kering + sambel bawang ditambah beberapa buah segar dan kerupuk. Jumlah mereka saat ini +- 40 orang. Beberapa guru memang tidak mengajar pagi ini, jadwal mengajar guru-guru di rumah singgah memang fleksibel tergantung kesiapan waktu anak-anak dan guru. Saat hari libur justru merupakan kegiatan belajar yang padat karena di hari biasa banyak anak anak dan guru yang bekerja di tempat lain. Hari ini hanya ada 3 orang guru yang mengajar termasuk fajar.

Nabila ikut membantu di dapur. Menyiapkan air minum untuk makan bersama. Ibu sum datang menepuk lembut punggung nabila. “Nak...bagaimana kabar Bapak dan ibu? Sehat?”. Nabila menoleh memandang ibu sum dan ikut tersenyum. “ alhamdulillah bu...sehat”.

“Alhamdulillah...ibu ikut senang nak”.  Ibu sum menatap sayang gadis yang sudah dianggapnya anak sendiri itu. merasa tengah diperhatikan, nabila balas menatap ibu sum. Ia menghentikan aktivitas mengambil gelas yang akan dibawanya ke mushalla. “kenapa bu? Kok liatin nabila seperti itu? ada yang salah dengan wajahku?” tanyanya sambil kedua tangannya mengusap wajahnya. Takutnya ada kotoran yang singgah di mukanya atau mukanya celemongan.

Ibu sum menarik nafas. Tangannya terulur mencubit pipi nabila pelan. “wajah cantik begini kok ada yang salah toh nduk...nduk. Subhanallah Maha Suci Allah yang menciptakan wanita cantik shalihah seperti ini!”.

“Ah ibu terlalu berlebihan. Nabila kan sudah sananya cantik”. Kelakar nabila sok pede.

“iyya...tapi sampai umur 27 tahun belum ada pendamping juga!” kata-kata ibu sum membuat nabila seketika terdiam.

“nduk...nduk... banyak yang mau tapi kok kamu menolak toh?”

“ah ibu...belum ketemu jodohnya bu, Insya Allah jika Allah berkehendak akan tiba masanya nabila menikah!” jawab nabila sekenanya.

“banyak yang tanya sama ibu loh nak. Apa perlu ibu langsung telp ibu sama bapakmu? Bilang kalau anak gadisnya ini banyak yang mau tapi menolak terus”.

“eh, jangan lah bu...insya Allah dalam waktu dekat ini bu!”

“dalam waktu dekat?” ibu sum segera menarik tangan nabila. mengajaknya duduk di kursi

You are reading the story above: TeenFic.Net