Chapter 8: Trauma Tiara

Background color
Font
Font size
Line height

BAB INI SUDAH DI REVISI

selamat membaca!!<3

Anrez dan Tiara sedang berada di tangga menuju ke parkiran. Langkah mereka terhenti karena dering telepon dari smartphone Anrez.

Bani's Calling...

"Halo, Ban?" sapa Anrez.

"Lo dimana?"

"Otw parkiran."

"Astagfirullah, jam segini lo baru mau balik?"

"Iye."

"Gue pikir lo udah di markas. Ini gue sama yang lain udah di markas. Kita kan mau ada rapat penting,"

"Oh iya sorry sorry gue lupa. Sekarang gue mau nganterin bidadari gue balik. Nanti gue langsung ke markas deh." balasnya disertai cengiran tanpa dosa.

"Cari kesempatan dalam kesempitan lo ya. Pasti sekalian modus."

"Sambil menyelam minum air ... gak salah, kan?"

"Iya iya terserah lo, udah buruan anterin tuh bidadari lo itu. Cepetan ke sini!"

"Oke." Anrez menutup panggilan itu. Pandangannya langsung mengarah pada si cantik yang masih tetap berdiri dengan gayanya yang angkuh namun terlihat anggun tak jauh dari dirinya. Sambil senyum, Anrez kembali bersua. "Maaf, Ti, lama ya?" tanya lelaki itu dengan satu alis terangkat.

"Nggak." balas Tiara, singkat dan jelas.

"Yaudah, yuk!" Anrez refleks memegang tangan Tiara. Tapi, entah kenapa Tiara tidak menolak hal itu. Seperti ... tak apa jika di gandeng oleh lelaki itu.

Mereka pun sampai diparkiran. Tiara terkejut saat melihat Anrez akan mengantarnya naik motor, bukan mobil. Tiara punya sedikit trauma jika berkendara menggunakan motor, apalagi jika itu adalah motor ninja. Dulu, dia sering diajak jalan jalan oleh ayahnya naik motor ninja. Tapi, sejak tabrakan yang menewaskan ayahnya itu, Tiara menjadi sedikit takut melihat, apalagi menaiki motor tersebut.

"Kita naik motor, gak apa-apa kan?" tanya Anrez seraya mengambil helm yang disangkutkan di jok belakang kendaraannya.

"S-sebenernya gu-gue..."

Anrez yang melihat ekspresi ketakutan Tiara pun reflek menyimpan kembali helm nya dan menghampiri Tiara. Lalu memegang bahu Tiara sembari menatapnya.

"Lo kenapa? Punya trauma?" tanya Anrez polos, yang membuat gadis didepannya merasa sesak. Tak lama, kemudian menangis. Anrez gelagapan, ia tidak tau harus berbuat apa sampai pada akhirnya ia memutuskan untuk memberikan gadis itu sedikit sentuhan di bahu nya. Seolah menguatkan dan memberi tahu gadis itu bahwa ia tidak sendirian.

"Kok lo nangis sih?"

"A-ayah gue.." tangis Tiara terdengar begitu lirih. Memori tentang sang ayah memang terdengar begitu menyakitkan untuk dirinya.

"Astaga.. gue sampe lupa. Kecelakaan motor adalah penyebab ayahnya Tiara meninggal dunia. Aduhh bodoh banget sih gue, ya pasti lah Tiara bakalan sedih mengingat kejadian paling menakutkan dalam hidup dia. Anrez bego!"

"Gue minta maaf, Tiara.. udah bikin lo inget lagi sama kejadian itu.."

"Ayah..." tangisan Tiara semakin menjadi-jadi.

***

"Nuca, lo udah ngehubungin Anrez lagi?" Arbani bersua dengan sekaleng minuman soda yang baru saja dibawanya dari kulkas di markas mereka. Lelaki itu mengambil posisi duduk di sofa tempat dimana mereka selalu berkumpul. Menatap Nuca dan Evan secara bergantian.

Nuca mengangkat bahu. "Daritadi gue hubungin, kagak ada tuh yang namanya diangkat! Najis banget dah tu orang. Mentang-mentang lagi jalan sama mbak crush," sindir cowok itu kesal.

"Goblok banget." celetuk Evan seraya melempari Nuca dengan kulit kacang. "Palingan hp nya ke-silent, atau nggak dia lagi di jalan makanya gak kedengeran ada telepon dari lo."

"Bodoamat! Kesel gue sama tu bocah!"

"Tapi kok perasaan gue gak enak ya?"

Evan dan Nuca langsung menoleh pada Arbani yang baru saja bicara. "Gaya lo udah kayak peran tambahan di sinetron aje," jeda sejenak. "Btw jangan ngomong yang macem-macem lah minimal. Gue kan jadi agak ngeri, anjir,"

"Tau lo, ban dalem! Malah negatip tingking muloo!" sahut Nuca sambil melempari yang lebih tua itu kulit kacang bekas Evan tadi.

"Gue bukan nakut-nakutin lo pada, curut! Tapi emang kayaknya bakal ada sesuatu yang bakal terjadi deh. Dan gobloknya gue gak tau itu apa."

"Oh iya, Van, coba lo telepon cewek yang tomboy itu deh. Tanyain, Tiara udah balik apa belum. Kalo Tiara udah balik, otomatis Anrez pasti juga lagi otw kesini," usul Nuca yang langsung diangguki oleh Arbani.

"Tumben lo pinter," puji Arbani sambil menepuk bahu Nuca dua kali. Jeda. "Van buruan," lanjutnya menuntut.

"Itu lo muji atau ngeremehin gua sih!?"

"Itu gue lagi ngajak ngomong cicak dirumah nenek lo."

"Serah lo anjir!"

Mengabaikan perdebatan antara dua sahabatnya, Evan lebih memilih untuk langsung menghubungi Harini yang mereka sebut cewek yang tomboy itu.

Hanya beberapa detik, sambungan pun tersambung.

"Halo?"

"Kenapa?"

"Tiara udah balik belum?" tanya Evan langsung.

"Ini gue sama temen-temen gue lagi dirumah dia, lagi nungguin dia balik. Tadi, Arifah sempet telepon Tiara, dia bilang udah mau balik sama Anrez."

"Udah sampe?"

"Ya belum lah, Evan! Lo nyimak gue ngomong gak sih!?"

"Gue cuma mau mastiin, Harini.." Evan memberi jeda. "Yaudah nanti kalo Tiara udah balik langsung kabarin gue, ya?"

"Oke."

"Bye, Rin." Evan langsung menutup sambungan ketika sahutan terakhir dari Harini terdengar. Ia menatap dua temannya kemudian mengangkat bahu.

"Belum balik katanya."

"Perasaan gue jadi makin goblok dah kalo gini caranya." keluh Arbani kesal karena pikirannya sendiri yang sudah kacau, mengarah kemana-mana.

"Semoga mereka berdua gak kenapa napa deh,"

"I hope so.."

"We hope so!"

"Iye-iye, kita!" Evan balas ngegas. "Ribet amat lo!"

***

"Ti, kalo lo takut, kita bisa kok naik taksi dulu. Biarin motor gue ditinggal disini. Nanti biar dibawa sama salah satu dari tiga curut peliharaan gue,"

"Gue.. u-udah gak kenapa napa, kok. Gak usah nyusahin diri! Pake motor aja udah, jangan ribet pesen taksi segala!" Tiara masih terisak. Namun gadis itu berusaha terlihat kuat dengan cara marah-marah seperti itu. Tiara tidak mau disangka lemah oleh siapapun, apalagi orang itu adalah Anrez. Big no.

"Gue gak papa! Cuman keinget bokap doang, sedikit."

"Iya, Tiara..Β  gue paham kok," Anrez menghela nafas pelan. "Maafin ucapan gue tadi ya? Maaf karena udah bikin lo inget sama hal itu,"

"Iya gue maafin." Gadis itu menarik ingusnya sekali. Lalu mengelapnya menggunakan tisu yang tadi diberi oleh Anrez.

"Yaudah. Kalo gitu kita jalan sekarang ya? Temen-temen lo pasti udah panik nyariin lo kayak bang Toyib. Kagak pulang-pulang,"

Setelah mengatakan itu, Anrez memasang earphone sebelum memakai helm fullface-nya. Tiara sempat melihat dan heran ketika melihat cowok itu memasang earphone sebelum helm. Tapi gadis itu memilih berusaha tidak peduli. Mungkin saja Anrez ingin berkendara sambil menikmati lagu, bukan? Jadi Tiara santai saja seraya memakai helmnya sendiri.

"Lo kenapa pake earphone?" tanya Tiara, pada saat gadis itu ternyata tidak bisa menahan rasa penasarannya pada akhirnya.

"Buat ngehubungin temen-temen gue aja, kok, ehehe." jawab lelaki dengan senyum manis itu ringan. Membuat Tiara mengangguk paham dan tidak lagi menanyakan apapun. Sebenernya gue ada bad feeling. Gue takut terjadi apa-apa sama lo selama diperjalanan nanti, Tiara. batin laki-laki itu bersua.

Ia langsung menghubungi Fire Boy.

"Oy, Rez!" Evan langsung menyapa kala itu.

"Lo baik baik aja?" Sedangkan Arbani memilih bertanya.

"Gue sama Tiara baik-baik aja sejauh ini. Gue minta sama kalian semua, jangan matiin telepon. Entah kenapa i have some bad feels. I guess?" ucap anrez dari balik helm nya sambil menaiki motornya dan menyalakan mesin. Matanya menatap lurus kedepan sambil menghela nafas secara cepat. Seolah mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Santai ae, Rez. Aelah lo, kayak belum pernah ngerasain yang beginian aje." Nuca berusaha menenangkan. Anrez yang mendengarnya hanya bisa terkekeh kecil tanpa membalas.

"Naik, Ra." Lelaki itu mempersilahkan.

Tiara menurut tanpa satu patah katapun keluar dari mulutnya. Mendadak, ia juga merasakan akan ada sesuatu hal buruk yang terjadi.

Gak. Ini bukan apa-apa. Gue yakin gue bakal baik-baik aja!

"Oh iya," Anrez baru saja mengingat sesuatu. "Alamat rumah kamu dimana?"

"Violet Jagakarsa Resident nomor delapan,"

Setelah Tiara mengatakan hal tersebut, motor ninja hitam milik Anrez pun mulai bergerak. Berkendara dengan kecepatan pelan ketika baru mulai.

***

"The game will be started."

Seorang laki-laki menatap dua orang diatas motor yang baru saja berjalan keluar dari area kampus dengan smirk yang terlihat begitu menjengkelkan.

"Siap-siap."

"Mereka udah masuk ke dalam permainan kita."

"Buntuti terus, jangan sampe mereka lolos!"

Ia memutuskan teleponnya. Lalu kembali menatap kepergian motor yang sejak tadi diperhatikannya dengan pandangan meremehkan.

"Lo gak akan menang lagi kali ini."

***

Entah kenapa perasaan tidak enak ini semakin menjadi-jadi. Anrez takut jika terjadi sesuatu padanya dan Tiara. Begitu juga Tiara. Rasa gelisah dibenaknya semakin kuat dan membuat dia takut akan terjadi sesuatu hal buruk.

"Rez, perasaan gue gak enak. Gue takut terjadi sesuatu!" ucap Tiara sedikit berteriak karena suara motor yang cukup bising.

"Semoga ini bukan pertanda buruk."

"Lo gak usah takut. Gue yakin ini cuma perasaan lo aja. Gak usah khawatir, karena gue udah janji sama lo, kalo gue akan jagain dan lindungin lo apapun yang terjadi. Gue gak akan ngebiarin lo kenapa-napa. Lo tenang aja," ucap Anrez mencoba menenangkan.

Mendengar ucapan Anrez, bukannya tenang, justru Tiara makin khawatir akan benar-benar terjadi sesuatu. Dia pun memegang erat ujung jaket Anrez seolah takkan melepasnya sampai kapanpun. Gadis itu terisak lagi, membuat perasaan Anrez semakin tidak karuan.

"Ti, gue mohon jangan nangis.. gue janji sama lo, gue gak akan ngebiarin lo kenapa-napa. Lo bisa pegang janji gue!" ucap Anrez yang mulai kalut.

"Rez. Lo bisa denger gue kan?" Nuca bersua dari sebrang sana. "What happened?"

"Dia nangis. I mind, Tiara. Dia nangis, dia panik, dia ketakutan. Gue hampir kalut, please!?"

"Dengerin gue. Dibelakang lo, ada beberapa mobil yang ngikutin lo sejak tadi. Coba lo cek lewat spion."

Tanpa banyak berfikir lagi, Anrez segera melihat ke arah spion sebelah kanannya.

Dan benar saja, ada tiga buah mobil avanza berwarna hitam yang membututinya. Anrez mengalihkan pandangannya ke spion kiri dan terlihat Tiara yang menangis sambil meremas ujung jaketnya. Keadaan ini terasa sangat mencekam, apalagi kondisi jalanan sore hari di daerah ini memang sangat sepi. Anrez mempercepat kendarannya, lalu memperingati Tiara.

"Tiara, gue mohon, pegangan yang kuat. Gue mau nambah kecepatan, gue gak mau terjadi apapun sama lo. Gue harap lo selamat. Maafin gue, gara-gara gue, lo jadi ikut ngerasain ketegangan ini."

"Rez, lo dimana sekarang?" tanya Evan.

"Gue di jalan Green seeds sebelum Jagakarsa Resident."

"Jauh banget, sialan!"

"Gue udah ada dibelakang mobil mobil ini, Rez!"

Anrez, Evan, dan Nuca yang mendengarnya langsung tercengang dan kompak berteriak karena terkejut atas apa yang baru saja mereka dengar.

"Arbani, lo yang bener aja!?" Anrez yang pertama buka suara usai mendengar penuturan Arbani yang katanya sudah berada tepat dibelakang mobil-mobil tersebut.

"Kok lo gak ngasih tau kita berdua dulu, anjir!!?" murka Nuca tak habis pikir. Ia mengusap keningnya frustasi.

"Sorry, gue terlalu fokus sampe lupa ngomong." Arbani membalas santai.

"Guys dengerin gua!" Anrez berucap tegas, dengan urat-urat di lehernya yang mulai terlihat serta keringat yang membasahi wajah dan lehernya. "Jangan ada satupun dari kalian yang kesini. Tolong hormati gua sebagai ketua kalian! Terlalu bahaya!"

"Gak bisa gitu! Lo gak bisa ngadepin ini semua sendirian. Apalagi ada Tiara di belakang lo, Anrez! Lo itu butuh kita!"

"Gue gak mau terjadi apa-apa sama kalian, anjing!"

"Kita gak akan ngebiarin lo ngadepin Samuel sendirian." ujar Evan pelan, nadanya terdengar semi mendesis.

"Sam?" Nafas Anrez langsung memburu ketika mendengar nama itu. "JADI INI SEMUA ULAH DIA LAGI?!"

***

"GUYS! LOOK AT THIS, PLEASE!" Harini berteriak panik yang membuat kedua temannya langsung datang dengan panik pula. Keisya dengan heboh langsung memeluk lengan Harini dan berteriak.

"HUAAAA ADA KEBAKARANNNN!!"

"ISH APAAN SIH, KEI? BUKAN KEBAKARAN INI TUHH!" Arifah menepuk dahinya sambil berusaha membantu Harini untuk lepas dari Keisya.

"Tau nih, Keisya! Bukan kebakaran, Kei, Ya Tuhan!"

Keisya merengut, mengerucutkan bibirnya lucu. "YA TERUS KENAPA DONGG? GUE KAN KAGET HARIN TIBA-TIBA TERIAAAKK!"

"Kenapa, Rin?!" Arifah juga tentunya penasaran.

"Look at my phone!" Harini menyodorkan ponselnya yang menampilkan sebuah roomchat pada Arifah dan Keisya. Membiarkan mereka membaca sesuatu disana.

Evan

Harini, lo dimana?

Gw masih di rumah Tiara

Ada apa emangnya?

Ada sesuatu hal terjadi.

Ada apaan oyy?!!!

Jangan bikin anak orang panik deh lo

Woi, Van!

EVAN BALES KENAPA SIH?!

Tiara sama Anrez

Dibuntutin sama orang

Suruhannya Samuel

Samuel siapa anjir

Dia orang jahat

Gw minta, Die Gurl stay di rumah Tiara

Jangan kemana-mana!

Posisi mereka dimn sekarang?

Di jalan rumput hijau sebelum jagakarsa resident

Jangan coba coba kesini!

Y


Jangan batu!
(Read)




































***

Apa yang bakal terjadi nihh😭
.
.
.
Semoga gak ada apa apa sama Anrez dan Tiara ya guyss
.
.
.
.
.

Vote ya jangan lupa, biar aku semangat
Makasih udah baca dan support cerita ini😊


You are reading the story above: TeenFic.Net