[REVISI]
"Ganti baju dan jangan malu-maluin dad!"
Hekala yang tengah asik bermain game di ponselnya tersentak. Mengrenyit ketika asisten ayahnya membawa satu set jas mewah dengan kemeja putih yang nampak elegan di tubuh Hekala.
Pikiran-pikiran aneh sudah memenuhi otaknya. Kali ini apa lagi? Hekala akan dijadikan boneka untuk urusan apa lagi? Hekala sudah cukup muak jika kehadirannya hanya untuk menarik colega sang ayah.
"Gak mau!" Hekala kembali fokus pada layar ponselnya namum sedetik kemudian benda pipih itu terampas dari tangan Hekala.
Hekala mendengus melihat tatapan mengintimidasi dari sang ayah. Handphone kesayangannya susah diremat kuat oleh lelaki paruh baya tersebut.
Hekala bangkit ingin mengambil benda pipih itu namun sang ayah lebih dulu membantingnya sampai layarnya berganti hitam legam.
Mata Hekala terbuka lebar dan memandang ayahnya dengan benci. Namun tidak ada kata-kata umpatan yang keuar dari belah bibir pucat Hekala.
Asisten yang masih berada di kamar Hekala nampak menunduk karena merasa atmosphere di kamar sang tuan muda terlihat lebih dingin dari sebelumnya.
"Dad gak butuh waktu lama." Desisnya tajam, setelah itu Tuan Setra berjalan keluar dari kamar Hekala yang luas.
Dan kembali meninggalkan luka di hati Hekala. Tatapannya nanar melihat benda kesayangannya tergeletak mengenaskan.
Rahang Hekala mengeras menahan amarah yang kapan saja bisa meledak. Tidak boleh ada yang merusak barangnya! Hekala mengepalkan tangannya erat.
"Keluar." Desis Hekala dingin ketika masih mendapati asisten rumah tangganya yang semakin bertambah datang ke kamarnya.
"Maaf tuan muda, tapi tuan besar—"
"GUE BILANG KELUAR."
Kelima asisten rumah tangga itu terlonjak kaget hanya menunduk takut dan meninggalkan kamar Hekala.
Hekala menghela napasnya pasrah. Matanya memejam erat menghalau segala resah yang bersarang di dadanya selama ini. Mari lihat sampai kapan Hekala harus seperti ini.
Mengingat waktunya yang hanya sebentar Hekala mendesis, rencana hari ini akan keluar bersama temannya namun harus gagal oleh perintah si tua itu. Hekala masuk ke dalam kamar mandi, tidak mandi biarkanlah dia terlalu malas apalagi jam sudah menunjuk pukul tujuh malam.
Satu fakta, Hekala sensitive dengan udara dingin. Namun anak itu cukup bebal. Sudah berulang-kali terkena demam karena nekat keluar malam tanpa menggunakan jaket.
Tapi toh siapa yang akan mengkhawatirkannya. Tidak ada, jadi lebih baik semaunya kan? Karena Hekala juga tidak butuh untuk dipedulikan oleh mereka.
Langkah Hekala berjalan gontai setelah selesai merias penampilannya sendiri karena kemauan sang ayah. Hekala muak sungguh, tubuhnya memang pas dan sangat terlihat tampan ketika jas itu melekat pada tubuhnya.
Matanya sudah menajam melihat penampilan semua anggota keluarganya. Menjadi bagian keluarga terpandang membuatnya selalu diliputi rasa tidak suka.
Hekala ingin menjadi dirinya sendiri tanpa harus masa depannya yang sudah ditata rapi. Hekala benci diperintah, Hekala benci mereka yang semaunya. Sangat benci.
"Jo?"
"Sudah siap sayang?"
Hekala berdecih mendengar kata-kata yang sangat menjijikkan di telinganya. Karena melihat adegan yang tidak mau Hekala lihat seumur hidup langkah kecilnya membawa ke meja bar dapurnya mengambil air minum untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokannya.
Tanpa sadar seseorang menghampirinya. Membuat Hekala mencengkram gelas itu erat. Wajahnya sudah terpasang tampang dingin.
"Gue gak sabar liat wajah terpaksa lo di sana." Marko berbisik di telinga Hekala, lantas terkekeh melihat adik tirinya yang sudah memejamkan matanya erat menahan emosi.
"Wait, Heka my lil bro don't be mad, nikmati aja kesengsaraan lo."
Bahu Hekala ditepuk keras berulang-kali oleh Marko dengan tawa hambarnya. Hekala lekas menepis tangan itu kasar, wajahnya sudah menatap Marko tajam.
"Bacot."
Hekala bangkit berlalu keluar meninggalkan Marko yang mengedihkan bahunya acuh. Hekala sempat menabrak tubuh Jevan yang menghalangi langkahnya.
Melihat adiknya yang mengrenyit aneh lantas Marko langsung merangkul pundak Jevan.
"Lo apain lagi Kala?"
"Just kidding."
"Bang, jangan bikin dia makin marah sama keadaan."
Marko mengangkat kedua alisnya, "Karena dia sahabat lo?"
"Bang lo gak ta—"
"Marko, Jevan, cepet masuk mobil." Anne, wanita cantik itu menyembul dari balik pintu dapur menyuruh kedua putranya untuk segera pergi dari situ.
Jevan tersenyum langsung menghampiri sosok yang telah melahirkannya dengan binar cerah. Jevan dengan manja memeluk mommy nya dari belakang dan mengecup pipi cantik wanita itu.
"Mom cantik banget sih."
Anne tertawa, "Kamu kenapa sih dek."
"Dia pengen beli mobil mom.."
"Dih engga ya!" Pekik Jevan.
Marko menjulurkan lidahnya membuat Jevan ingin memukul kepala kakaknya tersebut. Namun Anne lebih dulu menahannya dengan tawa gemas.
Andai, Anne bisa sebebas ini, mengelus, memeluk dan memberi kasih sayang pada putra tirinya Hekala. Mata Anne memanas melihat betapa rapuh punggung sempit itu.
Namun dia bisa apa? Mencoba melarang Johnny untuk tidak berlaku kasar hanya akan membuat rumah tangga yang sudah dia idamkan selama ini hancur.
"Mom you okey?"
Anne hanya tersenyum dan mengangguk lalu mengajak Jevan untuk segera menuju ke mobil.
Hekala mendengus ketika tangannya sudah ditarik sang ayah dengan kasar untuk segera keluar dari mobil.
Perjalanan tadi cukup lumayan memakan waktu lama. Di dalam mobil Hekala hanya fokus pada jalanan lenggang sampai tidak sadar keluarganya sudah keluar dari mobil.
Wajah Johnny menatap Hekala teduh dan kasih sayang. Menyiratkan rasa bangga terhadap putranya. Tapi sayangnya itu hanya bualan semata.
Media yang membuat Johnny seperti ini.
"Senyum!" Ucap Johnny dingin tepat di telinga Hekala.
Setelah itu Johnny lantas mendekat pada sang istri dan berjalan anggun menuju deretan media yang menyorot mereka.
Hekala mendesas lelah, ini bukan kali pertamanya. Sudah cukup kebal dan Hekala harus kembali menunjukkan tipuan wajahnya pada public.
"Selamat datang Tuan Setra beserta keluarga."
Mereka disambut hangat oleh media yang berjejer mengambil gambar. Jepretan flas sama sekali tidak mengganggu, mencoba tetap berjalan elegan menuju tempat acara.
Hekala sudah dilatih untuk berjalan seelegan mungkin. Kedua kakak tirinya berjalan di depannya. Hekala sebagai bungsu hanya mengekor sampai tempat berjejer kursi mahal dan berbagai cake mereka hidangan.
Hekala memutar bola matanya malas melihat banyaknya orang bercengkraman. Acara belum dimulai dan Hekala memilih diam sambil menatap kosong orang-orang yang nampak akrab.
"Heka."
Jevan menepuk pundak sahabatnya yang sekarang merangkap menjadi adik tirinya. Jevan paham Hekala sangat penat untuk hari ini.
"Ayo gabung sama anak—"
Sret
Hekala bangkit dan meninggalkan Jevan yang hanya menatap miris Hekala. Anak itu terlihat sangat dingin, padahal Jevan tidak pernah mengenal Hekala yang seperti ini.
Sedangkan itu Hekala hanya bersedekap dada menikmati alunan musik yang disewa dari penyanyi ternama.
"Hai?"
Hekala mendongak mendapati perempuan cantik yang menatapnya dengan senyum indah.
Hekala hanya berdeham dan mengrenyit.
"A-ah maaf, aku cuma disuruh kenalan aja sama kamu."
Hekala semakin mengrenyit tidak paham. Perempuan itu nampak gelagaban dan meneguk ludahnya cukup kasar.
"Uncle Johnny yang suruh. Katanya kamu putranya ya?"
Hekala hanya mengangguk sekenannya. Perempuan itu nampak menggaruk pelipisnya canggung.
"Nama aku, Chelyn."
Rasanya sangat tidak enak jika mengabaikan tangan mungil itu. Lantas Hekala dengan terpaksa membalas uluran tangan Chelyn.
"Hekala." Jawabnya singkat.
Di situ Hekala tidak mempedulikan penyambutan-penyambutan dari pembisnis kondang yang saling bertukar tawa dan menjalin kerja sama.
Sebagai putra Setra yang memiliki nama lebih tinggi dari yang lain karena mendiang sang kakek yang sangat sukses membuat ayahnya sangat dipuja banyak orang.
Terlebih Hekala dan kedua kakak tirinya yang memiliki kemampuan berbeda-beda. Namun hal itu sama sekali tidak membuat Hekala lantas tersenyum sepanjang jalan atau merasa bangga dan bersikap angkuh.
Karena yang Hekala takutkan sekarang terjadi. Matanya terbelalak lebar dengan tubuh yang menegang.
"Kabar menggembirakan, kedua belah pihak sudah saling setuju. Jadi putar saya Setrala Hekala akan bertunangan minggu depan dengan putri sahabat saya Jeffrey, yaitu Je Chelyn."
Semua pasang mata menatap binar Johnny dengan tepuk tangan yang meriah. Membuat dengungan di kepala Hekala semakin keras.
Rasa marah sudah mejalar, Hekala lantas bangkit meninggalkan tempat ini. Menjauhi kerumunan dan menemukan tempat sepi yang membutnya tenang. Hekala menuju rooftop tempat ini yang ada di lantai teratas dengan tergesa.
"Bangsat.." desisinya lirih ingin menumpahkan segala tangis saat ini juga.
Dan Hekala kira di sini aman. Namun sayangnya tidak. Hekala tidak bisa lepas dari mereka.
"HEKALA!"
Johnny menatap nyala putranya yang sudah berada di dekat pembatas. Tubuh Hekala menegang namun kemudian berbalik dan mendapat hadiah sayang dari sang ayah.
PLAK
"Kurang ajar! Dad gak menyuruh kamu buat tinggalin tempat itu!"
Tangan Johnny sudah mencengkram kasar Hekala yang berusaha melepaskan dengan tenaganya yang tidak seberapa.
"DAD GAK BERHAK NENTUIN MASA DEPAN HEKALA!"
PLAK
"Jaga bicara kamu!"
Wajah Hekala sudah memucat mendapat perlakuan seperti ini. Pipinya memerah mendapat tamparan dua kali bahkan sudut bibirnya terluka mengeluarkan darah.
Namun Hekala tidak selemah itu.
"Kenapa harus Hekala?!? KENAPA?!" Hekala kembali membentak bahkan lebih keras.
"Katanya Hekala lebih payah dari anak tiri Dad asal dad tahu! Kenapa gak mereka!?! Kenapa lagi-lagi harus Hekala?!?"
Tatapan tajam Johnny sama sekali tidak menggoyangkan niat Hekala untuk mengelak.
"Hekala benci dad!" Desisinya pelan dan cukup membuat pergerakan Johnny membeku.
Hekala meninggalkan Johnny yang hanya menatap nyala punggung putranya yang mulai menjauh. Langkah Johnny sudah siap-siap akan mengejar putranya itu namun langsung ditahan oleh Jevan yang tiba-tiba menyusul.
"Biar aku aja dad!"
Johnny menghela napas, "Okey, kalau bisa langsung bawa pulang Hekala."
Jevan mengangguk dan mengejar sahabatnya cepat.
"Hekala!" Tangan Jevan mencengkram lengan Hekala.
"Dengerin gue bangsat!" Desisinya marah.
Hekala langsung menghempaskan tangan Jevan kasar lalu mencengkram kerah kemeja Jevan tak kalah kasar.
"Gue tau apa yang lo pikirin sekarang, tapi setidaknya lo jangan bodoh—"
Bugh
"Gue gak peduli!"
"Gue sahabat lo!" Pekik Jevan menahan emosi.
"Lo bukan sahabat gue lagi! Lo!" Hekala menujuk Jevan dengan jari telunjuknya tepat di wajah Jevan. "Lo orang asing di hidup gue!"
Hope And Less bisa kalian baca di karyakarsa! Don't forget to support me, thank you❤️
•
karyakarsa @ brillantemine
You are reading the story above: TeenFic.Net