Chapter 1 : Perpisahan dan Pertemuan

Background color
Font
Font size
Line height


"What a boring orientation...". Membosankan bukan? Mindset tersebut bukanlah sebuah kesalahan. "Apa yang harus aku lakukan agar menjadi lebih spesial? Apa bakatku? Apa yang aku sukai? Apakah kisah ini akan memiliki komplikasi yang menarik?" Pertanyaan-pertanyaan hampa mengosongi pikiranku setiap hari. Ahhh... tanpa perlu dikomentari manusia lain, aku juga ingin menjadi seseorang yang spesial.

Tiba harinya pembagian hasil ujian bersamaan dengan merayakan kelulusan kami di sebuah tempat bernama Prawn Hotel. Aku bangun kesiangan, sang mata masih bersembunyi dibalik kelopak serta aktin miosin yang mulai aktif untuk kerja otot hari ini. Bergegas menuju hotel tersebut, dan segera menaiki lift menuju aula. "Pst, sudah sampai mana acaranya?" Bisikku pada Desyandra, salah satu temanku yang baik dan tidak pernah berkata kasar. "Masih kata-kata sambutan gak jelas, duduk saja dulu." Balasnya.

"Aku engga ngelewatin apa-apa, kan?", Tanyaku khawatir.

"Engga sih, tapi acaranya sudah cukup lama mulai. Kau kemana aja dah?", Jawab Desyandra.

"Turu. Ngantuk brutal cuy," Balasku berucap apa adanya.

"Anak pintar memang enak yah. Sukak-sukak saja mau bangun jamber. Oh iya, kalo ga salah pas kelas 4 kau terlambat hampir setiap hari ya." Sepatah kata roastingan dilontarkan kepadaku.

"Udah gendut, bising aja mulutnya.", Refleksku me-roasting balik.

Dari jauh aku melihat sosoknya, seorang host yang berdiri dengan mikrofon digenggamannya mengambil secarik kertas dan mulai membacakannya. Pengumuman dimulai dengan menyebutkan nama-nama siswa-siswi dengan nilai terbaik di setiap mata pelajarannya, dengan ketentuan dimana seorang siswa atau siswi yang merupakan terbaik di sebuah mapel tidak dapat menjadi yang terbaik di mapel lainnya. Nama Alastair terucap bergema dari speaker aula, ternyata Aku adalah siswa terbaik dalam mapel matematika. Siapa sangka? Bahkan diriku berharap menjadi yang terbaik dalam mapel ilmu pengetahuan alam.

"GG Al," Puji Desyandra.

"B aja," Balasku.

"Kau mau lanjut kemana? Engga mungkin netap di sini, kan?", Desyandra bertanya saat aku sedang membenarkan sepatu.

"Aku kayaknya mau lanjut ke Hackley Academy. Mungkin bakal seru kalo para guru mengenalku sebagai adik dari Kakakku.", Jawabku yang merupakan masih sebuah kemungkinan.

Pengumuman berakhir. Tiba saatnya kami menyanyikan lagu untuk guru-guru kami. Lauk-pauk serta sayur-mayur terpampang memanjang pada meja pesta. Angin menggoncangkan perutku beberapa kali. Lapar rasanya jika tidak sarapan sama sekali. Acarapun selesai dengan sesi foto setiap siswa mengenakan medali kelulusan. Sesi makan bersama dimulai, disediakan meja-meja bundar untuk para siswa-siswi. Tanganku rasanya gatal ingin mengambil berbagai lauk, akupun menuruti hasrat itu. Aku bersama temanku Zefa dan Desyandra memilih satu meja, di saat yang bersamaan 2 orang wanita menarik dua kursi dari meja bundar itu. Mereka bernama Alnaya dan Qayla. Bahkan sebelum sifat egoisme keluar spontan diriku menyarankan makan bersama. Alnaya terlihat kaget menatap porsi makanku apalagi saat penyaji datang menghidangkan dessertku. "Itu... bagi dua sama Zefa?", Tanya Alnaya keheranan. "Engga.", Balasku singkat. Di sisi lain Qayla berdecak menatapku layaknya predator yang tidak memangsa dalam kurun satu tahun. Desyandra memulai percakapan.

"Jadi Kalian mau lanjut kemana?", Tanya Desyandra yang tidak pernah bosan dengan topik itu.

"Aku sendiri sih mau lanjut ke Gajahmada Middle School. Lagian rumahku juga deket banget sama sekolahnya. Ini Qayla pun ngikut-ngikut," Ucap Alnaya.

"Kayaknya banyak yang mau masuk ke sana yah, emangnya jalur apa?", Tanyaku sebagai minoritas dari seluruh siswa.

"Ya lewat nilai lah!", Kata Alnaya yang mungkin kesal dengan perkataanku.

"Buset pede bener lu.", Zefa dengan polosnya meroasting Alnaya.

Percakapan berlangsung sembari kami menghabiskan makanan. Waktu maghrib telah tiba, suara azan berkumandang, burung-burung berkicauan, kembali ke sarang mereka. Aku menegakkan diri dan mengajak temanku melaksanakan sholat di musholla. Ruangan begitu hening, menyadari bahwa aku yang pertama memasuki ruangan itu. Desyandra menunjukku sebagai imam. Dengan irama Jiharkah kulantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an menyejukkan ruangan itu. Hingga kutolehkan wajahku ke kanan dan kiri. Tubuhku terasa lelah ingin segera menemui orang tuaku dan mengajak pulang. Dalam perjalanan terdengar langkah kaki tersentak-sentak begitu cepat, rupanya Alnaya. Bahkan temanku tidak mengejarku karena masih terhalang jemaah lainnya.

"Al, Bentar!" Sahut wanita yang terengah-engah mengejarku.

"Ya?" Kataku.

"Kamu.. Mau lanjut ke HL?" Dia bertanya namun seperti sudah mengetahuinya.

"Ya." Kataku.

Kami diam beberapa saat, terasa canggung. Sang otak berputar mencari topik untuk dibicarakan. Aneh rasanya jika tidak menghargai lawan bicara yang memulai dialog duluan. Spontan kami berbicara di saat yang bersamaan. Aku sempat berkata, "Kita," dan dia yang sempat berkata, "Boleh," kata-kata kami memotong pembicaraan satu sama lain.

"Eh, kamu duluan aja," Ucapku menghargainya.

"Boleh... kita foto sekali?" Pinta dia.

Kamipun foto berdua. Kemudian dia memintaku untuk melanjutkan perkataanku yang terpotong. "Tadi mau ngomong apa?". "Engga ada sih, cuma mau bilang aja sekolah kita jauh nanti.", Balasku. Hari sudah malam dan aku melangkahkan kakiku tanpa sepatah kata meninggalkannya. Aku berpikir tidak ada lagi yang bisa dibicarakan. Tapi, kalau kupikir-pikir lagi rasanya tidak sopan. "Aku pulang dulu ya," satu-satunya kalimat yang bisa kuucapkan sebagai penutup pembicaraan. Setelah sampai rumah, Aku hanya perlu beristirahat dan menikmati liburan sembari orang tuaku mendaftarkanku di HL Academy.


You are reading the story above: TeenFic.Net

#school