2.3 they start to change

Background color
Font
Font size
Line height

Aku menatap Danu iba, tapi jujur aku tidak bisa melepaskan Danu yang mungkin akan mendapatkan siksaan dari orang tuanya.

"Papa, Danu capek belajar, Danu capek dipaksa setiap malam. Danu pengen bilang ke papa tapi takut, Danu gk pernah dapat apa yang Danu inginkan selama ini, papa Danu pengen bebas dari belajar"

"PENGEN JADI ANAK BODOH!! Cepat masuk!!" Pintanya.

"Papa jangan marahin Danu kalo Danu pulang" Danu mulai menangis takut, dia menunduk dengan tubuh gemetar.

"Jangan paksa anak anda" ucap Juna memohon.

"Kasian dia, jangan di paksa" pinta Harka yang ikut sedih.

"Sini" sarkasnya, dia langsung menarik tangan Danu hingga di cengkramannya erat.

Untung saja Danu melawan, dia juga langsung di tarik oleh Juna dan Harka agar tidak tertarik kearah papanya.

"Lepaskan anak saya, orang tua tau cara mendidik anaknya dengan benar!!" Sentak mama Danu.

"Jangan, lepasin danu?!" Sentak Juna.

Aku mencengkram pergelangan orang tua Danu secara erat hingga dia mengerang. Lalu aku menarik Danu kedalam dekapanku, bekas cengkraman itu juga membekas warna merah.

"Danu, pilih. Pulang? Tinggal sama kakak, tapi kalo kamu milih pulang? Selamanya kita gk akan ketemu lagi karena kakak kecewa sama kamu" ancamku, aku memang tidak layak untuk seperti ini.

Tapi jika Danu tetap berada di penjara yang dilihat seperti surga padahal neraka ini dia akan semakin menderita, aku ingin membebaskan Danu dari penderitaan itu.

"Hiks kak Veno"

"Pilih, jangan nangis" tegasku.

"Danu, jangan durhaka ya kamu?! Kamu hidup karena di cukupi sama kita. Kamu mau jadi gembel demi orang ini?!" Ucap mamanya.

"Gembel? lawak, pemikiran Danu bahkan lebih luas dari kalian" jawabku remeh.

"DANU!!"

"Danu ikut kak Veno kak Harka kak Juna kak marvin kak Vinzo sama kak Davka"

Danu menjawab sangat cepat, aku Juna dan Harka tersenyum. Bagaimana tidak? Akhirnya Danu memutuskan hal yang tepat.

"DANU, MASUK!!"

"Enggk, Danu mau ikut mereka. Danu mau ngerepotin mereka dulu, Danu gk mau pulang, Danu udah cape sama semua peraturan dari mama, bebasin Danu ma"

Percuma sekali permohonan Danu, orang tuanya terlihat acuh seakan yang mereka lakukan selama ini adalah bentuk kasih sayang dari orang tua.

"Kamu bukan anak mama lagi kalo berani melangkah pergi dari sini"

"Iya bukan, dia adek gue sekarang, mau apa?" Juna mendekat melipat tangan di hadapan kedua orang tua danu.

"Adek gue juga" jawab Harka.

"Haha, kalian bisa apa? Bukannya kalian hanya bisa menyusahkan orang tua?" Tanya papa Danu menatap remeh.

"Loh enggk dong, gue kan anak tunggal dari keluarga kaya. Apalagi Veno, anak tunggal dari keluarga Ardipa, pusat kebersamaan di kota ini"

Kedua orang itu langsung kaget, ya siapapun pasti mengenal perusahaan dari ayah dan mama Veno. Siapa sih yang tidak mengenal, mereka juga sangat terpandang.

"Ardipa group?"

"oloh ya lupa, gue Razeon Pradipa Arveno anak tunggal dari keluarga Ardipa. Ya karena lo udah bilang gitu ke Danu, gue bakal bawa dia" ucap Veno, keduanya juga masih diem gk berkutik.

"Cabut" ucap Harka.

Aku menatap Danu sesaat, aku bisa merasakan bahwa Danu itu masih ketakutan, dia juga menatap kedua orang tuanya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Danu, kamu mau gimana?" Tuturku lembut.

"Kak Veno bawa Danu?" Tanya Danu, air matanya terus mengalir dari pelupuk matanya.

"Tentu, apapun buat kamu, asal kamu bisa lebih baik" ucapku.

"Mama, papa, Danu ikut kak Veno ya. Makasih buat selama ini, maaf Danu belum bisa jadi apa yang kalian mau, Danu bakalan pulang kalo mama sama papa bebasin Danu dari kekangan kalian" ucap Danu.

Kedua orang itu masih diem, mereka tidak perduli dengan ucapan Danu hanya terfokus pada Veno.

"Oercuma Dan, ayo pergi" aku menarik Danu meninggalkan mereka.

"JANGAN KAMU PULANG LAGI, AWAS AJA KAMU!!"

"Gue pastiin gk akan balik ke kalian, gue yang bakalan bawa Danu sampai dia bisa sukses dan nunjukin ke kalian kalo Danu itu bisa sendiri" ucapku.

Akhirnya kami melangkah menuju mobil, tidak ada yang terjadi? Salah. Semuanya langsung terdiam dengan keadaan hening, mobil juga tidak berjalan, entah apa yang Juna lakukan.

"Hiks sial"

Ucapan itu keluar dari mulut Harka, ah ternyata mereka berdua sedang menangis. Harka menangis menatap kearah luar jendela, dan Juna menangis dengan menaruh wajahnya di setir mobil.

Tidak berbohong aku juga ingin menangis, jika aku sedang marah aku hanya bisa menangis karena sulit sekali, rasanya aku yang menyentak nyentak seperti itu terlalu menguras semuanya.

Aku memalingkan wajah kearah luar jendela, air mata tak tertahan itu keluar, isakan tangis juga aku tahan agar tidak di dengar oleh Danu.

"Maafin Danu bikin kalian kerepotan" ucap Danu merasa sangat bersalah.

"Gk ada yang repot dan, justru itu bagus" meski suara Juna sangat bergetar dia tetap maksa menjawab.

"Maafin Danu sekali lagi karena bergantung sama kalian hiks"

Grep

"Ada yang sakit Danu?" Tanyaku mendekap Danu.

"Enggk hiks, maafin Danu yang cuman bisa sama kalian" ucapnya terus menangis.

"Enggk ada Danu, udah ya jangan di bahas dan minta maaf terus" aku mengusap usap kepala Danu dan menyembunyikan wajahnya di dadaku, agar dia tidak tau aku menangis.

Aku membuka pintu ruangan Marvin bersamaan dengan Harka, Juna berkata ingin mencuci muka lalu dia membawa Danu.

"Widihh udah balik?" Tanya Marvin.

Aku dan Harka mengangguk, tampaknya disana juga udah ada vinzo dan Davka yang menatap kami berdua penuh kebingungan.

"Ada apa? Kalian kenapa?" Tanya Vinzo khawatir.

"Kok kalian habis nangis? Danu mana, ada apa?!" Panik Davka menghampiri kami berdua.

Kami duduk di sofa, aku menutupi wajahnya dengan satu tangan yang terlihat kacau, Harka juga menunduk dengan melipat tangan.

"Woy kenapa sih, ada apa?" Tanya Marvin yang panik juga.

"Danu dimana plis!!"

"Ada sama Juna" jawab Harka.

"Terus juna dimana?" Tanya Marvin gelisah.

"Cuci muka" jawab singkat Harka kembali.

"Terus kalian kenapa nangis?" Tanya Davka.

"Ada kejadian buruk tadi pas lagi sama orang tua Danu terus Danu" jawab Harka kembali, aku hanya diam serasa sulit membuka mulutku.

"Hah, terus gimana?" Pekik mereka bertiga yang mendengarkan cerita dari Harka.

"Ya gitu, mereka kasar. Danu langsung dipukul pake rotan, akhirnya Veno maju, terus kita nyusul, Danu cuman minta kebebasan aja sampai di gituin sama orang tuanya" jawab Harka.

"Anjir, jadinya Danu gk pulang?"

"Resmi Danu bakalan dibawa sama Veno sekarang. Gk, gue juga, Juna juga, kita udah sepakat mau bikin Danu jadi bahagia, mau bikin Danu ketawa ceria terbebas dari masa sulit. Gue bakal jadi kakak buat Danu, kita bertiga" jelas Harka.

"Gk ngajak?"

Aku dan Harka mendongakkan kepala menatap Marvin, Vinzo dan Davka yang nampak seperti orang kecewa.

"Apanya?" Tanyaku kali ini.

"Ya jadi kakak buat Danu gk ngajak? Meski gue gk bisa terlalu baik tapi ya biarin gue nebus kesalahan gue selama ini. Biarin gue tebus dosa gue, biarin gue jadi sayang ke Danu" ucap Marvin.

"Iya, ajak kita juga" ucap Vinzo di angguki oleh Davka.

"Emang kalian gk keberatan?" Tanyaku tak yakin oleh mereka.

"Rnggk!!"

Jawaban itu seperti ada ketulusan, akhirnya aku mengangguk setuju dengan senyum kecil yang terukir di bibirku.

"Oke, gantian ya?" Tanyaku lagi, mereka bertiga mengangguk dengan antusias.

Semuanya memang buruk, akan tetapi aku menginginkan akhir yang baik. Mau bagaimanapun melihat senyum tulus danu selama ini membuat hatiku bergerak, seakan aku ingin selalu menjaga senyuman itu.

Ingin terus membuat Danu tertawa, ingin terus membawanya mengejar kebahagiaan bersama, ingin selalu disininya menjadi malaikat penjaga untuknya.

Ingin menjadi salah satu alasan mengapa Danu tidak pernah merasa bahwa semua orang membencinya, ingin membuat impian Danu menjadi nyata.

Ingin melihat bagaimana dia bisa dewasa dan melihat dimana saatnya dia bahagia, ingin melihat dia menempuh jalannya sendiri suatu hari nanti.

Aku hanya banyak berharap pada diriku yang seperti ini, aku bisa melindungi Danu, lalu membawanya menuju cita-cita yang ingin dia gapai.

Membawa Danu menjauh dari penderitaan, mengantarkannya kemasa depan yang lebih cerah dan baik untuknya.

Sebuah kebebasan juga.

Hal yang baru saja kami lalui kami lupakan begitu saja, sudah beberapa jam juga disini. Aku ada kelas malam, jadi sore hari Marvin sudah ingin pulang ke apartemen, di mengabiskan satu kantung infus saja.

"Kak Marvin pulang yey, sekarang udah gk papa?" Tanya Danu dengan wajah cerianya.

Semuanya sudah kembali seperti semula, seakan yang tadi terjadi sebuah angin yang berlalu. Tapi aku merasa itu lebih baik, kami harus memulai kehidupan baru.

Kehidupan untuk menjadikan Danu kesayangan kamu, adik kami berenam, mungkin hanya itu sekarang tujuanku.

Meskipun tidak tau apa yang akan terjadi di masa mendatang, tapi aku yakian bahwa semua itu takan berakhir sia sia dalam waktu sebentar.

"Danu, Veno, Juna sama Harka satu mobil. Bang Marvin, Vinzo biar sama gue" ucap Davka, kami mengangguk secara bersamaan.

Ya benar, Juna sudah pulang tadi membawa mobilnya. Jadi sekarang hanya ada mobil Davka dan Veno, jadinya kami hanya bisa dibagi menjadi dua.

"Eh, mau pada mampir ke supermarket dulu gk?" Tawar Juna menatap kearah kami bertiga.

"Nau ngapain" ucapku bingung.

"Beli bahan makanan, masak nanti kita ya? Maukan masak di roftop? Kayaknya seru deh soalnya udah ketambahan Danu kali ini" ucap Juna antusias.

Aku menatap Danu yang duduk di sebelahku, dia mengangguk lucu seperti memohon membuat aku tidak bisa menolak.

"Oke nanti kita harus buat roftop jadi hangat ya, bawa selimut biar kaya orang kemah, setuju gk?" Tanyaku mengusulkan ide.

"Wihhh boleh, bagus bagus. Nanti kita mulai pas Veno udah pulang dari kampus, yang lainnya berusaha tata tata dulu" ucap harka.

"Iya, nanti di usulin ke yang lain" jawabku.

Tentu saja kami sudah berada di dalam mobil, jadinya kami sudah terpisah dengan ketiga teman kami. Marvin, Vinzo dan Davka.

Aku juga sedikit berhati hati sekali dengan Danu, akibat dipukul rotan oleh papanya tadi membekas merah yang sudah dipastikan sangat perih.

"Nanti kita obatin lagi ya dirumah" ucapku, Danu mengangguk sembari tersenyum.


You are reading the story above: TeenFic.Net