"Yahahaha, lo bagus banget mendalami peran Danu whahahaha"
"Gimana Bima, bukannya kalo nangis sambil minta maaf itu gk puas? Sekalian aja kita permaluin dia di depan semua orang" tanya Jalu tersenyum menyeringai.
"Ah bener, iyakan danu?" Tanya bima, dia mulai duduk di hadapan Danu yang sedang menangis ketakutan sembari menekuk lututnya.
Sudut bibirnya berdarah, banyak bekas luka juga di punggung Danu karena ulah kedua orang itu yang memukuli Danu secara membabi buta.
"Enggk!!"
Danu berteriak dengan terus meronta saat Bima mulai mencekal tangan Danu, sedangkan Jalu sibuk mengambil video.
Bima berusaha melepaskan baju Danu dengan menariknya paksa, itu membuat Danu benar benar menangis ketakutan.
"Tarik aja kancing bajunya!!" Teriak Jalu.
"Hiks enggk, jangan"
"Uhhh waw"
Bima mencekal kedua tangan Danu sehingga dia tidak bisa melakukan apapun, lalu dia melepaskan bajunya Danu dan mendorong Danu hingga Danu yang awalnya duduk menjadi tiduran.
"Videoin cepetan!! Liat dia, videonya kalo kesebar ke sosial media ada orang kaya sugar daddy yang mau kan kita bisa ambil duitnya jual Danu" ucap Bima.
"Wih mantep, Bim cepet!!" Ucap Jalu.
Bima menindih perut Danu lalu terus membuat video tanpa berhenti, bahkan Danu sudah menangisi, danu merasa ini adalah malam terburuknya yang pernah dia dapat.
"Danu nyerah"
Bugh
Danu menatap kearah Bima yang tiba tiba ditarik lalu di tonjok begitu saja hingga dia tersungkur.
"Kak—hiks kak Veno"
Aku berusaha meraih handphone yang berada di tangan Bima, aku menariknya lalu membantingnya, itu membuat bima dan jalu marah.
"Woy bangsat!! Lo apa apaan gitu!!" Teriak Bima.
"Sial!! Hp kita" ucap Jalu.
Aku mengambil handphone yang separuh layar sudah mati tersebut, aku menaruhnya kembali dan menginjak injak handphone itu hingga benar benar hancur.
"Woy hp gue bangsat!!"
"Lo gk cocok punya hp, bangsat lo hah?! Lo bisa bisa giniin temen sekolah lo sendiri?!" Bentakku.
"Temen haha? Sejak kapan dia jadi temen gue. Orang kek dia? Mana ada, belum apa apa udah najis duluan gue" ucap Bima.
"Omongan lo tuh di jaga, sekolah kok gk punya attitude" ucapku.
"Lo mau jadi pahlawan bagi Danu ya? Hahaha lucu banget, pahlawan kemalaman?" Tanya Bima dengan mencelaku.
"Haha udah deh bang, gue kasih tau nih. Lo bisa aja tolong Danu disini, tapi besok Danu pasti bakalan di bully satu sekolah wahahaha"
"Maksud lo?" Tanyaku dengan menaikkan satu alisku.
"Lah kan hahahah pahlawan kemaleman beneran Jalu"
Bima dan Jalu sibuk menertawai ku juga Danu, aku menatap kearah Danu sekilas melihat dia yang terlihat kacau.
"Gini deh bang, Danu nih ya kalo di sekolahan tuh di bully karena orang cupu kek dia pantes di perlakukan kaya hewan"
Aku mengepalkan tanganku, ingin sekali aku memukuli Bima saat itu juga, benar benar dia bukanlah manusia.
"Hahaha udah Bima udah, nanti nanges dia, kan kang ngadu, lagian videonya juga gk kesebar ini kok Danu" ucap Jalu.
Aku mendekat kearah Bima, aku tersenyum saat itu membuat Bima terlihat sangat ketakutan. Aku mengambilnya handphoneku lalu menduduki perutnya, sekarang tangan Bima juga aku cekal.
"Oke, kita liat video siapa yang bakalan kesebar" ucapku mengancam.
"Lo, lo ma —"
"Ayo dong ketawa kayak tadi, kenapa lo malah nangis" ledekku, aku mulai merekam Bima yang berusaha memberontak.
"Lah kok gitu sih, tadi lo bilang mau duit dari sugar daddy kan? Wajahlo pas banget tuh" ucapku kembali.
"Hiks lepasin gue"
"Nah gitu dong, nangis yang keras" ucapku masih merekam Bima.
Saat aku merasa videonya sudah cukup aku langsung berdiri, aku menatap Bima yang mengatur nafasnya dengan tangis.
"Lo, berani apa apain Danu di sekolah besok? Gue bakalan sebarin video ini. Atau mungkin ke situs web, yang emang sediain tempat tempat khusus buat bookingan om om?" Ucapku, aku tersenyum lalu berbalik menatap Danu.
Dia terlihat gemetar dengan duduk meringkuk disana, aku berjalan menghampirinya dan disaat itu juga danu terus menggelengkan kepalanya dengan menangis.
Aku tentunya takut bahwa Danu akan terkena serangan mental, dimana itu membuatnya seperti kehilangan akal.
"Danu, ini kakak Danu, ini kak Veno" ucapku.
"Enggk mau hiks enggk mau"
"Danu coba tenang ya" ucapku, Danu masih sama dengan reaksi ketakutannya.
Aku melepaskan jaketku untuk menutupi tubuh Danu, tapi sayang dia terlihat menjauh dariku dengan ketakutan.
"It's me, I'm here, please calm down" ucapku perlahan, aku mencoba dengan hati hati lalu memakaikan jaketku pada danu.
"Ini kak Veno, Danu. Jangan takut" ucapku, dia menatapku dengan tatapan yang sangat memilukan.
"Ka—kak Veno"
Aku memeluknya, aku mengusap usap punggungnya yang mana dia menangis sangat keras sampai tersedu sedu.
Bima dan Jalu menjadi saksi, aku menatap tajam kearah mereka berdua lalu mencoba untuk menyuruh Danu kegendonganku.
"Danu ayo sini" ucapku sembari berjongkok di hadapan Danu.
Danu tidak meresponnya, aku mencoba menarik Danu perlahan dan langsung membawanya pergi dari sana.
Aku tidak perduli dengan kedua orang yang sudah melukai dan menyakiti Danu, aku sudah mengancam mereka, jika berani berbuat sesuatu aku juga tidak segan dengan itu.
Aku berjalan menuju mobilku yang terparkir cukup jauh, rasanya begitu pedih mendengar semua perkataan dari temannya.
Danu selalu di bully? Berarti selama ini Danu tidak memiliki teman satupun, itu sebabnya jika aku bertanya soal pertemanan Danu selalu diam.
"Kak Veno"
"Eh kenapa, Danu udah tenang?" Tanyaku sembari menoleh sekilas kebelakang.
"Hiks takut"
"Bentar ya Danu, kita bakalan pulang ke apart sekarang juga" ucapku, lalu saat aku sampai di mobilku menurunkan Danu, aku tidak tega.
Danu selalu gemetar, dia juga tidak bisa berhenti menangis dengan ketakutan, aku sendiri jadi tidak tau harus bagaimana.
"Danu, kamu pegangan tangan kakak ya, nanti kakak setir pakai satu tangan" ucapku, Danu melepaskan ku.
Setelah aku menutup pintu mobil, aku berlari kecil dan masuk kedalam mobil. Selama perjalanan aku berusaha menggenggam tangan Danu, aku tau dia sangat ketakutan.
Sesampainya aku dan Danu di apartemen, aku menggendongnya kembali meski dia sempat menolak, mungkin itu karena Danu sudah lebih tenang.
Akan tetapi aku terus memaksanya, dan sampailah aku di depan pintu kamarku. Saat mendengar suara Marvin dan yang lainnya dari lorong koridor sana, aku bergegas membuka kunci apartemen kamarku dengan tergesa.
Aku menggendong Danu sampai di kamarku, aku membaringkannya secara perlahan dan berniat mengambil alat kompres untuk mengobati bibirnya yang berdarah.
"Kak Veno hiks, jangan tinggalin Danu"
Rasanya aku enggan, tapi aku harus bagaimana? Danu sedang ketakutan sedangkan lukanya juga harus di obati.
"Veno!!"
Aku menatap kearah pintu, tak selang lama pintu kamarku terbuka dan itu adalah juna, aku bingung dengan juna mengapa dia kemari.
"Lah juna, lo kenapa kesini?" Tanyaku.
"Lo gk papa kan?" tanya Juna.
"Hah? Gue gk papa" aku menatap sekilas kearah Danu, rasanya dia seperti orang yang makin ketakutan ketika mendengar suara Juna.
"Ven, butuh bantuan?" Tanya Juna.
"Heh?" Aku sempat terdiam saat Juna tiba tiba menawarkan bantuan kepadaku, apakah dia tau sesuatu.
"Ya misal, gue liat lo bawa Danu soalnya, gue pikir lo butuh bantuan sesuatu" ucap Juna.
"Ah gitu, lo gk usah mihak di gue deh jun. Lo tau kan? Gue udah gk ada apa apa lagi sama mereka, gue takut lo kena imbasnya" ucapku.
"Lo putus pertemanan sama mereka bukan berarti sama gue juga kan? Aneh lo Ven" ucap Juna.
"Putus pertemanan?!"
Aku menatap Danu, dia tiba tiba berdiri dari duduknya dengan wajah terkejut, aku tau dia pasti terkejut mendengar hal itu.
"Kak Veno?" Panggil Danu.
"Em gk kok, bentar kakak ambilin kompres buat kamu" ucapku.
"Kak Veno putus pertemanan gara gara Danu?"
Aku menghentikan langkahku, aku tidak tau mengapa Danu menyalahkan dirinya, sesaat itu juga Juna masuk mendekat kearahku.
"Bukan salah lo kok" ucap Juna.
"Em?"
"Iya bukan salah lo, lo disini aja kalo butuh apa apa bilang ke gue, mau gue ambilin apa?" Tanya Juna sembari menepuk bahuku.
"Tolong ya Jun, ambilin gue kompresan buat obati Danu" ucapku, Juna melirik kearah Danu sekilas lalu mengangguk.
Juna pergi meninggalkan kamar, aku duduk di kasur dengan menatap mana Danu yang mulai berkaca kaca kembali.
"Bukan karena Danu, karena keinginan kakak sendiri" ucapku sembari mengusap usap kepalanya.
"Kenapa bisa? Danu pikir kakak bakalan baikan sama mereka, tapi kenapa kakak malah putus pertemanan sama mereka. Harusnya kalo kakak emang lagi sama mereka kakak gk usah perduliin Danu dulu, Danu terlalu ambil waktunya kak Veno kan sama temen temennya, jadi mereka gini"
Aku menggelengkan kepalaku mendengar penuturan dari Danu, aku menyeka air matanya dan tersenyum.
"Temen temen kakak terlalu ngatur dan, mereka bisa pergi sesuka hati mereka, kemanapun dan sama siapapun. Tapi kakak, cuman ketemu sama kamu aja mereka gk bolehin, Danu kakak juga punya hak yang gk bisa di kengkang orang lain" jawabku.
"Jadi Danu disini tetep salah kan?" Tanya danu.
"Enggk kok, Danu bener bener enggk salah sama sekali" jawabku dengan terus mengulas senyum.
Juna mendengar semuanya, disana dia sedikit menitikkan air matanya, dan sesaat itu juga Juna datang membawa alat kompresan, lalu dia duduk di dekatku.
"Ini danu kenapa dah, kok bisa dia sampai memar gitu?" Tanya Juna.
"Gue gk tau, Danu kamu belum mau cerita?" Tanyaku.
Danu terdiam dengan menunduk, aku berusaha mendongakkan kepalanya dan tidak memaksanya untuk bercerita sekarang.
"Gk papa gk papa, kakak cuman tanya, ini di obatin dulu yang penting" ucapku.
Juna menatap Danu dalam, sangat dalam, mungkin dia mulai terbuka saat ini. Hatinya mulai luluh karena Danu, aku memang sudah merasakan sejak dia bertanya tanya tentang Danu.
"Gue bukan kasian sama lo loh" ucap Juna.
Aku tertawa kecil mendengar ucapan dari Juna, mungkin dia masih berada di tahap malu malu pada Danu.
"Kayaknya kalian juga bisa akrab" ucapku sedikit meledek Juna.
"Hah? Ngomong apa dah lo" ucap Juna sembari mendengus kesal.
"Hahaha dasar" ucapku.
"Kak, Danu mau pulang"
Aku menatap Danu, Juna juga sedikit terkejut mendengar perkataan dari Danu yang seakan meminta ijin padaku.
"Lo kan lagi gini, gimana lo pulangnya?" Tanya Juna.
"Iya bener, kamu sehari aja ya disini" ucapku.
"Tapi Danu harus pulang, nanti di marahin mama, Danu juga harus belajar buat ujian minggu depan" ucap Danu.
"Huftt, lo tuh lagi gk sehat, masih mikirin belajar yang jelas jelas ujian masih minggu depan? Masih ada waktu" ucap Juna.
"Dengerin tuh kata Juna" ucapku.
"Ngambis boleh, asal jangan berlebihan, ngambis atas permintaan orang tua juga ada batasnya" ucap Juna.
"Tapi nanti kalo gk pulang Danu gk dibolehin keluar sama sekali jadi gk bisa ketemu kak Veno" ucap Danu.
Aku dan Juna saling bertatapan, akhirnya aku menghela nafas panjang, aku tau menjadi Danu itu berat.
"Yaudah disini dulu, kakak ambilin beberapa saleb ya buat nutupin sudut bibir kamu itu, biar gk dimarahin sama mama kamu. Nanti dikira berantem lagi, bahaya kalo dia ngiranya gitu" ucapku.
Danu mengangguk, aku meninggalkan Danu dan Juna yang berada disana. Nampak suasananya menjadi canggung, Juna bahkan diam tanpa menatap kearah Danu.
"Nama kakak Juna?"
Juna menatap kearah Danu, dia mengangguk.
"Jadi Danu panggil kak Juna gk papa?" Tanya Danu kembali sembari menyembunyikan separuh wajahnya di balik selimut.
"Ya terserah" ucap Juna.
"Emm, makasih" ucap Danu.
"Hah, buat apaan makasih?" Tanya juna bingung.
"Karena udah di ijinin panggil kak Juna" ucap Danu.
Tanpa terasa Juna mengulas senyum, lalu dia mengangguk anggukkan kepalanya kembali menatap Danu.
"Hati hati sama Marvin ya, Dan"
Hanya itu ucapan terakhir Juna dan setelahnya aku datang, aku memang berniat mengantarkan Danu saat ini, jadi aku membiarkan Juna kembali ke kamarnya.
You are reading the story above: TeenFic.Net