***
Jake berdiri mematung di depan pintu kantor CEO, matanya membelalak begitu melihat siapa pria yang duduk dengan angkuh di balik meja besar.
Sial. Kenapa harus dia lagi?!
Sementara itu, Sunghoon yang awalnya fokus membaca berkas perlahan mengangkat kepalanya.
Begitu melihat siapa yang berdiri di hadapannya, matanya sedikit menyipit.
Dia mengenali wajah itu. Wajah seseorang yang baru saja kemarin ingin bekerja di perusahaan nya, sekaligus seseorang yang pernah memaki-makinya di tengah hujan malam.
Sim Jake, berandalan kecil yang ingin bekerja.
Namun, alih-alih kesal, mata Sunghoon tanpa sadar memperhatikan detail wajah pria di depannya. Jake.
Meski rambutnya sedikit berantakan dibanding standar pegawai di sini, wajahnya tetap menarik perhatian. Kulitnya sehalus porselen, dengan garis rahang tegas, mata cokelat yang tajam, dan bibirnya yang merah alami.
Ia memiliki kombinasi wajah yang tampan dan cantik di saat yang bersamaan.
Sunghoon merasakan sesuatu yang aneh. Tapi tentu saja, Ia tidak akan pernah mengakuinya.
Sial.
Jake sendiri, yang awalnya ingin marah karena harus bertemu Sunghoon lagi, justru malah terdiam.
Sosok Sunghoon terlihat sangat berbeda dibanding saat mereka bertabrakan di jalan.
Pria itu kini mengenakan setelan jas hitam yang membalut tubuhnya dengan sempurna, seperti kemarin jas itu menampilkan bahu bidang dan tubuh maskulin yang terlihat gagah. Rambut hitamnya ditata dengan rapi, tetapi tetap ada beberapa helai yang jatuh sedikit berantakan, memberikan kesan yang entah kenapa... memikat.
Kenapa dia harus setampan ini?!
Jake memaki dirinya sendiri dalam hati.
Namun, sama seperti Sunghoon, Ia tidak akan pernah membiarkan orang itu tahu bahwa Ia sedikit-hanya sedikit....
........terpana.
Keduanya saling bertatapan dalam diam, sama-sama menyembunyikan kekaguman dalam ego dan gengsi masing-masing.
Sunghoon akhirnya menyandarkan punggungnya ke kursi, menyilangkan tangan di depan dada dengan ekspresi dingin.
"Lagi?
Kenapa datang ke sini lagi?"
Tanyanya dengan nada malas, seolah kedatangan Jake hanyalah gangguan kecil di hari kerjanya. Meskipun sebenarnya Ia tahu jawabannya.
Jake segera mengingat alasan kenapa Ia ada di sini. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan pria ini.
Dengan cepat, Ia mengangkat dagunya dan melipat tangannya di depan dada, menampilkan wajah penuh kepercayaan diri.
"Untuk apa lagi? Jelas aku di sini untuk wawancara kerja." katanya, suaranya penuh keyakinan.
Sunghoon menaikkan satu alis.
"Oh? Aku hampir lupa haha... Kau?
Si berandalan kecil yang ingin bekerja di perusahaanku, kan?" ucap sunghoon dengan menekankan itu, berpura pura tak tahu, sembari bibirnya melengkung membentuk smirk kecil.
"Aku tidak menyangka lelaki yang bisa mengomel panjang lebar di jalan akan datang ke sini lagi untuk mencari nafkah."
Jake mengertakkan giginya.
Bajingan ini!
"Dengar, perusahaan mu lah yang meminta ku untuk ke sini lagi dan sebelumnya dari awal aku tidak pernah tahu bahwa ini perusahaanmu! Aku hanya butuh pekerjaan!"
Sunghoon menatapnya dalam diam selama beberapa detik. Lalu, Ia menyandarkan satu tangan ke meja dan menatap Jake dengan intens.
"Baiklah. Aku akan menguji Apakah Kau pantas bekerja di sini atau tidak, sebelum itu biarkan Aku memperkenalkan diri"
Sunghoon berdiri perlahan mendekati Jake dan mengangkat satu tanganya.
"Aku Park Sunghoon, CEO di perusahaan tempat orang yang menabrak sekaligus memarahi CEO-nya di malam itu ingin bekerja"
Brengsek sombong!
Jake menghela napas panjang, sebenarnya sedikit tertegun mengetahui sunghoon adalah CEO di perusahaan besar ini tapi ia berusaha menekan emosinya. Ia benar benar kesal namun Ia butuh pekerjaan ini, ia harus bertahan demi neneknya.
"Silahkan," katanya, suaranya terdengar lebih tegas dari sebelumnya.
"Dan juga perkenalkan Aku Jake, lebih tepatnya Sim Jake, orang yang tak sengaja bertabrakan dengan CEO dingin yang sombong" ucap Jake sembari berusaha melawan intimidasi sunghoon.
Sunghoon tersenyum kecil, tetapi matanya penuh ketertarikan.
"hmm... Sim Jake ya.."
Namun entah mengapa saat Jake memperkenalkan dirinya, Sunghoon merasa ada sesuatu yang.. mungkin membuatnya-familiar
---
Jake duduk di kursi tepat di depan meja Sunghoon, berusaha menjaga ekspresinya tetap netral meskipun hatinya berdebar kesal.
Sementara itu, Sunghoon menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan santai, menatap Jake dengan tatapan menilai.
"Baiklah, mari kita mulai wawancara," katanya, jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme pelan.
"Sebutkan tiga alasan kenapa aku harus mempekerjakanmu."
Jake mendengus dalam hati. Ujian macam apa ini? Tapi dia menahan diri untuk tidak membalas dengan sarkasme.
"Aku pekerja keras, Aku bisa beradaptasi dengan cepat, dan Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini."
Sunghoon menahan senyum mendengar jawaban terakhir. Setidaknya dia jujur.
"Hmm," pria itu berpura-pura berpikir. "Tapi Aku tak melihat ada yang istimewa darimu."
Jake merasakan emosinya mulai naik. "Hei, Aku belum menunjukkan kemampuanku, bagaimana Kau bisa menilai seperti itu?"
Sunghoon mengangkat satu alis. "Jadi Kau yakin punya kemampuan?"
"Tentu saja!"
Sunghoon menyandarkan tubuhnya ke depan, kedua sikunya bertumpu di meja. "Baik. Kalau begitu, Aku ingin Kau membuktikannya sekarang."
Jake menatapnya curiga. "Maksudmu?"
Senyum kecil muncul di sudut bibir Sunghoon.
"Aku punya segelas kopi di sana." Dia melirik ke arah meja kecil di sudut ruangan, di mana secangkir kopi tergeletak begitu saja. "Ambilkan untukku."
Jake menatapnya tak percaya. "Serius?"
"Kenapa? Takut gagal?"
Jake mengertakkan giginya.
Dasar brengsek!
Dengan berat hati, dia bangkit dari kursinya dan mengambil cangkir kopi itu. Namun, saat kembali, dia tidak sengaja tersandung karpet, membuat kopi itu hampir tumpah ke jas mahal Sunghoon.
Refleks, Jake memiringkan tangan, menumpahkan kopi itu ke dirinya sendiri agar tidak mengenai bos barunya itu.
"Ah, sial!" dia mengumpat, menatap noda kopi di bajunya.
Sunghoon sedikit terkejut. Ia tidak menyangka Jake lebih memilih membasahi dirinya sendiri daripada menodai jasnya.
Seharusnya Ia merasa puas, karena memang seharusnya Jake selaku pekerja baru harus bersikap seperti itu.
tetapi entah kenapa, melihat Jake dalam keadaan seperti ini membuatnya merasa sedikit... bersalah?
Apa-apaan perasaan ini?
Tentu saja, Sunghoon tidak akan mengakuinya.
"Astaga, Kau ceroboh sekali," katanya dengan nada meremehkan, tetapi ada sedikit nada aneh dalam suaranya.
Jake menatapnya tajam. "Kau yang membuatku melakukan ini!"
Sunghoon tersenyum tipis. "Salah sendiri kau tidak berhati-hati."
Jake mendesah frustasi. "Baiklah, terserah. Aku akan pergi jika Kau tidak ingin mempekerjakanku."
Saat ia hendak berbalik, suara Sunghoon menghentikannya.
"Tunggu."
Jake menoleh dengan mata penuh kemarahan.
Sunghoon menatapnya sebentar sebelum berkata, "Besok, datang jam delapan pagi. Kau diterima."
Jake membeku. "Apa?"
"Aku memutuskan untuk memberimu pekerjaan."
Jake menatapnya penuh curiga. "Kau serius?"
Sunghoon menyeringai kecil. "Kau bilang Kau pekerja keras. Aku ingin melihat apakah itu benar."
Jake masih merasa ada sesuatu yang aneh, tetapi Ia tidak punya pilihan lain. Akhirnya, dengan perasaan campur aduk, Ia mengangguk.
"Baiklah. Aku akan bekerja dengan baik."
Sunghoon menatapnya dengan intens. "Kita lihat saja."
Namun dalam hati, Sunghoon menyadari sesuatu.
Dia menarik.
Sangat menarik.
Dan itu membuatnya semakin tertarik untuk melihat sejauh mana Jake bisa bertahan di bawah kekuasaannya.
---
Keesokan paginya, Jake tiba di kantor Sunghoon dengan perasaan campur aduk. Ia masih kesal dengan sikap CEO brengsek itu, tapi di sisi lain, dia juga tidak bisa menyangkal bahwa Sunghoon cukup baik karena mau menerima Ia bekerja di perusahaan miliknya,
Selain itu, Sunghoon juga benar-benar... memesona.
Sialnya, dia menyadari hal itu sejak kemarin.
Jake menepis pikirannya dan memasuki gedung perusahaan.
Matanya menyapu ruangan luas dan elegan yang dipenuhi karyawan berpakaian rapi.
Dia merasa sedikit canggung dengan pakaian sederhananya, tetapi dia tak peduli. "Yang penting aku bekerja dengan baik." gumamnya.
Namun, begitu Ia mencapai ruangan Sunghoon, pintunya terbuka sebelum dia sempat mengetuk.
Dan di sana, Sunghoon berdiri dengan jas hitamnya yang sempurna, dasi yang terikat rapi di lehernya, serta tatapan tajam yang seperti bisa menembus siapa saja.
Brengsek, gumam jake
Jake hanya menghela napas sebelum berbalik masuk ke dalam ruangannya.
"Jangan berdiri seperti patung di depan pintu. Masuk."
Jake mendengus kecil, mengikutinya masuk. "Sikapmu tetap menyebalkan, ya."
Sunghoon meliriknya sekilas, kemudian duduk di kursinya dengan elegan. "Dan Kau tetap banyak bicara sejak pertama kali Aku bertemu denganmu."
Jake mendudukkan dirinya di kursi depan meja Sunghoon, menatap pria itu dengan kesal.
"Oke, jadi.. Apa pekerjaanku?"
Sunghoon melemparkan beberapa dokumen ke atas meja.
"Kau akan menjadi asisten pribadiku."
Jake terdiam. "...Apa?"
Sunghoon menyandarkan punggungnya di kursi, menyilangkan tangan.
"Mulai sekarang, kau akan bekerja langsung di bawahku. Mengurus jadwalku, menyiapkan dokumen, dan memastikan semua pekerjaanku berjalan lancar."
Jake merasakan amarahnya mulai naik. "Kenapa Aku?"
Sunghoon menyeringai tipis.
"Karena aku ingin melihat seberapa lama Kau bisa bertahan."
Jake berdiri, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya.
"Kau benar-benar brengsek!"
Sunghoon hanya tersenyum kecil.
"Terima atau tidak, itu urusanmu. Tapi kalau kau menyerah sekarang, maka Kau memang tidak pantas ada di sini."
Jake menggertakkan giginya. Ia ingin sekali membalas ucapan Sunghoon, tapi Ia juga tahu bahwa Ia tidak punya pilihan lain.
Akhirnya, dengan penuh kebencian, Ia menghela napas dan kembali duduk.
"Baiklah. Aku akan bekerja. Tapi jangan harap Aku akan tunduk padamu."
Sunghoon tersenyum tipis, merasa puas melihat ekspresi frustrasi Jake.
--ยฃ--
Langit sore Seoul tampak mulai meredup saat Jake berjalan kembali setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan nya. Udara dingin di luar tadi menyelinap di antara celah-celah jalanan, menyapu rambut cokelat tuanya yang sedikit berantakan. Tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket kulitnya, langkahnya santai tetapi penuh ketidaksabaran.
Hari ini adalah hari pertama Jake di kantor pusat Park Corporation, Jake menghela nafas, ternyata memang cukup melelahkan bekerja di salah satu perusahaan bisnis terbesar di Korea Selatan.
Dan meskipun Ia tahu betapa besar perusahaan ini, tetap saja, ada satu hal yang selalu membuatnya kesal:
CEO-nya.
Park Sunghoon.
Jake mendengus pelan sambil menatap pemandangan sore dari gedung pencakar langit itu. Nama itu sudah cukup membuatnya malas. Bagaimana tidak? Sejak pertemuan pertama mereka di wawancara kerja, pria itu sudah menunjukkan sikap arogan yang membuatnya ingin meninju sesuatu.
Namun, Jake tidak bisa menyangkal fakta bahwa pekerjaan ini sangat ia butuhkan. Bukan hanya demi dirinya sendiri, tetapi juga demi Neneknya yang ada di rumah.
Dengan enggan, Ia melangkah masuk, melewati lobi mewah yang dipenuhi dengan pegawai berseragam rapi. Langkahnya terasa semakin berat saat ia menuju lift, naik ke lantai tempat divisi pemasaran berada.
Saat pintu lift terbuka, suasana kantor terasa sibuk. Beberapa pegawai berlalu lalang dengan berkas-berkas di tangan, suara telepon berdering di sana-sini, dan layar komputer menyala dengan data-data yang terus diperbarui.
Jake tidak asing dengan lingkungan kerja seperti ini, tetapi ada sesuatu yang membuatnya sedikit gelisah-entah itu karena banyaknya pasang mata yang memperhatikannya atau karena fakta bahwa ia harus segera melapor kepada atasannya.
Baru saja ia melangkahkan kaki ke dalam ruangannya, seorang rekan kerja menghampirinya dengan ekspresi canggung.
"Jake, CEO ingin bertemu denganmu sekarang."
Jake mendesah dalam hati.
"Serius? Baru juga masuk." gumamnya sebelum mengangguk malas.
Ia tahu ia tidak punya pilihan. Dengan langkah malas, ia berjalan menuju ruangan sang CEO, mengetuk pintunya dua kali sebelum masuk tanpa menunggu jawaban.
Di balik meja besar itu, Sunghoon duduk dengan tenang, jari-jarinya mengetuk pelan permukaan meja kayu mahal yang mengkilap. Pria itu mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung sedikit, dasinya longgar, memberikan kesan santai tetapi tetap berwibawa. Tatapan tajamnya langsung mengarah ke Jake begitu ia masuk.
"Kau lambat," ucap Sunghoon tanpa basa-basi.
Jake hanya mendecak, lalu menjatuhkan dirinya ke kursi di depan meja sang CEO.
"Aku baru saja datang. Setidaknya beri aku waktu untuk bernapas dulu."
Sunghoon mengangkat satu alis.
"Kantor ini bukan tempat untuk bersantai, Jake. Aku tidak ingin mempekerjakan seseorang yang tidak bisa bekerja dengan profesional."
Jake menatapnya dengan ekspresi tak terima, tetapi ia tahu ia tidak bisa terlalu menantang. Setidaknya, belum.
"Aku di sini untuk bekerja. Bukan untuk mendengar ocehan tidak penting."
Sunghoon menatapnya tajam selama beberapa detik sebelum akhirnya menggeser berkas di mejanya ke arah Jake.
"Baik. Ini proyek pertama yang harus kau tangani. Pastikan hasilnya memuaskan."
Jake mengambil berkas itu tanpa berkata apa-apa. Namun, sebelum ia sempat pergi, Sunghoon kembali berbicara.
"Dan satu hal lagi, Jake."
Jake berhenti, menoleh malas.
"Jangan berpikir kau bisa bersikap sesuka hati hanya karena aku memberimu pekerjaan ini. Aku tidak akan ragu membuatmu keluar jika kau membuat kesalahan."
Jake menatapnya tajam sebelum menyeringai kecil.
"Kita lihat saja nanti, CEO."
Setelah itu, ia melangkah keluar, meninggalkan Sunghoon yang masih duduk di kursinya dengan ekspresi sulit ditebak.
Sunghoon menghela napas pelan.
Kenapa aku merasa pria ini akan menjadi masalah besar?
Namun, di balik pikirannya itu, ada sesuatu yang lain-sesuatu yang ia sendiri belum sadari.
___
---
(To Be continued)
vote and comment as always!
gengsi nya uda bikin greget belum nihh?
heyy Noted yaa! Feel free untuk berbagi kesan dan pesan book sungjake author ini, author harap kalian mau berbagi saran dan request dengan author
Hope u enjoy and like it!๐
You are reading the story above: TeenFic.Net