TFZ | 7

Background color
Font
Font size
Line height

________________________

Januari duduk di mobil yang masih terparkir diparkiran sekolahnya. Sudah hampir sejam ia menunggu Lya, namun yang ditunggu tunggu tak juga datang.

Karena sangat aneh mengapa gadis itu belum menyusulnya ke parkiran, Januari memilih mengirim pesan teks kepada gadis itu untuk menanyakan keberadaannya.

Dimana lo? Gue udah diparkiran.

Sorry, gue udah pulang.

Januari mengernyitkan dahi bingung kenapa gadis itu tak memberi tahunya jika sudah pulang?

Hingga ia tidak usah menunggu berjam jam disini yang entah sampai kapan jika ia tidak berinisiatif untuk menanyakan keberadaannya.

Januari menyalakan mesin mobilnya dan tangannya kini sibuk mencari kontak seseorang diponselnya sebelum memencet tombol merah dan membawanya ke telinga.

"Masih disekolah?" Tanyanya ke sebrang sana

"Iya, kenapa?"

"Gue masih disekolah, Lo pulangnya kapan?"

"Emm, lima menit lagi."

"Gue tunggu diparkiran." Balas Januari dan menutup panggilan.

Ia memasukan ponsel ke saku celananya sebelum mengurut keningnya sendiri dengan jarinya saat teringat akan Lya.

Tidak biasanya gadis itu tak mengabarinya seperti ini, padahal sudah jelas kalau ia akan menunggunya untuk pulang bersama. Dan Lya sangat tahu itu.

Ia juga memilih pulang dengan gadis itu ketimbang pulang dengan Serena yang hari ini ada jadwal cheleder. Namun apa yang dilakukan oleh Lya saat ini, Januari sungguh tak habis pikir.

Januari menoleh saat pintu mobilnya terbuka, Serena masuk dan duduk disebelahnya.

"Kok kamu belum pulang?" Tanya Serena disebelahnya

Januari menoleh namun tak menjawab melainkan fokus pada mobilnya yang sedang ia putar balik. Serena hanya diam menunggu sambil memperhatikan sekitar saat mobil mulai dijalankan.

"Gue nunggu---" Januari menghentikan ucapannya tiba tiba

Serena yang terlanjur mendengar menjadi penasaran "nunggu? Kamu nunggu siapa?"

Januari tersentak dari lamunannya "Hah, nunggu lo siapa lagi." Januari berdehem tak nyaman

"Serius!" Serena melebarkan kelopak matanya tak percaya

Januari mengangguk canggung.

Serena tak bisa menyembunyikan senyum lebarnya pada Januari.

"Kenapa kamu nggak kabarin aku kalo lagi nungguin aku. Biar aku nggak ngulur ulur waktu bareng temen aku."

Januari hanya membalas tersenyum singkat dan kembali berdehem tak nyaman. Keduanya pun keluar dari perkarangan sekolah.

"Makasih ya, Jan." Ucap Serena

"Makasih buat apa?"

"Kamu udah nungguin aku, makasih." Ungkap Serena sambil meraih tangan kiri Januari untuk digenggamnya.

Januari reflek menatap tangannya dan tersenyum singkat pada Serena.

"Ternyata dibalik sifat dingin kamu, kamu perhatian ya sama aku. Walaupun kita baru jadian kemarin tapi aku yakin banget kalau kamu sayang sama aku dan aku ngerasa kamu nggak bakal ngecewain aku." Oceh Serena membuat Januari hanya diam tak tahu harus menjawab apa.

"Kata orang, kamu itu banyak mantannya. Buktinya temen aku dari kelas sebelah bilang kamu pernah deket sama dia. Tapi katanya kamu itu PHP." Tandas Serena

Januari tersedak mendengar penuturan Serena barusan. Dulu ia memang sempat jadi playboy tapi itu sudah lama, ia melakukannya saat dikelas sepuluh dan sebelas. Setelahnya ia merasa bosan dan meninggalkan kebiasaan itu semua saat menginjakkan kaki dikelas dua belas.

Bahkan tak jarang banyak perempuan yang menangis nangis kearahnya akibat dipermainkan perasaannya, dan ada yang sampai mendatangi rumahnya hingga banyak yang curhat ke depan Jenny atas prilakunya.

Itu semua jauh sebelum ia sadar dan memilih untuk mempunyai hubungan yang serius dengan satu perempuan dan kini ia sedang mencobanya bersama Serena.

Entah apa yang membuatnya memilih mencoba hubungan serius dengan gadis disampingnya ini. Sebenarnya ia sempat tak yakin, namun berkali kali Serena menyatakan perasaannya secara terang-terangan padanya.

Mau tak mau Januari mencoba membalas perasaan Serena dan akan membiasakan diri bersama gadis ini.

Namun kenapa saat ini ia hendak memulai sesuatu yang baru,gadis yang sudah lama ada disetiap hari harinya justru mulai merecoki pikirannya walau ia sendiri belum terlalu yakin.

"Kamu seriuskan sama aku?"

"Jan!"

Januari tersadar dari lamunannya dan reflek mengangguk.

"Rumah lo dimana?" Tanya Januari saat memasuki sebuah gang besar.

"Jadi sekarang kamu ngaterin aku sampai rumah?" Sahut Serena

Januari hanya mengangguk.

Keduanya pun berhenti didepan gerbang rumah mewah yang minimalis.

"Mau mampir?" Ajak Serena sedikit berharap

"Enggak, kayaknya langsung pulang. Udah mulai sore." Tolak halus Januari

"Yaudah kalo gitu aku pulang." Pamit Serena dan membuka pintu namun gadis itu kembali berbalik, Januari hanya memperhatikan dan menaikkan satu alisnya saat Serena terus menatapnya.

Cup

Januari menahan nafas terkejut saat Serena dengan tiba tiba menempelkan bibirnya dipipi kanannya.

"Bye" ucap Serena sambil tersenyum dan keluar dari mobil.

Januari megang pipi kanannya dan kembali memperhatikan Serena dari luar yang kini sedang melambikan tangan kearahnya.

Januari buru buru menjalankan mobilnya dan tersenyum kecil mengingat kejadian tadi, namun ingatan akan seorang gadis kembali muncul seketika menghentikannya.

*****

Januari menghentikan mobilnya didepan sebuah rumah sederhana yang halamannya sangat luas. Ia membuka pagar dan kembali masuk kedalam mobil sebelum memasuki perkarangan dan memparkirkan mobilnya.

Dengan berlarian ia menaiki tangga kecil sebelum mengetuk pintu didepannya.

Bukan pulang ke rumahnya, melainkan Januari menyempatkan untuk datang ke rumah Lya sekedar untuk memastikan Lya saat ini.

Pintu berderit terbuka dan kini dihadapannya seorang gadis yang dengan datar menatapnya.

"Apa?" Lontarnya cuek

"Boleh gue masuk?" Pinta Januari

Lya menyingkir kesamping untuk membuat celah agar Januari bisa masuk. Keduanya kini duduk disofa, Januari terus memperhatikan Lya yang dengan santainya duduk memakan snake ditangannya dengan pandangan lurus kedepan TV.

Baru kali ini Januari merasa canggung saat berada dirumah Lya. Dan baru kali ini pula ia meminta ijin saat hendak masuk kedalam rumah Lya.

"Ehm," Januari berdehem berharap akan menyita perhatian Lya.

Namun gadis itu hanya meliriknya sekilas sebelum kembali fokus pada tv.

Apa yang dilakukannya saat ini, seharunya ia marah karena Lya yang tak mengabarinya tadi disekolah. Kenapa seolah-olah Lya yang marah dan malah ia yang merasa sedikit bersalah. Apa apaan ini!

"Lo ngapain pulang nggak ngasih tahu gue?" Tanya Januari akhirnya

Lya melirik sekilas "emang Lo peduli?" Sindirnya

"Lo ngomong apa sih?!" Januari mulai tersulut karena ucapan Lya barusan

"Kenapa? Suka suka gue mau pulang duluan atau mau kapan, itu bukan urusan Lo." Balas Lya sinis

"Lo kenapa sih---" perkataan Januari terpotong

"Gue kenapa? Lo yang kena---" potong Lya namun terhenti diakhir kalimat saat tersadar ucapannya barusan

Lya mulai tersadar, ada apa dengan dirinya saat ini. Kenapa selalu sensitif saat menyangkut Januari.

Seharusnya ia bersikap biasa saja, tapi ia tidak bisa mengontrol emosi tersendiri saat menghadapi Januari saat ini. Tapi kenapa Lya?

"Gue-- gue lagi pusing Jan. Jadi lo stop ngomong, karena gue lagi nggak mood ngomong dulu. Oke" pinta Lya sambil tersenyum memohon

Kalau ia terus diajak bicara dengan Januari, bisa bisa ia terus memojokan Januari dan berakhir malu. Tapi kenapa ia seperti orang---

"Lo makin hari makin aneh. Sini" titah Januari

Lya mendekatkan dirinya pada Januari hingga telapak tangan Januari memegang keningnya bolak balik. Lya segera menepisnya.

"Gue nggak kenapa-napa." Protesnya

Januari terdiam sebentar, ada satu asumsi tetang Lya yang terlintas dibenaknya, tapi apa mungkin itu benar.

"Ly, Lo nggak apa apakan kalo gue---"

"Ya nggak apa apalah. Ngapain juga gue kenapa Napa." Potong Lya dengan cepat

 "we're a just friend, nothing more, right?" Tambahnya

"Jadi tadi kelas Lo." Tanya Lya mengalihkan pembicaraan

"Ya." Balas Januari singkat karena ponselnya bergetar.

"Sekelas sama cewek lo" lanjutnya

"Hmm, Serena." Peringat Januari sambil mengetikan sesuatu dilayar saat Serena yang mengirimnya pesan.

"Ya, gue masih inget." Tandas Lya

Memangnya ia lupa nama gadis itu, gadis yang sudah membuatnya darting (darah tinggi). Saat ribut mengenai tempat duduk dimobil Januari.

Selesai membalas pesan Serena Januari kembali memasukan ponselnya kedalam saku celana.

"Eh, gue laper nih."

Januari menatap Lya yang hanya diam tak mendengarkan ucapannya barusan.

"Ly?" Panggilnya

"Hmm" gumam Lya

"Masakin gue dong, lo udah bisa masakkan?"

(^❤️^)


Hayoo Lya udh bisa masak belum??

Next spam disini!!!
Don't forget vots:))

See u


You are reading the story above: TeenFic.Net