TFZ | 5

Background color
Font
Font size
Line height

Januari mengetuk ketuk pintu untuk ke sekian kalinya, namun tak kunjung terbuka. Ia hanya bisa pasrah oleh Lya yang memilih mengurung diri di dalam kamar selama hampir satu jam.

Karena haus ia pun berjalan ke dapur untuk mengambil air. Namun matanya menangkap sesuatu di wastafel.

Setelah mengetahui apa yang barusan ia temukan, Januari berlari menuju kamarnya dan mengambil kunci motor sebelum menuruni tangga.

Januari menghentikan motornya diparkiran sebelum masuk kedalam restoran siap saji dan memesan nasi + chicken Wings kesukaan Lya dua porsi boxs.

Selama perjalan pulang sore ini ia dilanda kemacetan parah, beruntung ia memakai motor hingga bisa menyalip hingga tak memakan waktu yang lama.

Sesampainya di rumah, Januari sedikit berlari untuk segera menemui Lya. Ia merasa sangat bersalah sudah membuat gadis itu kelaparan.

Tok tok

"Ly,"

"Buka bentar, gue beliin makanan buat Lo." Pintanya

Tok tok

Ia kembali mengetuk pintu, namun hanya hening dari dalam. Bukannya tadi ada suara menangis sebelum ia pergi. Apakah gadis itu tertidur? Batin Januari menebak nebak.

"Ly, buka pintunya!" Januari sudah tak tahan pasalnya hari sudah mulai larut dan gadis itu tak kunjung membuka pintunya sampai sekarang. Dan yang pasti gadis itu belum makan apapun, berbeda dengannya yang tadi dikantin sekolah sudah memakan nasi goreng.

"Gue bakalan paksa buka, kalo Lo nggak buka pintunya sekarang!" Tantang Januari dengan serius.

"LYA!!!" Teriak Januari menggelegar.

Ia sudah mengambil ancang acang untuk mendobrak pintu namun pintu berdecit terbuka.

Januari segera masuk "Ly, Lo nggak apa-apa? Gue minta maaf." Januari menatap Lya yang hanya diam mematung dengan wajah pucatnya.

Januari mendekat kearahnya namun Lya hanya diam pasrah sebelum tubuhnya jatuh ke lantai dan segera ditahan oleh Januari.

"Lya," Januari menepuk pipi Lya pelan untuk menyadarkannya.

Namun betapa terkejutnya ia saat menyentuh wajah gadis ini yang sangat panas.

Januari segera membawa Lya ke tempat tidur dan berlari keluar kamar untuk membawakan segelas air putih dan meminumkannya pada Lya.

Kini gadis itu mulai membuka matanya dan mendapati Januari dihadapannya.

"Mah... Bunda..." Isak Lya sambil meluruhkan air mata dipipinya.

"Ly, ly." Januari terkejut dan bingung.

Tangan Lya kini memukul mukul tangan Januari dengan brutal. Namun Januari segera menahannya "Maafin gue Ly, gue keterlaluan sama Lo." Ucap Januari tulus

"Gue mau pulang.." lirih Lya

"Ly, malam ini Lo nginep disini yah." Pinta Januari lembut

Lya segera menggelengkan kepalanya "Bunda..." Lirih Lya berharap ada Jenny disini yang akan menolongnya.

"Ly, kali ini aja. Gue mohon." Pinta Januari yang masih mencekal lengan Lya.

"Gue bisa telpon bi Imah kalo perlu." Saran Januari. Ia bisa menelpon mantan asisten rumah tangganya. Walaupun mengganggu namun ia hanya ingin meminta tolong pada Bi imah yang kebetulan rumahnya tidak jauh.

Januari ingin Lya menginap dirumahnya karena ia tahu Emma sang Mamah akan pulang besok lusa dan jika Lya pulang malam ini dia akan sendirian dirumah. Januari tidak menginginkan itu dikarenakan kondisi Lya saat ini tidak memungkinkan.

"Lo, jahat.." lirih Lya yang tak hentinya mengeluarkan air mata.

"Iya, gue jahat. Maafin gue.." balas Januari

Ia segera merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel dan menghubungi bi imah, memintanya untuk segera datang.

Januari melepaskan tangan Lya dan segera berlari keluar kamar untuk membawakan makanan yang sudah ia beli tadi.

"Gue udah beliin makanan kesukaan Lo. Lo mau makankan?" Januari kembali duduk ditepi kasur sambil membawa kotak nasi ditangannya.

Ting tong

Terdengar suara bell berbunyi dan tak lama suara seseorang menaiki tangga terdengar.

"Ya ampun den, kunaon bisa kos kie atuh?" Panik bi imah yang baru saja memasuki kamar.

Januari segera menyingkir dan langsung ditempati oleh BI Imah yang kini mulai memeriksa kondisi Lya.

"Lya laper bi.." rengek Lya pada Bi Imah

"Kunon atuh bisa kalaparan kos kie?" Tanya bi Imah sambil memijit mijit kening Lya pelan.

Bi Imah memperhatikan Lya yang terlihat sangat lemah.

"Badan Lya pada sakit bi.." rengek Lya kembali

Bi Imah mengoleskan minyak yang ia bawa ke area kening, leher dan terakhir ia membuka baju Lya keatas untuk memperlihatkan perutnya.

Januari yang tersadar segera berbalik cepat.

"Ouh, iyeu-mah neng geulis keur datangnya?" Tanya bi Imas setelah kembali merapihkan baju Lya semula.

Januari kembali berbalik, datang?

Lya mengangguk "atuh kunaon hente da'ang?"

"Mana iyeu?" Bi Imah terlihat sedang mencari sesuatu dan Januari segera menyodorkan kotak makan ditangannya.

Bi Imah membuka kotak tersebut "manya kos kie dibere daharna." Bi Imah memprotes isi makanan tersebut membuat Januari bingung.

"Bi, ngomongnya." Ucap Januari

"Atuh den, masa kita kasih neng geulis makanan ini. Perutnya kan lagi sakit."jelas bi Imah

"Terus apa bi?"

"Bubur,"

"Bubur?," Ulang Januari, bi Imah mengiyakan.

Januari hendak beranjak keluar namun panggilan menghentikannya.

"Deuk kamana?"

"Beli bubur kan?" Balas Januari

"Jangan atuh den, mending den jagain neng Lya. Bibi buatin bubur didapur."

Januari hanya mengangguk dan menatap kepergian bi Imah.

Ia berbalik menghadap Lya yang kini sedang melamun menatap ke langit langit diatasnya. Januari duduk dengan canggung ditepi kasur.

"Ly,"

"Jan,"

Ucap keduanya berbarengan dan saling menoleh.

"Lo dulu," lontar Januari

"Jan, suatu saat gue mau punya seseorang yang lebih dari sekedar teman atau sahabat." Lya kembali menatap kearah depan menghindari menatap Januari.

"Maksud Lo?" Januari mengerut bingung

Lya memutar matanya pelan, kenapa Januari tidak mengerti perkataannya. Merusak suasana saja!

"Jan...!" Rengek Lya

"Gue itu kesel sama Lo!" Tambahnya

"Jadi?" Balas Januari membuat Lya habis kesabaran. Sejujurnya Januari bingung harus menjawab apa.

"Jadi?! Lo bilang 'jadi?" Ulang Lya menahan kesal

Januari bertambah bingung dengan reaksi Lya saat ini. Memangnya apa yang salah dengan perkataannya?

"Keluar Lo!!" Teriak Lya geram

"Ly,"

"Keluar!!" Bentak Lya tak habis pikir

"Gue kan suruh jagain Lo," tolak Januari

"Jagain gue, Lo bilang? Yang ada Lo bikin gue tambah sakit!" Sinis Lya dan melemparkan Januari dengan bantal.

"Habisnya Lo marah marah mulu." Cibir Januari sambil keluar kamar yang masih dapat Lya dengar.

Gimana gue nggak marah marah mulu. Gue kan lagi difase berubah ubah kayak bunglon, kadang sedih kadang marah. Dasar cowok nggak peka!Balas Lya dalam hati.

*****

Januari turun dari tangga dengan tas disebelah dipundaknya berjalan menuju dapur yang kini sudah terdapat sarapan diatas meja.

"Eh, den Ari." Sapa bi Imah yang melihat kedatangannya.

Ia sudah mengira kalau bi Imah lah yang membuatkan sarapan. Biasanya meja ini hanya diisi oleh air putih di teko, jika Jenny sibuk bekerja.

"Lya, udah bangun bi?" Tanya Januari sambil mendorong kursi kebelakang untuk ditempatinya.

"Udah," bi Imah terlihat sibuk membereskan meja.

Januari mengerutkan keningnya, "dimana?"

"Tuh," bi Imah menunjuk kearah belakangnya. Januari pun berbalik dan mendapati Lya yang berjalan mendekat.

Gadis itu sudah siap dengan seragamnya yang semalam ia sempatkan untuk mengambil dari rumahnya.

Lya menarik kursi disebelahnya dan ikut duduk. Menghiraukan Januari yang sedari tadi memperhatikan dirinya.

"Lo udah mendingan?" Tanya Januari memulai percakapan, tangannya sibuk menyiapkan sarapan yang sudah tersaji dihadapannya.

"Hmm," balas Lya seenaknya. Gadis itu sama hal dengannya yang juga sedang mengambil sarapan.

Setelah menghabiskan sarapan masing masing, kini Januari menunggu Lya di dalam mobil untuk pergi ke sekolah. Akhirnya gadis itu pun berjalan kearahnya setelah bersalaman dengan bi Imah.

Januari bingung saat Lya membuka pintu belakang mobilnya dan duduk dijok belakang. Ia berbalik menatap Lya yang kini sibuk dengan ponsel ditangannya.

"Pindah" titah Januari

Lya hanya meliriknya sebelum kembali fokus pada ponsel menghiraukannya.

"Lya, pindah." Titah Januari sekali lagi berharap Lya mendengarkannya kali ini.

Namun gadis itu tetap diam menghiraukannya. Januari memilih kembali menatap lurus ke depan tak berniat menyalakan mesin sedikitpun.

Lya mengalihkan perhatiannya dari ponsel dan menatap keluar jendela. Benar saja ia masih berada dilingkungan rumah Januari, sebenarnya apa yang dilakukan oleh laki laki itu.

"Jalan," titah Lya

Namun Januari tetap diam.

"Jalan!" Sentak Lya sudah terlanjur kesal dan bertambah kesal saat Januari tak juga menjalankan mobilnya.

"Gue bilang jal---" emosi Lya terhenti oleh perkataan Januari

"Gue nggak akan jalan kalau Lo nggak pindah ke depan. Sekarang juga." Lontar Januari membuat Lya menggeram kesal sebelum membuka pintu mobil dan menutupnya dengan kasar. Kini ia terpaksa duduk disebelah Januari, ingin sekali ia mencabut jok yang sedang ia duduki saat ini saat mengingat kejadian kemarin.

Januari pun mulai menjalankan mobilnya melewati gerbang rumahnya. Sepanjang perjalanan hanya terjadi keheningan, sesekali Januari menatap Lya yang terus memandang kearah luar dari jendela.

Ia tahu kekesalan gadis itu pada kejadian kemarin hingga saat ini. Namun mau bagaimana lagi, ia harus segera meluruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman yang panjang.

Januari menghentikan mobil tepat didepan gerbang sekolahnya, membuat Lya menoleh pada Januari seolah meminta alasan mengapa berhenti disini.

"Ly," lontar Januari pelan tanpa menoleh kearahnya dan melanjutkan "gue pengen ngomong sesuatu sama Lo."

Lya hanya diam mendengarkan. Sebelum kembali melanjutkan ucapannya Januari terlebih dahulu menolah ke arah Lya untuk memastikan dan kembali menatap ke depan.

"Gue sama Serena--" Januari menghentikan ucapannya se-janak untuk menimbang kembali "Kita pacaran." Lanjutnya dan menoleh kearah Lya disebelahnya yang bertepatan gadis itu juga menoleh kerahnya.

Januari menatap wajah Lya yang terlihat tak percaya "gue sama dia baru aja mulai kemarin, sehari sebelum Lo masuk ke sekolah ini. Dan gue juga lagi ditahap buat terbiasa sama dia. Makanya gue agak kaku kemarin kemarin." Jelas Januari

Lya menatap nanar Januari setelah mendengar penjelasan darinya. Kenapa ada rasa sedikit tak rela setelah mendengar pengakuan dari laki laki di depannya ini. Kini laki laki yang selalu menemaninya sudah dewasa, dan kini Januari bukan lagi laki laki yang hanya disinggahi olehnya.

Ia dan Januari hanya sebatas SAHABAT dan TAK lebih.

Ternyata perkataan Jenny tempo hari benar. Bahwa Januari sudah berbeda, dia lebih suka bergaul pada perempuan perempuan diluar sana. Dasar Playboy, maki Lya dalam hati.

Pantas kemarin Januari membela Serena ketimbang dirinya dan menghiraukannya sepanjang perjalanan pulang. Ternyata ini alasannya.

Huhhh, Lya menarik nafas pelan dengan hati hati agar tidak di ketahui oleh Januari sebelum tertawa pelan seolah olah ada sesuatu yang lucu.

Januari dibuat bingung melihat respon gadis disebelahnya.

"Lo pacaran sama cewek itu?" Lya kembali tertawa "ternyata level kita beda ya?" Sombong Lya dan menghentikan tawanya.

Gadis itu membuka seat belt dari tubuhnya "mending gue turun disini aja dari pada ada yang salah paham." Usul Lya dan membuka pintu mobil

Januari segara menahan lengannya terlebih dahulu namun Lya segera menyentaknya. "Dah." Ucapnya sebelum pergi

"Lya!" Panggil Januari kencang, namun gadis itu sudah masuk ke dalam sekolah.

Aneh, pikir Januari, dan yang penting ia sudah menjelaskan pada Lya agar gadis itu tak salah paham tas kejadian kemarin.

(^❤️^)


You are reading the story above: TeenFic.Net