TFZ | 30

Background color
Font
Font size
Line height

Lama update nya yak😹

Sepanjang perjalan di mobil antara gue dengan Bara, kita berdua hanya diam mendengarkan alunan musik yang diputar. Gue pun tak keberatan karena sudah cukup rasa bersalah ini masih gue rasakan atas semua kejadian yang menimpa Bara karena Januari.

"Emm, gue minta maaf." Lontar gue akhirnya memecahkan keheningan. Bara yang fokus mengendara kini menoleh sekilas ke arah gue sebelum tangannya terulur untuk mematikan musik.

"Maaf?" Ia tampak tak mengerti

"Ya, gue minta maaf atas kejadian disekolah terutama untuk Januari." Jelas gue

Bara terkekeh mendengar pengakuan gue dan menghela nafas pelan lalu menatap gue intens "Lo nggak perlu minta maaf" balasnya dan keluar dari mobil sebelum membukakan pintu untuk gue.

Kita berdua berjalan memasuki sebuah cafe dan duduk disalah satu meja dengan Bara disamping gue.

Gue menatap sekeliling cafe ini yang bergaya elegan; tampak para pengunjung sangat berjauhan dari satu meja ke yang lainnya. Menambah kesan pripasi tersendiri.

Cafe, mengingatkan gua kenangan tentang di cafe bersama Januari. Kenapa hidup gue sangat bergantung padanya? Hingga semua kenangan yang tercipta harus gue lalui bersama laki-laki itu.

"Selagi menunggu ada minuman yang bisa kami bawakan?" Tawar pelayan itu setelah mencatat daftar menu yang kita pilih.

Bara menatap gue tampak menyarankan apa yang perlu dipesan namun gue memilih pura-pura tak melihatnya dengan mengalihkan pandangan ke arah lain. Sejujurnya ini tampak canggung untuk gue yang belum terbiasa dengan suasana seperti ini.

"Emm, satu anggur kalau Lo?" Balas Bara dan menatap gue meminta jawaban.

"Oh, um-- sama kayak Lo."Jawab gue sedikit gugup

Bara hanya mengangguk dan pelayan itu segera berlalu.

"Sebelumnya Lo pernah ke sini?" Tanya Bara memulai pembicaraan

Gue menggeleng "belum, kenapa?"

"Gue kira Lo pernah kesini. Muka Lo kelihatan ga asing?"

"Mungkin iya atau nggak, tapi gue bener-bener inget." Jawab gue sambil terkekeh ringan Bara pun ikut tersenyum.

Sebenarnya Cafe ini nggak pernah gue kunjungi. Nggak mungkin juga kan kalau gue ceritain yang sebenarnya karena menyangkut Januari.

"Thanks" gumam gue saat tiba-tiba pelayan datang membawakan sebotol anggur.

Kami berdua pun menuangkannya ke gelas masing-masing sebelum beradu gelas dan membawanya ke mulut sambil tertawa.

Tak lama makanan pun sudah tersaji dan kami makan bersama sesekali tertawa saat candaan kecil terlontar. Gue merasa bersama Bara, gue terbuka dan bebas juga menyenangkan. Gue merasa kali ini gue berbeda; merasa seakan-akan gue lebih dewasa dari sebelumnya yang bertingkah seperti anak kecil. Makin kesini gue merasa perubahan demi perubahan tercipta sejak gue masuk SMA.

Apakah ini yang dinamakan menjadi dewasa dan mulai merasakan cinta?

Gue pun baru menyadari perasaan gue terhadap Januari saat sudah besar, namun disaat itulah perasaan sakit juga gue rasakan karena gue merasa salah atas apa yang udah gue lakukan. Mungkinkah jika gue mengakui perasaan ini terhadapnya dia akan menerima semuanya dan akan baik-baik saja?

Itu bisa saja jika dia memiliki perasaan yang sama terhadap gue. Tapi jika tidak? Apa yang akan terjadi? Apakah hubungan pertemanan yang selama ini gue bangun bersamanya akan baik-baik saja atau akan merenggang karena rasa tidak nyaman?

Maka dari itu gue memilih mengabaikannya demi kebaikan...

Apakah ini suatu yang bisa disebut kebaikan? Entah untuk siapa kebaikan itu memikirkannya membuat gue tersenyum kecut.

Saat ini kenapa tiba-tiba gue teringat akan Januari. Gue terdiam menunduk mulai memaki pikiran gue karena di momen seperti ini memikirkannya akan mengacaukan jika gue tidak bisa berhenti memikirkannya sekarang juga.

"Ly?"

Panggilan Bara menyentak gue dari lamunan hingga gue tersadar jika sudah berhenti melangkah. Setelah makan malam tadi kini gue dan Bara sedang menikmati semilir angin malam dipinggir trotoar yang tak jauh dari sekitaran Cafe.

Gue tersenyum tak nyaman "Maaf, gue tadi...."

"Lo mikirin apa?"

"Gue---" gue bingung apa yang harus gue jawab, tapi Bara menarik salah satu lengan gue dan membawa kami berdua duduk disebuah kursi besi jalanan.

"Kenapa disaat seperti ini Lo nggak berhenti aja mikirin semua masalah Lo itu?" Tangan Bara terulur untuk merapihkan helaian rambut gue yang tertiup angin. Maniknya berusaha mengunci milik gue entah mengapa itu berhasil.

Dari jarak berdekatan seperti ini gue bisa mendengar detak Jantung gue yang mulai berdetak dengan kencang. Gue ingin memalingkan wajah namun lengan Bara tetap disisi wajah gue seakan-akan menahan gue agar tidak berpaling kemana pun.

Suara notifikasi bersamaan dengan layar ponsel yang berada di tangan Bara terbuka memancarkan cahaya yang membuat kita berdua teralihkan untuk melihat ke sumber cahaya itu.

Tangannya segera bergerak untuk mengecek dan gue terdiam saat melihat notifikasi yang bertuliskan nama 'Serena' memposting kebersamaannya dengan Januari. Namun bukan itu yang membuat gue terdiam, tapi di foto itu tampak Januari sedang mencium Serena.

Gue segera mengalihkan pandangan berusaha terlihat biasa-biasa saja. Apa yang udah gue perbuat dengan memikirkan seseorang yang sudah jelas sedang menikmati setiap detiknya dengan orang lain disana?

Gue tak mampu berkata apapun saat ini, gue bertanya-tanya mengapa harus muncul notifikasi seperti itu disaat seperti ini. Mengapa juga Bara mengikuti akun medsos milik Serena. Entah atau itu hanya kebetulan saja.

Gue menghela nafas pelan menatap lurus keatas langit detik itu juga lengan Bara menarik bahu gue untuk mendekat ke arahnya dan saat itulah bibir kami saling bertemu satu sama lain.

Gue terkejut hampir menahan nafas namun gue tak bisa begitu saja berpacu pada semua pikiran gue. Gue pun membalas ciuman ini yang terkesan sangat menuntut. Perlahan tangan gue terulur memegang kedua bahunya yang disambut baik olehnya yang semakin menekan setiap ciuman.

Ciuman ini seakan-akan menyalurkan semua perasaan bercampur emosi. Kedua tangan Bara menahan wajah gue dari sisi hingga ciumannya menuruni rahang gue dan gue akhirnya bisa bernafas dengan terengah-engah.

Saat ciumannya menyapu leher gue; gue segera mendorong bahunya dan membawa kepala gue diantara kedua tangan gue; membiarkan setiap jari tangan gue meremas rambut gue perlahan.

Bara hanya diam di samping gue setelah kejadian berakhir. Ia tampak menunduk seperti sedang bergelut dengan pikirannya dengan salah satu tangan dikeningnya.

Gue pun tak mampu berkata-kata. Jadi, apa yang harus gua ucapakan?

Cukup lama keheningan yang canggung berlangsung hingga akhirnya Bara mendongak menatap gue dan membuka suaranya terlebih dahulu.

"Sorry" ucapnya disisi gue

Gue perlahan mengangkat wajah dan menggeleng pelan. Bara mengambil salah satu telapak tangan gue untuk digenggamnya. Gue hanya diam membiarkan itu walau sedikit tak nyaman.

"Yang gue lakuin sebagai pengalihan." Lontar Bara dan melanjutkan "gue tahu tadi gue udah--- tapi gue nggak ada maksud lain selain sebagai pengalihan pikiran Lo." Jelasnya tampak serius

"Thanks" gue hanya tersenyum simpul

Apa yang dilakukan Bara memang tidak masalah bagi gue. Namun gue hanya cukup terkejut atas apa yang sudah terjadi barusan.

"Jadi, Lo punya perasaan sama sahabat Lo?" Gumam Bara sambil terkekeh kecil

Gue segera menggeleng menepis perkataanya. Mengapa Bara harus mengasumsikan seperti itu?

"Nggak, bukan gitu. Gue... gue nggak---"

"Ya, Gue ngerti." Potong Bara cepat tak membiarkan gue melanjutkan karena memang gue tampak bingung hendak melanjutkan apa.

"Bar" gue mengeluh merasa tak enak

Bara melepaskan cekalan tangannya dari gue dan bangkit dari kursi begitu saja. Gue menatapnya dengan kian rasa bersalah. Apa yang harus gue lakukan demi bisa menambah keyakinannya atas ucapan gue barusan.

Tanpa berkata gue pun langsung menarik lengannya ikut bangkit sebelum menciumnya saat itu juga. Bara terlihat terkejut namun segera membalas ciuman ini.

Gue berharap hal ini bisa membuat Bara yakin atas gue.

Ketika gue membuka mulut agar ciuman terlepas namun saat itu juga lengan Bara menarik leher gue untuk menekan bibirnya lebih keras kearah gue.

Hingga ciuman terlepas kita saling menatap satu sama lain dengan nafas tak beraturan. Namun gue segera mengalihkan pandangan ke arah lain. Bara hendak mengucapkan sesuatu entah apa itu namun gue tidak ingin kesalahpahaman ini masih ada persetan, gue dengan cepat memeluknya terlebih dahulu sebelum ia bisa berkata-kata.

Bara sekilas tampak terkejut namun segera membalas pelukan gue dan membiarkan kepala gue mencari kenyamanan disekitarnya.

"Ajarin gue cara menghilangkan perasaan ini..."

......
NEXT VOTS & COMMENT^^
SEE U


You are reading the story above: TeenFic.Net