TFZ | 17

Background color
Font
Font size
Line height


____________________________

POV Julya

Ketika gue pertama kali masuk ke dalam basecamp. Hal yang pertama gue lihat adalah, kekacauan. Botol botol berserakan diatas meja dan di lantai.

Saat tangan gue ditarik oleh Januari, gue mulai ikut melangkah masuk ke dalam melewati orang orang yang berserakan diatas sofa dan dilantai. Tepat dibawah kaki gue, dan gue berusaha buat nggak injek mereka satu satu.

Gue sedikit mengingat kalau orang orang yang masih tinggal disini rata-rata orang yang nyapa pertama kali saat Januari dan gue datang. Gue dapat menyimpulkan kalau mereka yang pada nggak sadar dan tidur disini cuman teman teman terdekat satu sama lain. Selebihnya, kayak orang asing udah pada pulang.

Januari terus narik gue kesana kemari seolah-olah lagi nyari sesuatu. Karena kaki gue udah lemes terpaksa gue menyentak tangan dari cekalan Januari dan membuat Januari menoleh kearah gue.

"Lo nyari apa sih, Jan. Gue capek, bisa nggak kita langsung tidur aja nggak usah mutar-muter bikin gue pusing." Protes gue

"Sabar, gue lagi nyari tempat." Balasnya

"Lo nyari, gue tetep disini." Gue mulai bersandar ke dinding dibelakang.

"Ly,"

"Gue pengen tidur, Jan." Rengek gue saat Januari hendak protes, tepat saat itu Arga muncul dan kehadirannya bikin gue punya sedikit harapan.

"Semua sofa nggak ada yang kosong." Kata Arga

Gue menunduk lesu. Masa iya gue harus tidur dilantai yang keras.

"Tapi Lo bisa kok tempati satu kamar yang biasa anak anak pake. Lo liat sendiri mereka tepar dilantai." Arga menawarkan dengan canggung

Mungkin itu kamar seharusnya dia yang nempatin, secara dia yang paling sadar buat tidur didalam kamar bukan di luar.

"Oh, nggak usah. Gue sama Januari bisa tidur di--" perkataan gue terhenti ketika melihat lantai dibawah kaki gue yang berceceran air diatasnya.

Pandangan gue mendongak buat liat Januari yang natap datar, seolah olah udah tahu. Gue akhirnya tersenyum canggung.

"Tenang, gue bisa pulang kok malam ini." Arga tahu ketidaknyamanan gue.

Sedangkan Januari terlihat tak keberatan. Gue ngerasa Januari udah agak sadar, nggak se-mabuk sebelumnya.

Tapi gue tetep nggak ngerasa enak, masa iya Arga harus pulang sepagi ini.

Tiba tiba pandangan gue jatuh ke arah sofa yang kelihatan dari balik sini kalau itu kayaknya sofa kosong, dan gue rasa Januari dari tadi nggak periksa sofa di bagain itu.

Belum sempat gue berkata gue udah lebih dulu berjalan mendekati sofa itu untuk sekedar memeriksa, kali aja gue salah lihat.

"Oke, thanks." Gue mengabaikan ucapan Januari pada Arga dari belakang.

Tepat ketika gue berhasil ngelewatin ruangan itu dan sampai disofa, gue terdiam sejenak saat menemukan seseorang yang meringkuk diatas sofa. Pantes gue nggak bisa lihat kaki atau salah satu tangannya karena orang ini kakinya ada diatas meja. Dan pandangan gue jatuh pada salah satu cewek dilantai yang ada dibawah kaki cewek ini.

Tapi gue kayaknya agak nggak asing deh sama ni cewek. Tangan gue segera terulur buat ngambil rambut yang nutupin wajahnya.

Tepat ketika gue berhasil lihat wajahnya, bahu gue ditarik kencang dari belakang. Gue terkejut menatap Januari yang menjauhkan gue dari sofa itu.

Gue melepaskan cekalan Januari.

Sekarang gue udah terlanjur lihat. Dan sekarang gue tahu, ternyata Januari nggak cuman mabok sendirian disini. Dia nggak cuman sama temen temennya ngabisin waktu disni. Serena ada untuk menemaninya.

"Ly, gue bisa jelasin." Raut wajah Januari pias.

Gue mendorong lengannya yang mau megang gue kali ini.

"Ly, Lo salah paham. Ini nggak seperti yang Lo lihat. Gue bisa jelasin." Ucap Januari mulai khawatir

Gue menggelengkan kepala "nggak perlu. Nggak ada yang perlu dijelasin. Oke. Kalau pun Lo mau ngehabisin waktu sama siapa pun itu bukan urusan gue. Jadi, Lo nggak perlu panjang lebar kasih penjelasan ke gue yang bahkan gue sama sekali nggak peduli." Gue tersenyum hambar

Gue melihat raut wajah Januari yang kayaknya terluka ketika gue mengatakan itu.

Tapi itu nggak sebanding saat Lo tahu kalau Lo selama ini nunggu orang yang bahkan sama sekali nggak inget Lo ketika dia lagi sama orang lain. Itu menyakitkan,

Kenapa ketika pandangan gue beralih ke Arga dibelakang Januari, dia natap gue dengan pandangan bersalah. Mungkin itu karena dia ngira gue pacar Januari.

"Ly,"

"Nggak perlu. Intinya gue mau kita bisa dapetin tempat dan gue bisa tidur."

Sebenarnya gue bisa aja kabur dari tempat ini minta sama Arga buat nganterin gue pulang. Tapi gue nggak mau ambil resiko pulang jam segini sedangkan mamah pasti bakalan nyangka yang nggak nggak antara gue sama Arga.

"Ayok." Januari menarik lengan gue dengan erat supaya gue nggak bisa kabur mungkin. Gue juga udah pasrah

Januari baru melepaskan tangan gue ketika sampai di depan pintu sebuah kamar. Gue nggak yakin kalau harus tidur disana sekarang.

Kita bertiga akhirnya berdiri dengan canggung. Namun tampaknya Arga segera tersadar sebelum mengucapkan "gue harap Lo berdua bisa nyelesain masalah Lo. Dan jangan sungkan buat pakai kamar itu." Setelah mengatakan itu dia pergi

Setelah kepergian Arga, situasi bertambah canggung. Gue akhirnya berjalan menjauh dari pintu untuk mencari tempat lain. Saat ini gue belum bisa kalau harus disamping Januari.

Seolah mengerti, Januari menahan lengan gue yang hendak kabur.

"Lo bisa pakai kamar itu. Gue di luar sama Arga dan yang lain." Katanya dan meninggalkan gue begitu saja.

Langkahnya terhenti sejenak "Kalau Lo butuh sesuatu, toilet ada didapur."

Tanpa menjawab Gue hanya menatap kepergian Januari perlahan.

*****

Gue termenung ketika melihat sekeliling ruangan yang di dominasi berwarna putih. Ada kasur dan ada juga kasur lantai disini. Kayaknya kamar ini biasanya dijadikan tempat nginep bareng. Tapi disini gue ngelihat kerapihan, nggak ada tuh bekas sampah, rokok atau botol botol yang berserakan.

Gue jadi kepikiran saat besok tiba apa yang akan ada dipikiran teman teman Arga ketika lihat ada perempuan yang tidur dikamar mereka.

Memikirkan itu saja membuat gue bingung sendiri dan gelisah. Jika saja Januari ikut bersamanya disini, mereka pasti akan memakluminya karena mereka mengenal Januari. Tapi gue, mereka sama sekali nggak kenal.

Tapi mengetahui kalau Serena ternyata ada ditempat ini sama Januari, membuat gue memikirkan apa yang di lakukan mereka berdua saat itu.

Keduanya sama sama mabuk.

Menggelengkan kepala ketika tiba tiba pikiran negatif muncul di kepala gue. Gue melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Gue nggak bisa tidur dengan tenang.

Gue akhirnya membuka pintu dan melangkah keluar dari kamar. Saat gue berjalan disepanjang lorong, fokus gue taralihkan ketika mendengar suara decitan dan geraman dari kamar sebelah yang jaraknya cukup jauh dari kamar tadi.

Gue melangkah mendekat kearah pintu, ingin mendorong, tapi gue berpikir dua kali. Mungkin aja itu ada yang lagi ribut. Gue seketika menghapus pemikiran yang aneh di kepala gue dan kembali melanjutkan langkah.

Gue menatap sekeliling ruangan yang banyak banget mayat. Em, maksud gue orang orang tidur.

Gue perlahan jalan ke arah Januari ketika gue menemukannya yang tidur dengan punggung yang menempel pada dinding. Tepat disebelahnya gue bisa liat Arga.

Gue berjongkok dihadapan Januari, dengan ragu gue mengguncang bahu Januari pelan.

Januari tersentak dan membuka matanya.

"Lya?" Januari tampak terkejut lihat gue.

"Lo ngapain disini?" Tanya Januari pelan berusaha buat nggak bangunin Arga disebelahnya.

"Gue-- em, Lo bisa tidur satu kamar sama gue." Jawab gue pelan terdengar tak yakin. Sebenarnya gue udah berusaha buat nggak keliatan gugup gini.

Gue melihat raut Januari sedikit ragu atas perkataan gue barusan.

"Nggak perlu, Lo nggak usah maksain diri Lo. Gue tahu---"

"Jan," gue memotong "gue nggak maksa diri gue, gue serius mau tidur berdua sama Lo. Karena..." Gue nggak bisa nyelesain kalimat terakhir.

"Karena?" Januari memaksa

"Ya, karena.. gu-gue nggak mau bikin temen temen Lo risih karena gue pakai kamarnya dan---"

"Nggak akan, itu sama aja Lo maksa diri Lo. Pokoknya Lo berhenti pikirin hal hal kayak gitu. Sekarang Lo balik ke kamar!"

"Jan!" Gue merengekk takut

"Ly"

"Nggak Jan, bukan cuman itu alasannya. Gue juga nggak bisa tidur, terus gue takut.." Gue mencicit

"Ayok!" Bujuk gue

"Nggak!" Tolak Januari mengabaikan gue

"Yaudah gue nggak akan balik ke kamar." Gue udah ambil ancang-ancang buat duduk disebelahnya.

Tapi Januari menahan gue, "Ly, dengerin gue. Lo sekarang balik ke kamar dan hapus semua pikiran buruk Lo tentang itu semua. Oke."

Gue tetep menggelengkan kepala.

"Ly," Januari memaksa, tapi gue tetap teguh sama pendirian gue.

"Oke oke, tapi emangnya Lo nggak takut tidur berdua sama gue dikamar?" Januari menaikkan satu alisnya. Brengsek

Gue terdiam sejenak mendengar perkataannya barusan. "Yah, nggak ada salahnya kan. Lagian Lo nggak bakalan ngapa ngapain gue kan?" Gue menatap Januari dengan gugup saat melihat Januari terus menatap gue kali ini.

"Jan," panggilan gue menyentak Januari

"Ya, gue bisa aja ngapa ngapain lo. Secara Lo kalo tidur kayak orang mati yang nggak inget apapun." Januari berbicara dengan enteng.

"Jan, jangan mulai!" Gue sedikit menjerit dan itu membuat Arga gelisah di tidurnya. Seketika gue gelagapan.

Dan tanpa persetujuan gue, Januari menarik lengan gue menjauh dari sana membawa gue ke lorong.

Dia melepaskan tangan gue dan melihat ke belakang gue untuk memastikan kalo Arga masih tidur sama yang lainnya diruangan itu.

Kini pandangan Januari kembali kearah gue. Dia membawa satu telunjuknya ke bibirnya, memperingati gue untuk diam.

Kini tangan Januari kembali narik gue untuk kembali berjalan disepanjang lorong.

Jadi Januari setuju buat tidur sama gue?


You are reading the story above: TeenFic.Net