CHELSEA; 4

Background color
Font
Font size
Line height

Semilir angin berhembus menyapa Chelsea siang itu. Partikel debu tanpa izin terhempas menabrak permukaan wajahnya, beberapa diantaranya mengganggu penglihatan Chelsea membuatnya mengerjapkan matanya berkali-kali karena perih. Sudah dua hari insiden tabrakannya dengan orang tak dikenal, sekarang tangannya sudah membaik. Chelsea tersenyum memikirkan ucapan Rafael ada benarnya, tangannya benar sembuh dalam dua hari.

Siang itu sehabis kelas selesai, Chelsea berniat berkeliling kampus dengan berjalan kaki. Ia sudah cukup hafal denah universitasnya, termasuk tempat yang sangat ia ingin kunjungi, yaitu danau dekat stadium. Letak danau cukup tertutup dengan rimbun dan padatnya Pohon Pinus dan Cemara sebagai tempat pembatas. Bertepatan ia baru saja duduk bersantai di kursi tepian danau, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi panggilan masuk.

"Gimana? Kamu betah disana? "

"I think" jawabnya tersenyum. "Mama treat me well. People around me are nice. Aku dapat kamar di lantai dua dan lumayan luas. Ada Yasmin juga disini jadi aku ga terlalu sendirian."

"Hmm okay"

Chelsea mendengar helaan nafas di seberang sana.

"Kamu ga mau ke Batam aja sama papa? Masih awal semester dan ada beberapa uni terbaik di Singapore masih open registrasi" ucap Samuel berusaha membujuk Chelsea.

Chelsea tahu jika Samuel sebenarnya tidak bisa jauh dari dirinya. Tapi menurut Chelsea keputusannya telah tepat. Ia tahu Nadia adalah wanita baik, tapi Chelsea tak tahu ia akan menilai Nadia orang baik sampai kapan. Dirinya hanya takut jika suatu saat ia melakukan hal bodoh dan menjadi boomerang bagi keluarga baru Samuel. Chelsea lebih suka begini, jauh dari keduanya tapi berhubungan baik.

"Atau kamu mau coba lihat dulu universitas di singapore yang kira-kira menarik perhatian kamu, papa punya banyak kenalan disana, papa bakal bantu kamu." tambah Samuel

"Engga paaa" jawab Chelsea langsung.

"Dua minggu disana udah bikin kamu betah ya ternyata" ucap Samuel saat mendengar tanggapan Chelsea dalam waktu singkat. Berbeda saat dulu Samuel bertanya tentang kepindahannya ke Batam.

"Semua orang pada baik dan aku lebih punya banyak teman daripada waktu di Bali." ucap Chelsea. "Papa, kalau kangen Chelsea main kesini aja."

Samuel ingin sekali, ingin kesana bertemu Chelsea, tapi tidak. Ia tak mau bertemu dengan mantan istrinya. Apalagi mengingat perpisahan mereka karena suatu alasan. Samuel memang dikenal orang yang sibuk dengan urusan kantor dan jarang pulang, ya memang kerja kerasnya memang terbayar dengan menumpuknya uang di rekening Samuel. Sedangkan Anggun tidak menyukai kesibukan Samuel yang membuat keduanya jarang bertemu dan hubungan mereka merenggang. Ditambah Anggun mendengar rumor tentang para pegawai perusahaan jika ada tugas diluar kota, mereka menyewa gadis penghibur. Padahal Samuel tentu saja tidak begitu. Tetapi Anggun jelas meledak-ledak mendengar rumor itu. Keributan pun terjadi terus menerus, ada saja yang mereka permasalahkan, Samuel pun tak mau ambil pusing, tetapi ia sadar putrinya tidak boleh masuk kedalam pertengkaran mereka. Keduanya pun sepakat untuk berpisah daripada saling menyakiti lebih dalam.

Harta yang dimiliki Samuel jauh lebih banyak ketimbang milik Anggun. Samuel berjanji untuk merawat dan membesarkan putri semata wayangnya dengan harta miliknya. Mengerti jika masa depan putrinya akan lebih baik dengan bersama Samuel, akhirnya Anggun menyetujui jika hak asuh Chelsea diberikan kepada Samuel.

Jika dulu semua keputusan Chelsea berada di tangan Samuel, sekarang putri semata wayangnya telah menginjak delapan belas tahun sudah dapat menentukan pilihannya sendiri, dan Samuel hanya bisa mendukungnya.

"Papa kangen kamu Chelsea, kangen banget. Kangen dengerin kamu ribut, entah kamu ngomel karena kamu kehabisan baju, heboh karena ada anjing tetangga masuk halaman rumah, atau ga lipstick kamu kecuci karena kamu tinggalin di jaket" ujar Samuel

Chelsea tertawa mengingatnya. "Kesini aja pa"

"Tidak" Samuel menolak. "Tidak bisa sayang, kamu aja yang nyusul ke Batam bulan depan?"

Chelsea menggumam mengiyakan.

"Aku ajak temen aku boleh?"

• ✽ •

"Kali ini apa lagi sih Den?" tanya Rafael geram karena hari-hari ini dirinya serba salah di mata Denisha.

Jujur saja dulu Denisha tidak seperti ini. Saat pertama kali bertemu Denisha, Rafael terpesona dengan bagaimana sifat Denisha yang berani. Gadis itu sempat ditunjuk sebagai mahasiswa dengan bakat public speaking yang baik. Tentu saja Rafael terpesona. Hal yang paling membuat Rafael terkejut adalah setahun setelah masa orientasi Denisha sendiri yang pertama mengatakan jika ia ingin berpacaran dengan Rafael.

Walaupun Rafael terpesona dengan Denisha, Rafael tidak langsung menerima Denisha saat itu juga. Denisha pun tidak menyerah begitu saja, ia dengan berbagai caranya ingin mendapat status sebagai kekasih Rafael. Hingga suatu saat Denisha mengatakan jika ia tak sanggup hidup lagi karena tak memiliki siapapun. Demi menyelamatkan Denisha, Rafael pun menerimanya. Pikirnya ia akan bahagia bersama Denisha, ternyata rasa tertariknya hanya bertahan tiga bulan awal.

"Temen aku bilang kamu lagi naik mobil berdua sama perempuan" Denisha mendengus kesal kemudian. "Siapa? Kamu jalan sama siapa?"

Alis Rafael terangkat. "Ga ada jalan sama siapapun" jawab Rafael ragu. Seingatnya ia tak pernah keluar dengan perempuan.

"Bohong!" bentak Denisha. "Kamu bohong!" lanjutnya lagi sambil mendorong bahu Rafael.

"Bohong darimana?" Rafael menyangkal.

Dengan raut wajah kesal Denisha mengacak-acak tas Burberry nya mencari ponselnya.

"Ini apa?!" tunjuk Denisha menunjukkan sebuah foto dimana Rafael membuka pintu mobil dan terlihat ada wanita di kursi penumpang. Wanita itu adalah Chelsea, tapi untung saja wajah Chelsea tak terlihat karena tertutupi rambutnya.

"Ada lagi, ini. Mana kamu keluar pake mobil Gregory, effort banget ya kamu? Waktu itu yang aku minta jemput aku, kamu sama sekali ga ada kepikiran buat pinjem mobil temen kamu kan?" Adu Denisha bahkan ia dapat melihat urat muncul di pelipis gadis didepannya.

Rafael terdiam, percuma jika ia menyela, Denisha akan tetap menyalahkan Rafael dengan asumsi di kepala kecilnya.

Namun salah, kediaman Rafael malah membuat Denisha percaya bahwa Rafael selingkuh dibelakangnya.

"Jadi benar? Siapa dia? Siapa cewe murahan yang deketin kamu— "

"DENISHA!" Rafael refleks meninggikan suaranya. Membuat Denisha sedikit tersentak. Ini pertama kali Denisha dibentak oleh Rafael.

Denisha menggeleng tak percaya. Mulutnya menganga lebar. "Woah kamu baru aja bentak aku? Kamu bela wanita itu? Aku ga ngira kamu bakal sebodoh ini. Secara langsung kamu ngaku kalau kamu selingkuh?"

"Aku ga bilang kalau aku selingkuh"

"THEN WHY YOU DIDN'T DENY IT?!" Pekik Denisha kesal.

Netra Rafael melihat sekeliling sambil membasahi bibirnya menahan kesal. Ia berharap tak ada yang mendengar pertengkaran mereka. Ini hal cukup memalukan bagi Rafael. Ia saja tak pernah menampilkan emosinya di depan publik tapi gadis didepannya sudah kelewat batas.

Rafael menarik lengan Denisha lalu membenturkan punggung gadis itu ke tembok. Tubuh gadis yang tingginya sejajar dengan Rafael berada dalam kungkungan tubuh besar Rafael. Sorot mata Rafael hanya tertuju satu titik. Begitu juga Denisha juga membalas tatapan Rafael. Sikap defensif tak mau mengalah.

Rafael menghela nafasnya. "Secapek apapun aku sama tingkah kamu, aku ga pernah ngeluh di depan kamu. Setiap kamu minta apapun, selalu aku kabulin." Rafael menjeda demi memberi waktu Denisha. "Dan, aku ga pernah jelekin kamu di depan banyak orang. Apalagi ngatain kamu bodoh."

Denisha masih saja terdiam. Tiba-tiba saja ia takut dengan sikap Rafael.

Tangan kanan Rafael terangkat menyelipkan helaian rambut Denisha ke belakang telinga. "Denger ini baik-baik. Asal kamu tau perempuan yang kamu katain murahan itu jauh lebih baik daripada kamu."

PLAKK!

Rafael memejamkan matanya. Menikmati rasa nyeri dan panas yang menjalar di pipinya. Denisha baru saja menamparnya. Hingga kemudian tubuhnya terhuyung ke belakang didorong Denisha. Melalui ekor matanya Rafael melihat Denisha menjauh darinya.

Masih merasakan panas di pipinya Rafael keluar dari belakang stadium kampus. Ia berjalan melipir pinggiran danau dekat stadium. Samar-samar pandangan Rafael menangkap seorang wanita sedang duduk di bangku taman yang menghadap langsung kearah danau.

Terletak di kampus bagian belakang, danau ini memang jarang sekali dikunjungi para mahasiswa. Mungkin hanya satu atau dua orang saja yang akan mengisi bangku yang sudah tak terawat.

Lagi, atensi Rafael mengarah ke punggung kecil wanita yang terlihat rapuh, tak hanya itu netra gadis itu menatap sendu air tenang yang mungkin sesekali bergerak karena angin yang berhembus menyentuh permukaan.

Perlahan Rafael melangkahkan kaki menuju kearah wanita yang ia kenali itu. Wanita yang setiap hari ia temui beberapa minggu ini. Rafael tak memilih duduk disamping wanita itu, tapi ia memilih bangku di sebelahnya. Ia tak mau ada yang memergokinya lagi dan mengira dirinya selingkuh dari Denisha.

Kehadiran Rafael pula tak membuat sang wanita mengalihkan atensinya dari permukaan danau.

"Ga pulang?" tanya Rafael namun pandangannya kearah permukaan air danau.

"Engga, masih pengen disini." jawab Chelsea santai tanpa melihat, ia mengerti siapa yang sedang bertanya.

"Tangan lo gimana?"

"Udah baikan" Chelsea masih menatap lurus danau didepannya.

"Ada kelas abis ini?"

"Engga"

"Pulang sama gue yuk"

Chelsea seketika menoleh dan saat itu juga ternyata Rafael juga sedang memandangnya. Lantas Chelsea langsung memandang kearah lain, salah tingkah. Tatapan mata Rafael sangat mengerikan, berbahaya untuk jantung Chelsea.

Memang tak ada jera. Tamparan Denisha tadi seolah hanya jentikan ringan. Saat ini Rafael mengajak Chelsea pulang bersama memakai mobilnya. Tak tahu apa yang ada di pikiran Rafael tapi saat bersama Chelsea, ia merasa tak terbebani. Rasanya ingin terus bersama gadis ini dan bahkan ingin melindunginya.

"Masih bagus loh interior nya kak, tapi kenapa rewel ya?" tanya Chelsea meneliti mobil Rafael.

Rafael melirik singkat lalu tersenyum. "Dulu ga kayak gini Chel. Soalnya gue beli bekas, terus gue ganti desain interior sesuai yang gue pengen. Tapi ya sebaik apapun gue perbaikin ternyata emang mesin jelek ya percuma."

"Apa ga malah bikin pengeluaran jebol? Masuk bengkel mulu kak?"

"Iya. Gue juga makin kesini ngerasa jenuh, duit gue juga keluar sia-sia. Tapi gue lagi mikirin saran Gregory, kemarin udah liat ada mobil yang gue pengen."

Sedikit terkejut mendengarnya. "Cepet banget udah lihat-lihat penggantinya?"

Rafael tertawa renyah. "Tapi belum nemu yang cocok Chel. Lo mau bantu nyariin ga?"

"Ih aku mana tau mobil" ucap Chelsea mengernyitkan dahinya.

"Kalau menurut lo bagus, pasti juga bagus"

Chelsea mendengus geli. "Mana ada gitu kak? Kocak juga kamu kak. Aku kira kamu gabisa ngelawak."

"Gue ga lagi ngelucu padahal" Rafael terkekeh melirik singkat kearah Chelsea

"Seharusnya ga lucu sih kak tapi tadi berasa lawak aja nyuruh aku milihin mobil yang nantinya bakal kamu pake kerja dan mobilisasi kemana-mana" jelas Chelsea menghadap kearah Rafael

Mobil yang dikendarai Rafael berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah. Lantas Rafael mengalihkan perhatian dari jalanan ke Chelsea yang duduk manis disampingnya. "Kan gapapa Chelsea"

"Kenapa ga pacar kakak aja yang pilihin? Kan dia bakal jadi pendamping kakak nanti?" tanya Chelsea polos.

Tatapan mata Rafael seketika berubah, begitu juga raut wajahnya. Saat itu juga Chelsea merasa ia melakukan kesalahan. Ia sadar jika ia tidak terlalu dekat untuk membahas tentang kehidupan pribadinya.

"Sorry" lirih Chelsea lalu memandang kearah lain. Rasanya ia kembali berada di situasi canggung lagi dengan Rafael.

Rafael mengulas senyum tipis medengar permintaan maaf Chelsea. Bukan masalah tentang percintaannya yang selalu diungkit. Rafael sudah tak peduli lagi.

Jika bicara meminta pendapat ke Denisha. Mana ada jawaban dari gadis itu. Kekasihnya itu hanya peduli dengan dirinya sendiri, Denisha tak pernah ada peduli sedikitpun keadaan Rafael.

"Gue pengennya lo"

Tidak salah jika ia meminta Chelsea membantu memilih mobil barunya nanti, lagipula dari penampilan Chelsea, gadis itu sepertinya memiliki selera bagus.

---☆---

Kalian pas ngapain waktu user thv ngepost ini?

Gue lagi ngedumel sendiri terus ada wa dari temen, gue pikir siapa nih yang berulah lagi. ternyata asdfghjkl user thv dengan shirtless post nya.

-

Anyway, guys kalo ada typo ingetin aja, aku kadang kurang konsen gitu.
thank you.

Yours truly, Violoir.


You are reading the story above: TeenFic.Net