CHELSEA; 3

Background color
Font
Font size
Line height

Seminggu sudah terlewati. Chelsea telah melewati rangkaian orientasi pengenalan kampus. Sejauh ini Chelsea sudah memiliki dua teman perempuan yang satu frekuensi dengannya. Yang pertama ada Sabrina, perempuan itu asli dari Medan tetapi sudah lama tinggal di Jakarta. Yang kedua ada Karin, asli penduduk Jakarta, lahir di keluarga old money.

"Ah gue capek banget" keluh Sabrina duduk disamping Chelsea yang baru saja mengambil iPadnya dari dalam ransel.

"Mau aku pijitin?" tawar Chelsea melirik kearah Sabrina

Sabrina merotasikan bola matanya. "Chel, badan kamu kecil, emang kamu bisa pijit? ini ringan banget badan kamu, gue aja takut nyenggol lu, tar malah kehempas sampe Amerika." kekeh Sabrina sambil memegangi pergelangan tangan Chelsea lalu keduanya tertawa.

"Aku ga seringan itu yaaa" protes Chelsea kemudian.

"Tapi eh kita kapan-kapan refreshing bareng yuk? Lu suka jajan kan?" ucap sabrina bersemangat menggoyangkan lengan Chelsea.

Chelsea mengangguk, mengiyakan.

"Ok, gimana kalau kita kuliner?"

"Boleh, aku belum pernah keliling Jakarta, bisa kayaknya kita kuliner sekalian keliling ibukota" jawabnya tipikal anak masih baru mengenal temannya. Menyetujui apapun demi mengenal lebih. 

Sabrina menjentikkan jarinya. "Nah, gue suka punya bestie yang suka jalan-jalan. Yuk kita atur rencana. Enaknya kapan?"

"Rencana apa?" tanya Karin yang baru saja datang

"Karin.. rin..Karin" Sabrina menarik lengan kemeja Karina

Hampir saja Karin terjerembap karena tiba-tiba ia ditarik. "IYAA APAAA?" jawab Karin melengking

"Nih nih ya, lu duduk dulu napa!"

"Ini gue mau duduk tapi lo tarik!" jawab Karin sedikit meninggikan intonasinya

Sabrina meringis melepaskan cekalan tangannya. "Kita mau kuliner sekalian kenalin ibukota ke Chelsea, Gimana? Lo mau join kan? Ayuklah Rin" desak Sabrina

"Gue kalo makanan sih mau" jawab Karin setuju. "Setau gue nih ya bakal ada acara Food Festival di PIK, coba deh lo buka instagramnya Anya Geraldine, dia kapan lalu promote itu tapi gue lupa tanggalnya kapan"

"Anya?" tanya Chelsea

Karin mengangguk. "Hmm"

"Bentar gue aja yang buka" ucap Sabrina

Gadis berambut panjang bergelombang dengan outfit serba chanel yang duduk di samping kanan Chelsea lantas membuka iPhone keluaran terbaru miliknya demi melihat akun instagram orang yang disebutkan Karin. Sabrina menggeser layarnya dan menampilkan akun gadis seksi bernama Anya Geraldine yang baru-baru ini sedang naik daun karena perannya menjadi pelakor —perebut laki orang, di sebuah series drama tanah air.

"Gila emang Anya tuh cakep banget dah mirip artis thailand" ucap Sabrina menggeleng mengagumi Anya saat melihat halaman instagram Anya. "Pantes aja cowo-cowo pada naksir ama yang modelan kayak gini"

"Temen SMA gue cowo ga suka tuh ama dia" ucap Karin menaikkan satu alisnya

"Sepupu gue Rinn~" pangkas Sabrina sambil melebarkan dua bola matanya kearah Karin. "Dia ngefans banget sama Anya, apa-apa kalo ketemu gue dan barang yang gue pake pernah dipake Anya dia pasti bahas. Anya punya itu warna merah, eh Anya pake itu pas di podcast ini, Anya pake gelang itu juga, Anya ini, Anya itu, Anyanyanyanya nyam."

Chelsea dan Karin tertawa terbahak mendengarnya. Memang seperti itu kan jika orang sedang jatuh cinta? Setiap sisi di kepala pasti tentang orang yang dicinta. Ah dia jadi berpikir apakah para lelaki di Kos Luniar apa juga menaksir dengan Anya Geraldine.

"Tapi emang cantik seksi sih Anya" Chelsea mengakuinya

"Eh lo jangan insecure ya" tunjuk Sabrina. "Even badan lo kecil, tapi seksi kok. Lo juga cakep. Dah lah lo bakal banyak yang naksir." 

Karin setuju. "Iya, lo ga kalah cakep sama Anya."

"Iyaa, aku cuma kagum kok. Lanjut aja itu nyarinya keburu nanti ada dosen." 

Sabrina pun kembali menggeser layarnya.

"Itu yang itu posternya" tunjuk Karin membuat Sabrina sontak menghentikan jemarinya diatas layar.

Bola mata Karin memindai lamat barisan kata di salah satu post milik Anya. "Masih dua minggu lagi. Gimana jadi datang kesini atau kuliner sendiri?" 

"Kuliner sendiri ajalah yuk, nunggu itu tar malah kita udah banyak tugas" usul Sabrina

"Gitu aja boleh" Chelsea setuju.

"Kalau gitu pake mobil gue kita jalan" ucap Karin

"Okay selamat pagi mahasiswa baru" suara berat menginterupsi rapat non-formal yang dipimpin oleh Sabrina.

Seketika tiga orang yang tadinya melingkari kursi Chelsea lantas kembali ke tempat duduknya. Sebelum itu Chelsea tak sengaja bertemu pandang dengan pria muda yang ia yakini adalah asisten dosen yang datang bersamaan dengan dosen. Dalam beberapa detik keduanya tak mengalihkan pandangannya hingga Karin tiba-tiba menyikut lengannya ingin meminjam bolpoin karena ia lupa membawa alat tulis. Pagi itu Chelsea, Karin, dan Sabrina memulai harinya sebagai mahasiswa baru.

Raut wajah gembira Chelsea masih terpasang meski terik matahari membakar kulitnya. Di hari pertama masuk kuliah, Chelsea sudah dikenal oleh salah satu dosen yang mengajar pada hari itu, presentasi singkatnya dipuji oleh dosen dan teman sekelasnya. Hari itu juga Chelsea langsung mendapat banyak teman baru yang sebelumnya tidak dekat saat masa orientasi. Bunyi notifikasi di ponselnya sejak tadi berbunyi, entah itu dari grup whatsapp, instagram, atau twitter miliknya.
 

  

BRAKK!
   
    

"Aww— Ah sakit"

Tepat di persimpangan gedung tiba-tiba Chelsea ditabrak oleh seseorang. Tubuh Chelsea yang mungil terpental hebat ke belakang, pantatnya mendarat keras di paving begitu juga telapak tangannya menahan tubuhnya.

"Eh, lo gapapa kan?" ucap seorang wanita berambut panjang hitam lurus masih berdiri tak berniat menolongnya. Hanya menunduk dengan raut wajah terlihat sedang kebingungan.

Chelsea meringis merasakan sakit tapi entah dimana. Ia lalu mendongak sambil tersenyum tipis sangat tipis. "I'm fine, tap—"

"Oke good, gue buru-buru bye!" ucapnya pergi menjauh begitu saja meninggalkan Chelsea dengan suara sepatu hak rendah yang terdengar di telinganya semakin memudar.

Bola mata Chelsea melebar tak percaya. Bagaimana bisa dirinya dibiarkan begitu saja setelah terpental hebat dengan pantat mendarat di paving? Dan oh sedari tadi banyak yang berlalu lalang tapi mereka sama sekali tak mau menolongnya? atau setidaknya menanyakan keadaannya?

"WoOoo eh— Chelsea?"

Hampir saja Chelsea tertabrak dua kali di persimpangan gedung. Kali ini ada Gregory yang hampir saja terjerembap menabrak Chelsea saat akan berbelok, untung saja Gregory gesit dan peka langsung menghentikan langkahnya.

"Kak Greg" rengek Chelsea lemas ia pikir akan terpental lagi baru saja ia berusaha berdiri.

"Kok bisa jatuh?" Gregory menarik lengan Chelsea, membantu Chelsea bangun dari posisinya.

Mata Chelsea terpenjam merasakan nyeri di pinggulnya dan perih di telapak tangannya. Sangat sakit. Benar, telapak tangannya kini dipenuhi kerikil yang terbenam di permukaan kulitnya hingga membuat memar dan ada robekan kecil di telapak tangan kiri.

Chelsea meringis ngeri.

"Abis ditubruk orang terus aku mental deh— ah perih banget" Chelsea kembali mengerang karena totebagnya jatuh menggesek telapak tangannya.

"Sakit banget ya? Sini dulu deh" Greg mengambil alih totebag Chelsea yang teronggok di paving block lalu menuntun Chelsea ke bangku taman depan fakultasnya.

Fakultas Gregory dan fakultas Chelsea bersebelahan, hanya terpisah oleh parkiran dan taman dimana sekarang mereka tempati.

"Btw aku gapapa, kayaknya aku mau duduk disini dulu deh. Kakak ga ada kelas?" ujar Chelsea masih dengan wajah sedihnya

Chelsea mendaratkan pantatnya perlahan di kursi kayu. Ah untungnya hari ini ia memakai celana jeans panjang, pantatnya terlindungi tak ada gesekan, meskipun cukup sakit tadi.

"Ada sih, dua puluh menit lagi" jawab Gregory. "Lo berangkat tadi naik apa?"

"Dianter Mama soalnya masih belum hafal jalanan sini" jawab Chelsea. Ah sebenarnya Chelsea sedikit malu mengatakan ini. Dirinya seperti masih anak sekolahan, berangkat ke kampus diantar orang tuanya, tapi bagimana lagi ia benar-benar belum tahu Jakarta dan masalah transportasi umum, Chelsea sama sekali tak mengerti.

Ia terlalu dimanja sewaktu bersama Samuel. Sang Papa tak mengizinkan Chelsea keluar sendirian, kemanapun Chelsea pergi harus bersama sang supir yang merangkap jadi bodyguardnya. Masalah mengendarai mobil, Chelsea sebenarnya bisa cuma saja ia tak mengerti jalanan Jakarta jadi ia tak berani.

"Lo sendiri abis ini ada kelas Chel?" tanya Gregory

"Nope, tadi mau pulang niatnya mau cari ojol sambil nunggu pemberhentian sana, malah ketabrak orang" terang Chelsea mengambil alih totebagnya dari tangan Gregory untuk mengambil ponsel.

Gregory pun membantu Chelsea mengambil ponselnya hanya dengan dua ujung jari karena telapaknya masih sakit.

"Kalau gue ga kelas, gue bakal anterin lo" ucap Gregory

Chelsea mendongak lalu menggelengkan kepalanya begitu juga tangannya terangkat menolaknya. "Engga kak, jangan. Ga perlu repot. Aku bisa kok pulang sendiri sekalian belajar naik ojol."

"Eh itu tangan lo berdarah, apa gue bolos aja ya?" panik Gregory yang baru menyadari.

Chelsea mengulum bibirnya merasa makin tidak enak karena merepotkan Gregory. Tapi jujur saja Chelsea senang dengan perhatian yang Gregory berikan. Ia tadi sempat kesal karena tak ada yang menolongnya, tiba-tiba saja muncul Gregory yang membantunya hingga membawanya ke taman, seperti seorang pahlawan di film.

"Rafael!" panggil Gregory dengan suara kencang saat tak sengaja netranya bertemu presensi Rafael baru saja keluar dari gedung fakultas.

"Rafael?" ulang Chelsea

"Iya Rafael, anak kos, yang nyanyi ama lo minggu lalu?" ucap Gregory. "Nah itu dia kesini"

"Mau ngapain emang dia kesini?" lirih Chelsea

"Udah kelar bimbingan?" tanya Gregory kearah Rafael yang kini di depannya mengabaikan pertanyaan Chelsea barusan.

Rafael melirik singkat kearah Chelsea lalu memindahkan atensinya kearah Gregory. "Udah, barusan. Ini gue mau balik, lo mau balik juga?"

"Gue aja baru mau kelas lagi tapi di gedung sono" tunjuk Gregory kearah gedung yang cukup jauh

"Yaudah gue tungguin lo balik, kan gue pagi tadi nebeng lo, skalian mau ambil mobil gue sore manti" ucap Rafael

"Tu mobil waktunya ganti El, masuk service mulu dah." ujar Gregory

"Gue udah lama pake mobil itu" jawab Rafael memasukkan tangannya kedalam kantong celana

"Buat apa lama-lama tapi mobil rewel mulu, yang sengsara ya lo sendiri kan? Kan mending cari yang baru?" ucap Gregory berkomentar. Menurut Gregory, Rafael memang susah sekali keluar dari zona nyaman. Ia takut jika nanti sewaktu membeli yang baru tak sesuai dengan ekspetasinya. Ya seperti kisah cinta Rafael sendiri.

"Lo yang beliin mau?" ucap Rafael

Gregory tertawa mendengarnya.

"Maaf kakak-kakak, ngomong-ngomong disini titik penjemputan namanya apa?" Ujar Chelsea menginterupsi keduanya dengan ponsel di atas pahanya sedangkan ia mengetik dengan ujung jarinya.

Keduanya tersadar jika ada Chelsea, begitu juga Gregory yang daritadi awalnya ingin menitipkan Chelsea ke Rafael. "Stop jangan pesen!" perintahnya ke Chelsea.
"Gini, lo pulang aja pake mobil gue. Mobil lo tar gue yang ambil, lo bawa kuncinya sekarang kan?" Ujar Gregory mengeluarkan kunci mobilnya

"Bawa, gue bawa. Tapi ga ribet? Lo kesana naik apa Greg?" ujar Rafael refleks menerima kunci mobil Gregory

"Gue tar biar dianter Damar naik vespa dia, lagian gue ama Damar ada ikut rapat kepanitaan buat ospek jurusan tar sore" ucap Gregory. "Lo pulang sekarang, sekalian Chelsea juga barengin"

"Hah?" mengerti namanya disebut Chelsea langsung mendongak sambil melebarkan matanya kaget. "Nope, ga perlu kak"

"Rafael mau pulang ke kosan, sekalian kamu bareng gapapa Chelsea, naik mobil gue. Kalau mau keliling juga biar dianter Rafael." ujar Gregory lalu menerima kunci dari Rafael

"Seriusan kak aku ga minta dianter pulang."

"Emang engga, aku yang nawarin nganter pulang— eh maksudnya biar dianter pulang Rafael sekalian dia juga pulang ke kos." potong Gregory sedikit menunduk

Chelsea menghela nafasnya lemah. "Kak Rafael pasti ga mau pulang dulu, iya kan?" kini Chelsea mengarahkan pertanyaan ke Rafael yang memandangnya dalam diam.

"Engga juga, gue mau balik" jawab Rafael

"Nah" tembak Gregory sambil menyeringgai

"Yuk— eh tangan lo kenapa?" Rafael kaget melihat darah di telapak tangan Chelsea

"Itu tar beliin obat si Chelsea sebelum balik, gue ke kelas dulu ya" ucap Gregory menepuk bahu Chelsea dan Rafael bergantian

Suara desisan dan pekikan tertahan menggema di mobil milik Gregory. Chelsea memejamkan matanya menahan rasa perih dan sesekali mengguncangkan kakinya. Pergelangan tangannya digenggam erat oleh Rafael agar tidak bergerak lebih sedangkan pria itu fokus mengobati telapak tangan Chelsea. Saat ini jangan ditanya perasaan Chelsea, ia saja masih ingat dimana saat keduanya bernyanyi bersama, apalagi saat ini Rafael menggenggam pergelangan tangannya. Perlu diulangi? Rafael menggenggam tangan Chelsea. Sudah jelas kan, tiga kali Chelsea menekankan jika tangannya digenggam seorang Rafael. 

"Jangan gerak dong" ucap Rafael saat akan memasang plaster bergambar winnie the pooh

"Ini perih tau" protes Chelsea sedikit tersindir. "Kenapa sih plasternya winnie the pooh?"

"Lucu aja tadi, kayaknya cocok ama lo, kayak masih anak kecil" ejek Rafael tersenyum. "Abisnya ketabrak orang sampe mental gitu, terlalu ringan lo Chel, mana kata lo yang nabrak cewe kan ya?" Rafael menggoda sambil merapikan plasternya dan sedikit mengusapnya

Meski wajahnya tak terlihat karena Rafael menunduk. Chelsea dapat melihat bagaimana pipi Rafael bergerak naik menandakan pria itu sedang tersenyum meledeknya. 

"Ini diobati mungkin dua hari udah sembuh Chel" ucap Rafael mendongak memandang Chelsea setelah selesai memakaikan plaster

Chelsea menarik tangannya menjauh. Bisa bahaya jika terlalu lama digenggam. "Besok aku ada kelas siang, bisa ga ya buat nulis?" tanya Chelsea memandangi telapak tangannya yang mengadah keatas

"Nanti malem gue olesin lagi salepnya, besok pagi gue yakin udah baikan" ujar Rafael membereskan peralatan yang ia beli untuk mengobati tangan Chelsea

Chelsea mengernyitkan dahinya. "Kenapa juga sama kakak?"

"Emang lo bisa sendiri?" tanya Rafael sedikit mencondongkan tubuhnya ke ruang kosong antaranya dan Chelsea, lalu mengulurkan tangannya ke belakang mengambil topi miliknya di saku belakang tempat duduk Chelsea.

Chelsea sempat terdiam karena ia berada terlalu dekat dengan wajah Rafael. Ia dapat mencium parfum yang menguar, entah itu wangi sampo Rafael atau aroma dari tubuh Rafael. Tapi sungguh sangat wangi.

"Hmm?" gumam Rafael berhenti di posisinya memandang Chelsea yang juga memandangnya tanpa berkedip. Rafael yang menyadarinya lalu tersenyum. "Obatnya gue yang bawa, biar gue yang obatin." ucap Rafael kembali ke posisinya lalu menjalankan mobilnya

"Ketemu di rooftop kosan aja nanti malam."

---☆---

"Buat apa lama-lama tapi mobil rewel mulu, yang sengsara ya lo sendiri kan? Kan mending cari yang baru?" —Gregory

"Obatnya gue yang bawa, biar gue yang obatin." —Rafael

Yours truly, Violoir.


You are reading the story above: TeenFic.Net