32 - PACAR PERTAMA

Background color
Font
Font size
Line height

HAPPY READING!๐Ÿ’—

oOo

Bryan sedang duduk bersantai di sofa ruang tamunya seraya bermain ponsel. Pandangan mata cowok itu teralihkan ketika seorang gadis bersama seorang wanita memasuki rumahnya. Bryan langsung berdiri dari duduknya dan menatap Daisy bingung. Daisy yang paham atas kebingungan kakaknya segera membuka suara.

"Mulai sekarang Mami tinggal bareng kita," ucap Daisy.

"Apa? Lo serius?"

Daisy hanya mengangguk yakin.

"Tapi kalo nanti Papi marah gimana?"

"Papi nggak bakal marah."

"Tau dari mana?"

Tanpa menjawab terlebih dahulu, Daisy langsung menarik tangan Bryan dan keduanya berjalan menuju dapur. Keduanya tampak mengobrol serius, 5 menit kemudian mereka kembali menuju ruang tamu untuk menghampiri Elena yang sejak tadi hanya diam memandangi suasana rumah yang dulu pernah dia tinggali.

"Ayo, kita antar Mami ke kamar Papi," ucap Daisy.

Elena menatap putrinya terkejut. "Tapi kan-"

"Nggak papa, Mi, lagian Papi lagi di luar kota. Kamar tamu kita belum dibersihin soalnya, Bi Ratih juga lagi pulang ke rumah," jelas Bryan.

"Ya udah kalo itu mau kalian," ujar Elena.

Daisy langsung menggandeng lengan wanita berusia 40 tahun tersebut dan ketiganya berjalan menaiki tangga menuju kamar Papinya. Setelah itu, Daisy keluar dari kamar dan pergi ke dapur untuk mengambilkan Maminya minum sebelum akhirnya mereka mulai beristirahat karena hari sudah malam.

oOo

Pagi-pagi sekali Nesya sudah datang menuju rumah Daisy. Gadis itu akan meminjam buku Daisy yang berisi rangkuman rumus matematika dan juga karena Nesya ingin berangkat sekolah bersama Daisy. Nesya berjalan menuju ruang makan bersama Bi Ratih yang tadi membukakan pintu.

"Daisy mana, Bang?" tanya Nesya kepada Bryan yang sedang memakan sarapan sendirian.

"Masih siap-siap mungkin. Nah, itu anaknya."

Pandangan Nesya tertuju pada Daisy yang sedang berjalan menuju meja makan bersama seorang wanita. Nesya kenal wanita itu yang tak lain adalah ibu kandung Daisy. Nesya penasaran kenapa wanita itu ada di rumah ini. Semoga saja dia tidak lagi menyakiti perasaan Daisy, Bryan, dan Papinya seperti saat-saat sebelumnya.

"Eh, Tante Elena," sapa Nesya dengan senyuman canggung.

Elena hanya mengangguk seraya membalas senyuman Nesya. Kemudian, wanita itu duduk di samping putra pertamanya yang sedang menikmati sarapan.

"Sy, mana bukunya?" tanya Nesya.

"Nih," ucap Daisy seraya meletakkan sebuah buku tulis di depan Nesya.

Nesya langsung tersenyum senang. "Thank you, Pretty."

"Mau ikut sarapan?" tawar Daisy.

"Ah, nggak usah, makasih. Gue udah sarapan tadi," jelas Nesya, lalu mulai menyalin rangkuman rumus dari buku Daisy.

"Bener nggak mau sarapan lagi?"

"Iya, beneran. Gue udah kenyang nih."

Daisy mengangguk paham dan mulai menyantap sarapannya.

"Eh, Sya, lo gimana sama Ryan?" tanya Bryan yang sudah menghabiskan sarapan.

"Gimana apanya sih, Bang?" balas Nesya yang masih fokus dengan kegiatan menyalinnya.

"Gue denger dia mulai berhenti godain cewek sana-sini, gue pikir mungkin itu karena kalian udah jadian."

Nesya menghentikan gerakan tangannya dan nampak berpikir.

"Uhuk! Serius lo, Bang?" tanya Daisy terkejut.

Bryan hanya menganggukkan kepalanya. Sedangkan Daisy saling bertatapan dengan Nesya. Daisy tersenyum penuh makna ke arah gadis di sebelahnya dan Nesya hanya diam saja. Mereka kembali melanjutkan kegiatan masing-masing karena waktu terus berjalan.

oOo

Daisy, Nesya, dan Bryan telah sampai di sekolahnya dengan menaiki mobil. Daisy dan Nesya saling menatap bingung ketika melihat Varen yang berdiri di depan gerbang sekolah seperti sedang menunggu seseorang. Keduanya langsung berjalan menghampiri cowok itu.

"Woi, Ren, ngapain lo berdiri di sini?" tanya Daisy.

Tanpa menjawab pertanyaan Daisy, Varen langsung menatap Nesya. "Sya, pinjem kaca."

Nesya langsung mengeluarkan kaca berukuran sedang dari dalam tasnya dan dia serahkan kepada Varen.

"Lo mau ngapain sih sebenarnya?" tanya Daisy lagi ketika Varen sibuk merapikan tatanan rambutnya.

"Diem deh, gue lagi ngumpulin rasa percaya diri."

"Buat apa? Jangan-jangan, lo bikin masalah sama orang terus sekarang mau tawuran," tebak Nesya.

"Apaan sih? Enggak. Udah sana masuk. Nanti juga kalian tau," balas Varen, lalu mengembalikan kaca milik Nesya.

"Okay, kita tunggu," sahut Daisy, lalu mengajak Nesya berjalan memasuki area sekolah.

Varen merapikan kerah kemejanya. Pandangan cowok itu tertuju pada sebuah mobil yang berhenti di depannya. Beberapa detik kemudian, turun seorang gadis cantik yang sejak tadi Varen tunggu. Gadis itu adalah Moira. Moira yang baru turun dari mobilnya langsung berjalan menghampiri Varen seraya menatap bingung.

"Good morning, Moira. You look so pretty today," ujar Varen.

"Dih, lo kenapa?"

"Ada yang bilang, kalo kita suka seseorang harus gerak cepat biar nggak ditikung. Jadi, boleh nggak gue jalan bareng lo ke kelas?"

Moira menghela napas pelan. "Iya boleh."

"Kalo gitu, ayo. Eh, tapi tunggu dulu. Gue mau ngomong sesuatu."

"Apa lagi sih?" tanya Moira yang sudah mulai lelah.

"Dengerin baik-baik, ya."

"Iya, buruan bilang."

Varen mendekat dan mulai berbisik di telinga Moira. "Lo mau nggak jadi pacar gue?"

"Iya, mau," jawab Moira cepat.

"Loh, kenapa langsung diterima?"

"Emang kenapa?" tanya Moira bingung.

"Gue kan belum ngeluarin gombalan yang udah gue siapin."

Moira tertawa pelan. "Emang gombalan kaya gimana?"

"Gombalan kaya 'Gue punya penyakit yang nggak boleh kalo jomblo kelamaan' atau 'Nenek gue lagi sakit dan pengen ketemu sama calon menantunya, kalo nggak dituruti dia bakal coret nama gue dari wasiat warisannya'."

Moira tertawa cukup keras sampai membuat orang-orang di sekitar menatapnya.

Varen tersenyum tipis ketika melihat Moira tertawa, lalu bergumam pelan, "Cantik."

"Lo nggak perlu pake gombalan apapun, kan lo tau kalo gue emang suka sama lo."

"Gitu, ya?"

"Iya," Moira mulai tersadar akan sesuatu. "Eh, lo kan belum boleh pacaran sama Om Damar."

Varen menghela napas lelah. "Udah, nggak papa. Kalo nunggu kita lulus keburu lo diambil cowok lain."

"Tapi nanti kalo gue yang kena marah sama Ayah lo, gimana?"

"Nggak perlu takut, kan ada gue."

Moira hanya mengangguk seraya tersenyum.

"Gue punya sesuatu buat lo?"

"Apa?"

Varen mengeluarkan setangkai bunga mawar merah yang sejak tadi dia sembunyikan di saku celananya. "Ini bunga mawar cantik buat gadis cantik kaya lo."

"Makasih," jawab Moira seraya tersenyum setelah menerima bunga mawar dari Varen.

"Lo pacar pertama gue dan semoga lo juga jadi yang terakhir," ujar Varen.

Moira kembali merekahkan senyumnya. "Lo emang bukan pacar pertama gue, tapi gue juga berharap lo jadi pacar terakhir gue."

"Semoga. Ayo, Cantik, kita masuk," ajak Varen.

Moira terkejut ketika Varen menggandeng tangannya seraya berjalan memasuki sekolah. Banyak sekali murid yang memandang ke arah keduanya heran. Moira menggaruk kepalanya yang tak gatal. Pasti berita mereka berpacaran akan segera menyebar dan dia harus bersiap menghadapi penggemar fanatik Varen.

-To Be Continued-

SAMPAI JUMPA DI BAB SELANJUTNYA!
-Daisy


You are reading the story above: TeenFic.Net