25 - WARUNG MAKAN

Background color
Font
Font size
Line height

HAPPY READING!💗

oOo

Matahari pagi mulai bersinar menyambut para remaja yang akan memulai perjalanan mereka. Daisy, Elang, dan Varen sudah berada di dalam mobil milik Elang. Kini ketiganya akan menuju rumah Moira untuk menjemput gadis itu. Setelah 20 menit perjalanan dari rumah Daisy, kini ketiganya telah sampai di rumah Moira.

Elang turun untuk meletakkan koper Moira di bangku belakang. Daisy memutar kepalanya untuk melihat Elang yang mulai mengajak Moira mengobrol terlebih dahulu. Padahal Elang hanya menanyakan tentang guru BK dari sekolahnya yang rumahnya berada di komplek yang sama dengan Moira.

"Nah loh ditikung sama Moira," ujar Varen.

Daisy hanya mendengus sebal.

"Ribet banget pake bawa koper segala," cibir Varen ketika Moira sudah duduk di sebelahnya.

"Apa sih sewot banget. Daisy juga bawa koper tuh," balas Moira.

"Punya Daisy kopernya kecil. Punya lo kan gede."

"Ck! Nggak usah berisik deh. Gue turunin kalian kalo berisik lagi," ancam Daisy yang membuat Varen dan Moira diam.

Elang kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Daisy menyalakan head unit mobil dan mulai memutar musik untuk menghilangkan keheningan. Jalanan lumayan ramai karena hari ini adalah hari libur. Untung saja tidak terlalu macet, jadi mereka tidak terlalu lama untuk sampai di kota Bandung.

oOo

Setelah sekitar kurang lebih 3 jam perjalanan. Akhirnya, keempat remaja itu telah sampai di kota Bandung. Elang menghentikan mobilnya di sebuah warung makan yang berada tidak jauh dari rumah Varen di Bandung. Keempatnya turun dan mulai memasuki warung makan untuk mengisi perut mereka karena sudah merasakan lapar.

"Bi Endah, kumaha damang?" sapa Varen kepada pemilik warung makan tersebut.

"Eh, ini teh Varen? Lama nggak ketemu, Bi Endah sampe pangling," balas Bi Endah seraya menepuk bahu Varen.

"Bi Endah, assalamu'alaikum," timpal Daisy. Gadis itu mengulurkan tangan kanannya seperti akan berjabat tangan.

Bi Endah membalas jabatan tangan Daisy. "Wa'alaikumsalam, Neng. Kalian teh kangen sama Bandung, ya?"

"Iya, Bi. Sebenarnya kita juga ada urusan, makannya kita datang ke sini," jawab Daisy.

"Kalo ini teh namanya saha? Meuni kasep pisan, si Eneng oge geulis pisan," ujar Bi Endah seraya menatap Elang dan Moira.

"Ini namanya Elang. Kalo yang cewek namanya Moira, Bi," jelas Varen. Memperkenalkan Elang dan Moira kepada Bi Endah.

"Bibi teh namanya Bi Endah. Pinter kalian milih makan di sini. Masakan Bibi teh paling enak di kampung ini," ucap Bi Endah dengan bangga.

Varen tertawa beberapa saat, lalu kembali membuka suara. "Kalo gitu, kita mau pesan makanan paling favorit di sini, Bi."

"Semuanya favorit atuh. Tapi kan ujang paling suka sama karedoknya."

"Daisy mau karedok deh, Bi," ujar Daisy.

"Kalian mau makan apa?" tanya Varen kepada Elang dan Moira.

"Samain aja," jawab Moira yang diangguki oleh Elang.

"Karedoknya empat. Es teh juga empat ya, Bi," ucap Varen.

"Siap atuh," jawab Bi Endah, lalu pergi untuk membuat karedok pesanan mereka.

Daisy mengawali obrolan dengan menanyakan tentang perasaan mereka terhadap kota Bandung. Moira sangat antusias karena Bandung adalah salah satu kota favoritnya di Indonesia. Setelah sekitar 15 menit pesanan mereka telah datang. Keempatnya makan dengan santai sebelum melanjutkan perjalanan mereka dalam mencari Bunda dari Elang.

oOo

Elang berjalan bersama Daisy untuk mencari alamat Bundanya. Mereka meninggalkan Varen dan Moira yang masih mengobrol di warung dengan Bi Endah. Elang juga meninggalkan mobilnya karena dia ingin berjalan kaki saja. Lagi pula, alamat tersebut tidak terlalu jauh dari warung Bi Endah. Kini keduanya telah sampai di depan gerbang rumah tujuan mereka.

"Kok kosong? Kita nggak salah alamat, Kak?" tanya Daisy, karena rumah itu terlihat seperti sudah lama tidak berpenghuni. Ditambah rumput liar di sekitarnya yang tumbuh cukup tinggi.

Elang menyalakan ponsel untuk mengecek alamatnya. "Rumah nomor lima belas. Ini udah bener. Atau mungkin, Bunda udah pindah?"

Daisy meraih tangan Elang karena cowok itu tampak sedih. "Di mana pun Bunda Kakak berada, kita pasti akan segera menemukannya."

"Tapi alamat Bunda udah pindah, Daisy."

Daisy menoleh ke arah kanannya dan segera menghampiri seorang pria paruh baya yang sedang berjalan melewati mereka. "Punten, Pak. Saya mau nanya."

"Mangga. Nanya apa atuh, Neng?"

"Bapak tau ke mana perginya penghuni rumah ini?"

Pria itu menatap rumah kosong di depannya. "Tau atuh. Orangnya teh udah sekitar sepuluh tahun lalu pindah. Tapi, saya tau di mana alamat barunya."

Baik Daisy maupun Elang sama-sama merekahkan senyum mereka.

"Apa alamatnya jauh dari sini, Pak?" tanya Daisy.

"Enggak atuh, Neng. Jalan kaki sakedap langsung sampe."

"Kalo begitu, Bapak bisa bantu antar kita ke alamatnya?"

"Boleh pisan. Ayo atuh," ucap Pria tersebut, lalu berjalan diikuti Daisy dan Elang.

oOo

Varen hendak berdiri setelah rasa lelahnya sudah hilang. Dia juga ingin mengajak Moira mengunjungi rumahnya yang tidak jauh dari tempatnya sekarang. Namun, panggilan dari gadis yang baru saja memasuki warung membuat Varen menghela napas kesal. Namanya Puput, dia teman Varen dan Daisy ketika SMP. Bagi Varen, Puput itu menyebalkan karena selalu mengganggunya.

"Huwaaa, Aa Varen! Aya naon di dieu? Mau ketemu sama Puput?" tanya Puput antusias. Puput memang sangat menyukai Varen sejak dulu hingga sekarang.

"Ck! Males banget ketemu lo. Jangan ganggu gue. Gue lagi sibuk banget."

"Ihh, jangan gitu atuh. Emang Aa nggak kangen sama Puput? Kita udah hampir dua tahun loh nggak ketemu," ujar Puput dengan wajah yang dibuat sedih.

"Bodo amat. Gue mau ngajak pacar gue keliling sini, dan lo nggak boleh ganggu kita," ucap Varen seraya merangkul bahu Moira. Membuat gadis itu sedikit terkejut karena ucapan dan tindakan Varen.

"Pacar?"

"Iya. Kenapa? Cantik kan pacar gue?"

Puput memandang penampilan Moira dari bawah hingga atas. Gadis itu terdiam karena Moira memang lebih cantik darinya. Moira juga lebih tinggi dari Puput yang tingginya hanya 155 cm saja. Varen dan Moira terlihat seperti pasangan serasi. Puput akan sangat insecure jika harus bersaing dengan Moira. Moira itu nyaris sempurna, sedangkan dirinya biasa-biasa saja.

Varen segera mengajak Moira untuk pergi meninggalkan Puput yang masih terdiam di tempatnya. Mungkin ini terkesan jahat, tetapi itu tidak sebanding dengan dulu ketika Puput sering menjaili Daisy agar menjauh dari Varen. Suasana siang ini tidak terlalu panas karena langit sedikit mendung. Terkadang, Varen menyapa orang-orang yang dikenalinya.

"Itu tadi mantan lo?" tanya Moira setelah sekian lama terdiam.

"Bukan. Gue nggak punya mantan," jawab Varen santai.

"Terus, tadi siapa?"

"Namanya Puput. Temen gue sama Daisy waktu SMP," jelas Varen seraya masih berjalan bersama Moira.

"Kayanya dia suka sama lo."

"Emang. Tapi, gue sukanya sama Daisy."

"Semenarik apa sih Daisy di mata lo, Ren?"

"Enggak bisa dijelasin, karena ini cuma bisa dirasakan."

Moira hanya mengangguk paham seraya tersenyum tipis. Seberapa keras usaha Moira untuk mendapatkan perhatian Varen akan selalu sia-sia, karena di hati Varen masih tertulis nama Daisy. Entah sejak kapan perasaan ini muncul, tetapi Moira sudah menyukai Varen. Karena saat bersama Varen perasaannya mulai hangat dan nyaman.

-To Be Continued-

SAMPAI JUMPA DI BAB SELANJUTNYA!
-Daisy


You are reading the story above: TeenFic.Net