19 - TEMAN CERITA

Background color
Font
Font size
Line height

HAPPY READING!💗

oOo

"Mas Levin," panggil seorang wanita berusia sekitar 40 tahun. Membuat ketiganya menatap ke arahnya.

"Ada apa?" tanya Levin dingin.

"Mas, maafin Elena. Aku tau kalo aku pernah bikin salah. Tapi tolong maafin dan terima aku lagi di keluarga Mas Levin," mohon wanita bernama Elena. Yang tak lain adalah Ibu Kandung Daisy dan Bryan.

Levin dan Elena sudah bercerai sejak umur Daisy 11 tahun. Mereka bercerai karena Elena berselingkuh hingga hamil anak dari pria lain. Hal itu juga yang membuat Daisy meninggalkan Jakarta dan memilih hidup di Bandung bersama mendiang Neneknya yang kini sudah meninggal sejak 1 tahun lalu.

"Ada masalah apa kamu dengan suamimu?" tanya Levin dengan wajah datarnya.

"Dia selingkuhin aku dan juga udah sering tidur sama selingkuhannya. Aku udah ngajuin surat cerai dan sebentar lagi aku akan resmi cerai."

"Terus kenapa kalo udah cerai?" tanya Daisy dengan nada sinis.

Elena menatap putri kandungnya. "Daisy anak Mami, kamu seneng kan kalo Mami kembali lagi sama Papi kamu? Setelah Mami cerai kita bisa serumah lagi, Sayang."

"Enggak akan," timpal Bryan.

"Bryan, maksud kamu apa?" tanya Elena menatap putra kandungnya bingung.

"Ternyata, karma is real. Kamu selingkuh dari Papiku dan sekarang kamu juga diselingkuhi oleh suamimu. Tuhan memang Maha Adil," sinis Daisy.

Elena menatap Daisy tidak percaya. "Beraninya kamu berbicara seperti itu."

"Memang itu kenyataannya. Apakah diselingkuhi itu menyenangkan, Nyonya Elena?" tanya Daisy dengan senyuman sinis.

"Astaga, Mas Levin. Jadi gini cara kamu mengajari anak kita? Mereka bahkan berani berbicara buruk kepada orang tua, padahal aku Ibu Kandung mereka."

"Elena, kita sudah selesai. Kenapa masih berlari padaku?" tanya Levin.

"Kita bisa kembali bersama lagi kan, Mas?"

Daisy berdiri di depan Levin. "Sebaiknya kamu jauhi Papi aku dan jangan pernah tunjukkin wajahmu di hadapannya."

"Jangan halangi Mami, Daisy," ucap Elena kesal.

"Kamu bukan Mamiku."

Plak!

Elena menampar pipi Daisy membuat orang-orang di sekitarnya menatap mereka penasaran. Daisy menangis di pelukan Bryan karena merasa sakit hati wanita yang melahirkannya berani menamparnya di depan umum dan dia juga teringat pengkhianatan Maminya terhadap Papinya.

"Kurang ajar kamu, Elena! Beraninya kamu menampar putriku!" bentak Levin.

"Dia juga putriku!"

"Dia bukan putrimu sejak kita menandatangani surat perceraian!"

Elena ingin menyentuh Daisy, namun tangannya ditepis oleh Bryan. "Daisy, Mami minta maaf. Ayo kita kembali ke rumah bersama."

"Jangan sentuh Daisy," ujar Bryan memperingatkan.

"Daisy putri Mami..."

"Sudah lah, Elena. Kita tidak akan mungkin bersatu lagi. Jauhi anak-anakku dan jangan pernah muncul di hadapan kita," tegas Levin. Pria itu langsung mengajak kedua anaknya berjalan menjauh dari Elena dan kembali ke rumah.

oOo

Levin duduk di kasur king size miliknya seraya menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Pria itu memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa sakit di kepala dan juga hatinya. Elena cinta pertama Levin, mereka menikah karena dijodohkan dan harus bercerai karena Elena mengkhianatinya.

"Papi," panggil Daisy pelan. Gadis itu baru saja membuka pintu kamar Levin.

Levin kembali membuka matanya dan tersenyum. "Ada apa, Sayang?"

Daisy berjalan mendekati Papinya dan duduk di sampingnya. "Daisy mau nemenin Papi tidur."

"Emang kenapa di kamar Daisy? Ada hantu yang bikin Daisy takut tidur sendiri?"

Daisy menganggukan kepalanya membuat Levin tertawa karena gemas dengan putrinya. Daisy tahu Papinya sedang sedih, makanya dia ingin menemani Papinya agar dia tidak berlarut dalam kesedihan.

"Bryan ikut!" seru Bryan yang langsung melompat ke kasur king size Papinya.

Levin memandang bingung putranya. "Ikut ke mana?"

"Ikut tidur di sini."

"Enggak berani juga tidur sendiri?"

Bryan mengangguk cepat. "Kalo tidur sendiri nanti over thinking karena tadi nggak bisa jalan sama Melva."

Levin tertawa pelan. "Kalian ini sudah SMA tapi masih seperti anak TK."

Daisy memeluk Papinya dari samping. "Daisy nggak mau jadi dewasa, Pi."

"Kenapa?"

"Jadi dewasa itu nggak enak. Banyak masalah yang harus dilewatin. Enakan jadi anak-anak," jelas Daisy.

"Kalo kalian punya masalah, cerita ke Papi. Nanti Papi akan bantu selesaikan masalah kalian."

"Terus, kalo Papi ada masalah cerita ke siapa? Siapa yang bantu selesain masalah Papi?" tanya Daisy.

"Papi bisa selesain masalah sendiri."

"Tapi, Papi juga butuh teman cerita kan? Ayo, cepat cerita sama Daisy dan Abang."

"Ayo, Pi. Keluarin semua yang mengganggu pikiran Papi sekarang," timpal Bryan.

"Sebenarnya Papi kangen Mami kalian. Seandainya dia nggak ngelakuin kesalahan sebesar itu," jawab Levin pelan.

"Papi pengen kembali sama Mami?" tanya Bryan.

"Iya."

Jawaban Levin berhasil membuat Daisy dan Bryan menatapnya terkejut.

"Papi ingin kembali dengan Mami kalian. Tapi sejak dia menampar putri kesayangan Papi tadi sore, Papi jadi mengurungkan niat untuk mengajaknya kembali bersama kita lagi," lanjut Levin.

"Jadi?" tanya Daisy.

"Papi dan dia nggak akan mungkin bersama lagi."

"Apa Papi tersiksa sama keputusan Papi?"

Levin menatap putrinya dan tersenyum. "Selama kalian bersama Papi, Papi nggak akan mungkin merasa kesepian hanya karena nggak memiliki pendamping hidup."

Daisy dan Bryan tersenyum, lalu mereka mengajak Levin merebahkan tubuhnya dan ketiganya memejamkan mata untuk menuju ke alam mimpi.

oOo

Daisy turun dari mobil bersama Bryan. Keduanya berangkat ke sekolah dengan diantar oleh Levin. Bryan berjalan terlebih dahulu dengan Daisy di belakangnya. Daisy tidak terlalu memperhatikan jalan karena pikirannya masih tertuju pada Papinya.

Akhirnya setelah melewati 2 tangga, kini Daisy telah sampai di koridor kelas 11 IPA. Gadis itu masuk ke dalam kelasnya dan langsung duduk di samping Nesya. Nesya yang sudah selesai merapihkan rambutnya langsung memandang Daisy bingung.

"Kenapa muka lo kaya gitu?" tanya Nesya.

"Stres gue."

"Stres karena apa?"

"Kemarin gue ketemu Nyokap."

"Terus, ada masalah?"

Daisy terdiam beberapa saat, lalu kembali membuka suara, "Udah lah, Sya. Gue nggak mau bahas."

"Ck! Cerita lah sama gue. Jangan anggep gue orang lain."

"Gue ditampar sama dia, Anjir," jawab Daisy kesal.

Nesya membulatkan matanya. "Serius? Emang kalian ketemu di mana?"

"Di deket Mall. Sialan dia nampar gue di depan umum," umpat Daisy karena teringat kemarin dia merasa malu dan juga marah.

"Sabar, Sy. Enggak usah pake bahasa kasar."

"Habisnya dia udah salah tapi nggak tau diri. Intropeksi diri aja nggak bisa, sok-sokan mau balik ke Papi gue."

"Serius Nyokap lo ngajak Bokap lo balikan? Bukanya dia udah punya suami lagi?"

Daisy menganggukkan kepalanya. "Dia diselingkuhi sama suami barunya."

"Aduh... Mau ketawa takut kualat."

"Ketawa aja nggak papa."

"Enggak ah. Tapi lo aman-aman aja, kan?" tanya Nesya.

"Aman."

"Bagus deh."

Keduanya menghentikan obrolan mereka setelah Miss Tasya selaku guru Bahasa Inggris memasuki kelas dan mulai mengajar. Semua murid sangat fokus ketika guru cantik berusia 27 tahun yang ternyata adalah istri Pak Genta itu membuka buku paketnya.

-To Be Continued-

SAMPAI JUMPA DI BAB SELANJUTNYA!
-Daisy


You are reading the story above: TeenFic.Net